Masyarakat Adat vs PT TPL

Jusman Simanjuntak, Adik Besan Luhut Pandjaitan Ikut Jadi Korban Bentrok PT TPL vs Masyarakat Adat

Seorang pria tua bernama Jusman Simanjuntak, kerabat Menteri Luhut Pandjaitan, turut jadi korban bentrokan masyarakat adat vs PT Toba Pulp Lestari.

Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/HO
Karyawan PT TPL berlindung di belakang aparat, beberapa detik sebelum pecahnya bentrokan antara PT TPL dengan Masyarakat Adat Natumingka, Selasa (18/5/2021) pagi. 

TRIBUNJAMBI.COM, MEDAN - Seorang pria tua bernama Jusman Simanjuntak, kerabat Menteri Luhut Pandjaitan, turut jadi korban bentrokan masyarakat adat vs PT Toba Pulp Lestari.

Konflik berdarah Masyarakat Adat Natumingka dengan PT TPL terjadi pada Selasa (18/5/2021) di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Dikutip dari Tribun Medan, Jusman Simanjuntak adalah adik Kenan Simanjuntak, besan Luhut Binsar Panjaitan.

Putri Kenan Simanjuntak bernama Intan Simanjuntak, menikah dengan David Panjaitan, putra dari Luhut Binsar.

Dalam adat Batak, maka Jusman Simanjuntak juga besan dari Menteri Luhut Binsar.

Tak cuma Jusman, ada beberapa warga lainnya, bagian dari masyarakat adat Natumingka, turut terluka dalam bentrokan pagi hari tersebut.

Dari kronologis yang diterbitkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, peristiwa ini bermula saat karyawan PT TPL datang bersama petugas keamanan ke lokasi yang akan ditanami.

Jumlah mereka sangat banyak, diperkirakan 500 orang.

Baca juga: Sedihnya Jamudthar Sinaga, Istri Sudah Pendarahan Mau Melahirkan Tapi Suster Sibuk Main HP

Mereka datang dengan turut membawa puluhan truk berisi bibit eukaliptus siap tanam.

Warga sudah berjaga di portal, karena sebelumnya sudah mendengar akan adanya penanaman di kawasan itu, yang disebut warga sebagai tanah adat mereka.

Warga menghalangi PT TPL yang ngotot menanami bibit eukaliptus itu.

Pada pukul 09.00 WIB, aparat kepolisian dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Balige membujuk warga supaya PT TPL bisa menanam bibit eukaliptus itu.

Tapi warga tetap menolak, mereka tidak ingin tanah adat itu ditanami dengan tanaman eukaliptus.

Pada pukul 10.30 WIB, petugas keamanan PT TPL memberi aba-aba ke seluruh karyawan.

Saat itu semua karyawan sudah memegang kayu dan batu.

Mereka diperintahkan segera menerobos blokade barisan warga.

Karyawan perusahaan melempari warga menggunakan batu dan kayu.

Warga kemudian berlarian menghindarinya.

Baca juga: Meninggalnya Nanda Damanik dan Bayinya Dianggap Keluarga Faktor Lalai, Ini Penjelasan RS Bunda Mulia

Penyerangan tersebut mengakibatkan puluhan warga luka kena lemparan batu.

"Lima warga Natumingka harus dibawa ke Puskesmas Borbor, Balige untuk mendapatkan perawatan akibat luka serius," ungkap Juniaty Aritonang, Koordinator Studi dan Advokasi Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara, Rabu (19/5/2021).

Menurutnya, kriminalisasi yang terjadi pada masyarakat adat tak cuma sekali ini terjadi di Sumatera Utara.
Dia mengatakan hampir setiap tahun terjadi peristiwa yang sama.

Padahal, kata dia, masyarakat adat hadir memperjuangkan tanah leluhur, supaya bisa diturunkan ke generasi berikutnya.

"Sayangnya, pemerintah dan pengusaha tak pernah mengakui keberadaan Masyarakat Adat, bahkan semena-mena melakukan tindakan kriminalisasi dan intimidasi yang mengakibatkan banyak korban," tegasnya.

Selain itu, aparat keamanan juga tidak dapat berbuat apa- apa bahkan cenderung membiarkan tindakan itu terjadi.

Dia menegaskan perjuangan yang dilakukan masyarakat adat Natumingka bukan tindakan kriminal.

Sebab, masyarakat berangkat dari konstitusi negara yang menjamin kehidupan semua warga negara tanpa kecuali.

Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK No.35/tahun 2012, telah menegaskan bahwa Hutan Adat Bukanlah Hutan Negara.

Tapi Masyarakat Adat Natumingka kerap dikriminalisasi oleh pengusaha bersama aparat.

Baca juga: Tali Asih Untuk Keluarga Birgaldo Sinaga Terhimpun Rp 1,51 Miliar, Begini Riwayat Sebelum Meninggal

Padahal, lanjut Juniaty, mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, sudah seharusnya diimplementasikan khususnya dalam penanganan kasus-kasus Masyarakat Adat.

Atas peristiwa yang terjadi, Bakumsu meminta agar wilayah adat keluar dari konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Mereka juga mendesak PT TPL ditutup.

Bakumsu meminta agar PT TPL menghentikan segala bentuk intimidasi yang terjadi.

Mendesak aparat kepolisian bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam melayani masyarakat.

Humas PT TPL Juanda Pandjaitan sempat berkilah, dengan menyebut justru mereka yang diserang masyarakat.

"Kalau penyebabnya, yang melakukan yang tahu. Kalau dari TPL melakukan kegiatan. Ada mereka yang melempari pekerja kami," ucapnya.

Dia bilang masyarakat adat yang melempari pekerja PT TPL.

"Silakanlah bertanya kepada mereka, apa yang kami lakukan silakan bertanya kepada kami," kata Juanda Pandjaitan.

Dia bilang kehadiran PT TPL di lokasi hanya menjalankan tugas.

Meskipun pada akhirnya ada warga yang berdarah-darah dipukuli benda tumpul.

"Apa yang terjadi itu adalah kegiatan rutin PT TPL dan kegiatan itu adalah rangkaian pembangunan kawasan hutan industri," sambungnya.

Baca juga: Nanda Damanik dan Bayinya Meninggal di Rumah Sakit, Keluarga Tuding Rumah Sakit Lalai Urus Pasien

Baca juga: Formasi Guru PPPK 2021 yang Banyak Dibutuhkan - Guru BK, Penjas, Matematika, Guru Kelas, Agama Islam

SUMBER: TRIBUN MEDAN

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved