Pesan Menyentuh Soeharto Sebelum Wafat: Jangan Sedih, Setiap Manusia Akan Kembali Padanya

Begini pesan menyentuh Soeharto sebelum meninggal dunia pada anak-anaknya.

Editor: Heri Prihartono
Kolase/Tribunjambi.com
Soeharto dan Rumah Cendana 

TRIBUNJAMBI.COM - Begini pesan menyentuh Soeharto sebelum meninggal dunia (wafat) pada anak-anaknya.

Kisah Soeharto sebelum meninggal dunia diceritakan oleh anak tertua Soeharto dan Tien Soeharto, Siti Hardiyati Hastuti atau Tutut Soeharto.

Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 pukul 13.10.

Melalui laman tututsoeharto.id, sang ayah masih sempat merayakan ulang tahunnya.

Pada 25 Januari 2008, Soeharto ingin makan pizza. Dua anak perempuannya, Titiek dan Mamiek Soeharto mencari pizza.

Ketika pizza berhasil dibeli, Soeharto mendadak menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan saat ulang tahun.

Ya, Soeharto kemudian menyanyikan lagu itu untuk Tutut yang berulang tahun pada 23 Januari.

Soeharto lahap memakan satu potong pizza.

Momen bahagia itu pun berhasil diabadikan di ponsel yang dibawa Titiek.

"Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan," tulis Tutut.

Setelah perayaan ulang tahun, Soeharto bangun untuk salat Tahajud.

Kebiasaan Shalat Tahajud sudah dilakukan Soeharto bertahun-tahun yang lalu.

Kemudian, Soeharto meminta kasurnya diputar agar menghadap kiblat.

Sebelumnya, dokter menyampaikan tidak apa-apa tak menghadap kiblat bila sedang sakit.

Namun, Soeharto kukuh meminta kasurnya diputar agar salat Tahajud menghadap kiblat.

"Saya mau menghadap kiblat."

Untuk memenuhi keinginan ayahnya, Sigit Harjojudanto memutarkan kasur Soeharto agar menghadap kiblat.

Menariknya satu hari sebelum meninggal, Soeharto berpesan kepada Tutut.

Ia meminta Tutut mendekat ke arahnya.

"Bapak mau bicara. Dengarkan baik-baik," ucapnya lirih.

Ketika itu Tutut masih bingung akan permintaan Soeharto.

"Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu," kata Soeharto.

Mendengar ucapan Soeharto, Tutut langsung merinding. Ia optimis sang ayah dapat sembuh kembali.

Tak sampai di situ, Soeharto berpesan supaya Tutut menjaga kerukunan Keluarga Cendana.

"Kamu dengarkan, wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua.

Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan.

Ingat pesan bapak... tetap sabar dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur)," ujar Soeharto.

Tak kuasa menahan air matanya, Tutut kemudian menangis.

Soeharto memegang tangan Tutut sambil berucap, "jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain.

Dekatlah dan bersenderlah selalu kalian semua hanya kepada Allah. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke surga. Doakan bapak dan ibumu."

Air mata Tutut semakin tak bisa berhenti menetes. Ia hanya bisa terdiam takut.

Soeharto juga berpesan supaya tetap membantu masyarakat.

Tutut memeluk Soeharto erat-erat lalu mencium tangannya.

Karena Soeharto mengatakan lelah dan ingin istirahat, Tutut membetulkan posisi selimut ayahnya.

Dalam hati Tutut berdoa, "Ya Allah, beri saya kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan keinginan bapak, amin."

Sore harinya, kesehatan Soeharto semakin menurun.

Pada malam harinya, kondisi Soeharto belum juga membaik bahkan semakin menurun.

Ketika ditanya bagian mana yang sakit, Soeharto hanya menggelengkan kepala.

Jelang subuh , Tutut dan Mamiek dibangunkan dari tidurnya.

Suster mengatakan Soeharto dalam keadaan kritis.

Saat sampai di ruang rawat, Soeharto sudah ditemani Sigit.

Wajahnya tampak damai tidak terlihat tanda kesakitan. Matanya tertutup rapat.

Tutut memutuskan memanggil semua keluarga. Sesampainya di ruang rawat, satu per satu anggota keuarga mencium tangan Soeharto.

Anak-anak Soeharto membisikkan kalimat istigfar dan tasbih di telinga ayahnya.

Sampai ketika Soeharto menghembuskan napas terkahirnya, wajahnya tidak tampat rasa sakit.

BACA ARTIKEL LAINNYA TERKAIT SOEHARTO DI SINI

SUMBER ARTIKEL : TRIBUN CIREBON

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved