Selain Laporkan ke Polisi, Pasangan Pengantin Gay Thailand Juga Ancam Orang Indo yang Datang Kesana

Baru-baru ini media sosail diramaikan dengan pasangan gay Thailand yang menikah. Pasangan pengantin gay ini dihujat ramai-ramai oleh netizen Indonesi

Editor: Suci Rahayu PK
BBC
Ilustrasi 

TRIBUNJAMBI.COM - Baru-baru ini media sosail diramaikan dengan pasangan gay Thailand yang menikah.

Pasangan pengantin gay ini dihujat ramai-ramai oleh netizen Indonesia.

Selain komentar jahat, pasangan ini juga mendapat ancaman mati.

Jalur hukum terpaksa ditempuh setelah Suriya menerima ancaman mati terhadap suami, orangtua, hingga fotografer pernikahan mereka.

Suriya Koedsang (kanan) bersama suaminya dalam pesta pernikahan. Pasangan sesama jenis asal Thailand itu dihujat oleh netizen Indonesia, bahkan mengarah ke ancaman mati.
Suriya Koedsang (kanan) bersama suaminya dalam pesta pernikahan. Pasangan sesama jenis asal Thailand itu dihujat oleh netizen Indonesia, bahkan mengarah ke ancaman mati. (FACEBOOK/SURIYA KOEDSANG via Coconut)

Dilaporkan Coconut pada Senin (12/4/2021), Suriya Koedsang salah satu mempelai gay itu melaporkan insiden yang dialaminya ke Ronnarong Kaewpetch dari Network of Campaigning for Justice.

Suriya mengaku terpaksa menempuh jalur hukum lantaran ada ancaman mati terhadap suami, orangtua, hingga fotografer pernikahan mereka.

Ronnarong kemudian menyampaikan, setiap orang Indonesia yang menuliskan komentar negatif kepada pasangan gay itu dilarang ke Thailand.

"Setiap saat kalian datang ke Thailand, kami sudah siap dengan polisi untuk menahan kalian," ancamnya.

Pasangan gay Thailand itu dihujat netizen Indonesia di Facebook, setelah Suriya mengunggah foto-foto pernikahannya.

Baca juga: Serda Ucok Mantan Kopassus Eksekutor 4 Napi di Lapas Cebongan Hingga Tewas, Ini Kabar Terbarunya

Baca juga: Malunya Iis Dahlia Nyanyi Salah Lirik Lagu Ramadhan Tiba, Videonya Viral: Ya Allah Gini Amat Ya!

Tanggapan Psikolog

Menanggapi hujatan kepada pasangan pengantin gay Thailand ini, psikolog sosial asal Solo, Hening Widyastuti mengatakan, netizen Indonesia terkenal blak-blakkan dan berani merespons terang-terangan terhadap sesuatu yang dianggap mereka tidak sesuai dengan pendapat mereka.

"Tentunya, ada nilai positif dan ada negatifnya juga (dari karakter netizen Indonesia itu)," kata Hening saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

"Kekuatan netizen terhadap kesatuan bangsa membangkitkan dengan cepat lintas agama, ras, suku dan budaya untuk kepentingan bangsa ini, contoh kasus All England," kata Hening.

Namun, sisi negatifnya, apabila yang diserang secara psikologis tidak kuat, maka akan membuat seseorang mengalami depresi, saat netizen Indonesia mengunggah komentar-komentar buruk.

Mengapa ini terjadi? "Sikap dan perilaku netizen Indonesia itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik, ekonomi dan sosial yang tidak stabil," jelas Hening.

Sedangkan terkait kasus hujatan terhadap pasangan pengantin gay Thailand ini, Hening mengungkapkan bahwa bagi netizen Indonesia, jelas secara moral etika budaya Asia, khususnya Indonesia pada dasarnya belum bisa diterima masyarakat.

"Apalagi (pasangan gay Thailand) terang-terangan mengumumkan pernikahan gay tersebut, sehingga ini memicu netizen Indonesia untuk bereaksi negatif terhadap kasus tersebut," papar Hening.

Bahkan, dengan berani blak-blakkan dalam berkomentar, yang cenderung vulgar dan kasar, kata Hening, ini dapat membuat orang yang dihujat secara personal mengalami stres dan tertekan.

Baca juga: Ali Ngabalin Prediksi Begini Nasib Nadiem Makarim Jika Presiden Jokowi Lantik Menteri Baru 

Baca juga: Promo Indomaret Hari Ini 15 April 2021 Ada Minyak Goreng 2 L Rp 27 Ribuan dan Sirup Rp 16 Ribuan

Penyebab netizen luapkan komentar buruk

Hening menjelaskan bahwa kondisi reformasi dan arus keterbukaan publik dalam menyampaikan pendapat, ditambah akses media sosial yang luar biasa mudah, juga sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.

Lantas, apa yang menyebabkan netizen bisa berkomentar buruk hingga dapat menyerang orang secara psikologis?

Sebenarnya, sebagian masyarakat sudah lelah dan stres dengan situasi saat ini.

"Dengan cara itulah mereka bisa meluapkan rasa stres yang berkecamuk dalam dirinya. Luapan emosi bisa lepas dengan, salah satunya merespons pada kasus-kasus tertentu di medsos.

Imbasnya, mereka (kemudian) merasa puas dan lega," ungkap Hening.

Penyebab lain yang dapat mendorong rasa keinginan berkomentar di medsos juga bisa berasal dari alasan keluarga yang carut-marut, tidak harmonis, karena situasi sulit saat ini, yakni di tengah pandemi Covid-19 yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan.

Sebagian besar pengguna sosial media adalah anak muda dan orang dewasa, yang bahkan cenderung telah berusia matang.

Hening menambahkan bahwa kecerdasan emosional dalam kaitannya kontrol diri, juga turut memengaruhi perilaku netizen.

Kontrol diri, kata Hening, merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri antara sikap perilaku, pikiran dan emosi di dalam diri.

"Hal ini tidak berpatokan pada usia. Kemampuan kontrol diri bisa saja terjadi pada anak muda. Lebih menitikberatkan pada kemampuan untuk mengontrol diri pada masing-masing orang," jelas Hening.

Artikel Lain Terkait Pernikahan

Sumber: Kompas

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved