Guru SD Ditembak Mati Anggota KKB Pimpinan Sabinus Waker, Kapolda Papua: Ditembak Saat di Kios
Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB lagi-lagi membuat ulah di Wilayah Papua. Kali ini KKB menembak guru SD, pada Kamis (8/4/2021).
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB lagi-lagi membuat ulah di Wilayah Papua.
Kali ini KKB menembak guru SD, pada Kamis (8/4/2021).
Kejadian guru SD ditembak mati anggota KKB tersebut terjadi di Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, sekira pukul 09.30 WIT.
Diketahui, aksi penembakan guru SD di Papua tersebut dilakukan oleg salah satu anggota dari gerombolan KKB pimpinan Sabinus Waker.
Sosok seorang guru SD yang tewas ditembak gerombolan bersenjata tersebut bernama Oktovianus Rayo (43).
Kejadian ini dibenarkan Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri ketika dikonfirmasi awak media.
"Iya Benar ada kejadian penembakan tadi pagi di Puncak, korbannya seorang guru," katanya.
Baca juga: DOOR DOOR KKB Papua Tembak Guru SD di Distrik Beoga, Korban Tewas Bersimbah Darah
Kapolda menjelaskan, pelaku penembakan terhadap korban yang merupakan guru, dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Pelaku penembakan adalah KKB," kata Kapolda Papua.
Ia menjelaskan, kejadian itu terjadi sekitar pukul 09.30 WIT, yang mana saat kejadian korban berada di dalam kios miliknya.
"Korban didatangi pelaku lalu di tembak di dalam kios, bahkan diduga pelaku menembak dengan menggunakan senjata laras pendek," ujarnya.
Baca juga: Satu Orang Guru Tewas Ditembak, Kapolda Sebut Ulah KKB Pimpinan Sabinus Waker
Kata Kapolda, korban tewas dengan dua luka tembak di bagian tubuh.
Sementara rekan korban yang mengetahui kejadian itu langsung berlari ke dalam hutan untuk berlindung.
"Korban meninggal dengan dua tembakan di bagian rusuk dan perut sebelah kanan"
"Rekan korban sempat dikabarkan hilang, namun berhasil ditemukan oleh warga dalam kondisi selamat," katanya.
Aksi yang dilakukan para pelaku, tambah Kapolda merupakan aksi biadab.
Dikarenakan korban merupakan pejuang kemanusiaan yang bertanggung jawab untuk mendidik anak bangsa.
"Seharusnya tenaga pendidik dan kesehatan harus dilindungi, karena mereka adalah unjung tombak untuk membangun generasi penerus bangsa kedepan khususnya anak-anak Papua," kata dia.
Baca juga: Siapa Sebenarnya Egianus Kogoya? Pimpinan KKB Papua Paling Diburu Tim Gabungan TNI Polri
Kelompok Sabinus Waker
Kapolda pun mengungkap bila KKB yang melakukan aksi keji tersebut merupakan pimpinan Sabinus Waker.
"Pelaku penembakan adalah kelompok dari Sabinus Waker," kata Irjen Pol Mathius D Fakhiri.
Mathius menjelaskan, pihaknya belum mengetahui pasti motif di balik penembakan oleh Sabinus Waker serta kelompoknya.
Dari informasi yang diperoleh, kata dia, keberadaan Sabinus di Puncak atas undangan dari Lekagak Telenggen.
"Belum tahu, yang jelas, Sabinus datang ke sana atas undangan Lekaga Telenggen, terkait dengan penyelesaian perang suku di Puncak," ujarnya.
Mathius sayangkan aksi yang dilakukan kelompok tersebut, mengingat guru merupakan pekerja kemanusiaan yang tujuannya mencerdaskan anak bangsa.
"Itu aksi biadab, seharusnya guru bahkan tenaga medis wajib dilindungi karena pekerjaan mereka untuk mencerdasakan anak Papua," ujarnya.
Baca juga: Tukang Ojek Kaget Penumpangnya Ternyata Gubernur Papua, Diberi Rp 100 Ribu Tembus Jalan Tikus ke PNG
Mathius menambahkan, pihaknya akan susun perkuatan pasukan yang nantinya dikirim ke Ilaga, Puncak untuk melakukan penindakan terhadap kelompok tersebut.
"Kami akan melakukan langkah-langkah penindakan untuk penegakan hukum para pelakunya," katanya.
Wacana KKB Papua Didefinisikan Sebagai Organisasi Teroris
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengaku sangat khawatir terhadap wacana mendefinisikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebagai organisasi teroris.
Taufan mengatakan, kita mesti jujur menilai persoalan di Papua disebabkan beberapa persoalan yang berbeda dengan fenomena terorisme.
Pertama, kata dia, sejak Papua menjadi bagian dari Indonesia melalui Pepera tahun 1969, memang sudah ada pihak di Papua yang menolaknya.
Kelompok tersebut, kata dia, menginginkan kemerdekaan Papua dan menjadikan Papua menjadi satu negara sendiri.
Masalah tuntutan politik ingin merdeka tersebut, kata dia, tidak bisa dipungkiri memang ada di sana sejak lama, meski Pepera menghasilkan Papua adalah bagian dari wilayah Indonesia, dan diakui internasional.
Kedua, lanjut dia, ada masalah ketimpangan kesejahteraan di Papua.
Meski memang tidak mudah memakmurkan Papua, kata Taufan, perasaan diperlakukan tidak adil dan diskriminatif, selalu kuat.
Sebagian pihak di Papua, lanjut dia, menjadikan alasan ketidakadilan ini sebagai dasar politik ingin merdeka.
Ketiga, kata Taufan, pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi, namun tidak ada penyelesaian hukum terhadap pelakunya.
Baca juga: Benarkah KKB Pimpinan Egianus Kogoya Sudah Terdesak Setelah Markas Mereka Dikuasai TNI/POLRI ?
Di atas semua itu, kata dia, pendekatan Pemerintah Indonesia kepada Papua memang kurang terintegrasi.
Pembanguan fisik memang gencar dilakukan mengejar ketertinggalan di Papua.
Namun, kata Taufan, pendekatan tersebut tidak dibarengi dengan pendekatan kultural yang bisa semakin mendekatkan pemerintah pusat dengan rakyat Papua.
Perasaan diperlakukan tidak adil, diskiriminatif, kata dia, tetap menguat di hati sebagian masyarakat Papua.
Pendekatan operasi keamanan juga tidak terbukti ampuh menyelesaikan masalah, kata Taufan karena OPM dan organisasi KKB lainnya justru menguat.
Dana otsus yang sangat besar, kata dia, juga tidak terlalu banyak berdampak mengatasi ketertinggalan masyarakat Papua, baik dibandingkan provinsi lain, juga di antara orang asli Papua dengan pendatang.
Untuk itu, kata dia, pemerintah daerah seharusnya ikut bertanggung jawab mengatasi masalah ini, namun kita tidak melihat peran yang signifikan dengan dana besar tadi.
Komnas HAM juga selalu mengusulkan agar mengubah pola operasi keamanan di Papua menjadi operasi kesejahteraan berdasarkan kompleksitas masalah di Papua, yang harus lebih terintegrasi antar-semua dimensi, baik politik, hukum, ekonomi, maupun kultural.
Baca juga: Wacana KKB Papua Didefinisikan Sebagai Organisasi Teroris, Amnesty International Khawatir Hal Ini
TNI-Polri, kata dia, harus bisa menjaga disiplin pasukan agar tidak melakukan kekerasan kepada masyarakat sipil.
Pasukan yang ada di Papua, kata Taufan, mesti diarahkan melakukan operasi kesejahteraan bersama tokoh-tokoh masyarakat Papua.
Ia menyarankan pemerintah menjemput hati orang Papua dengan mengajak mereka berdialog.
Tapi untuk dialog damai itu, kata Taufan, pemerintah perlu mendengarkan pandangan orang Papua.
Pemerintah Indonesia, kata dia, pernah mencatatkan keberhasilan di Aceh.
Padahal, kata dia, perlawanan Gerakan Aceh Merdeka justru jauh lebih kuat, lebih terorganisir, dan sangat ideologis.
Nyatanya, lanjut Taufan, dengan mengubah pendekatan malah bisa menghasilkan perjanjian damai antara Indonesia dan GAM, sehingga saat ini Aceh bisa damai dan mulai membangun daerahnya.
"Karena itu, Komnas HAM sangat khawatir dengan ide menjadikan KKB atau OPM sebagai organisasi terorisme."
"Kebijakan ini akan semakin menyulitkan pendekatan damai terhadap Papua," cetus Taufan ketika dihubungi Tribunnews, Selasa (23/3/2021).
Taufan mengatakan, Komnas HAM sudah pernah menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap gagasan semacam itu kepada Menko Polhukam Mahfud MD, dalam satu pertemuan terbatas.
Saat ini, kata dia, ada upaya mendesak internasional untuk masuk ke dalam penyelesaian Papua.
Meski, langkah mereka masih belum berhasil meyakinkan internasional untuk terlibat langsung.
Hal itu karena pada umumnya internasional masih memercayakan Pemerintah Indonesia menyelesaian konflik Papua dan membangun daerah tersebut.
"Tapi, kalau kebijakan pemerintah mengalami kekeliruan dan kekerasan makin menjadi-jadi, maka bukan tidak mungkin desakan keterlibatan internasional tersebut malah akan berhasil," tuturnya.
Jadi, setiap pendekatan kebijakan mesti dikaji secara mendalam.
Kebijakan operasi yang menggunakan instrumen kekerasan atau bersenjata, beber Taufan, sudah mesti ditinggalkan secara bertahap, bukan malah diintensifkan.
Untuk itu ia menyarankan pemerintah memulai langkah dialog dengan semua elemen masyarakat Papua, termasuk kepada kelompok yang paling keras sekalipun.
"Ubah operasi keamanan dengan senjata menjadi operasi kesejahteraan."
"Memang salama ini dana otsus yang besar belum dimaksimalkan, peran pemerintah belum maksimal," cetus Taufan. (*)
SUMBER : Tribunnews.com