79 Akun Medsos Ditegur Polisi Virtual Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Unggah Masalah Pribadi
Mayoritas akun sosial media yang terkena teguran virtual police alias polisi dunia maya, karena persoalan sentimen pribadi.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pengguna media sosial diminta untuk lebih berhati-hati dalam memposting sesuatu.
Karena banyak sekali akun media sosial yang terjerat hukum, karena berkomentar buruk sehingga harus terkena Pelanggaran UU ITE.
Mayoritas akun sosial media yang terkena teguran virtual police alias polisi dunia maya, karena persoalan sentimen pribadi.
Mereka kemudian mengunggah itu di akun medsos-nya.
"Mereka mungkin punya sentimen pribadi, makanya bisa seperti itu," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Intel Polisi Datangi Kader Demokrat Kubu AHY, Rachland Nashidik: Tak Usah Beri yang Diminta!
Brigjen Rusdi menyatakan, Polri mengingatkan kepada seluruh masyarakat lebih bijak lagi dalam menggunakan ruang digital atau sosial media.
Meskipun kebebasan ekspresi dijamin negara, pengguna sosial media harus menyaring konten yang ke depannya bisa berpotensi bermasalah.
"Tentunya ini yang perlu dicermati. Kadang masalah pribadi saja dibawa ke media sosial," ujarnya.
Sejauh ini, petugas virtual police telah menegur sebanyak 79 akun yang berpotensi melanggar UU ITE.
Seluruh akun yang terkena teguran adalah akun perorangan, bukan akun komunitas atau organisasi tertentu.
Baca juga: Sekda Bandung Kok Bisa Positif Corona Padahal Sudah Disuntik Vaksin 2 Kali? Ini Penjelasan Kadinkes
Edukasi
Virtual police menjadi salah satu program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kebijakan itu merupakan upaya preventif untuk meminimalisir penegakan hukum terkait pelanggaran UU ITE.
Nantinya, para warganet yang dianggap telah melanggar UU ITE, akan mendapatkan teguran berupa pesan pribadi ke akun sosial medianya.
Isinya, edukasi pasal pidana yang dilanggar terkait unggahan itu.
Dalam teguran itu, polisi dunia maya nantinya juga meminta pelanggar untuk menghapus konten tersebut.
Sebab, konten itu dianggap telah berimplikasi pidana jika dipertahankan.
"Jadi, dari pihak kepolisian memberikan edukasi dulu, memberitahukan, eh mas/mbak/bapak/ibu apa yang ditulis itu melanggar pidana."
"Jangan ditulis kembali, tolong dihapus ya. Misal seperti itu," jelas Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Sebagai contoh, seorang warganet mengunggah konten berupa tulisan, gambar ataupun video yang dimuat di akun sosial medianya.
Konten itu pun nantinya akan dianalisa oleh petugas virtual police.
Jika dianggap melanggar, petugas virtual police akan menyimpan unggahan itu untuk meminta pendapat para ahli di bidang ITE hingga pidana.
Nantinya, para ahli yang akan menentukan apakah ada unsur pidana di balik unggahan tersebut.
"Setelah ada laporan informasi, ada screenshotnya."
"Kita juga minta pendapat ahli, ada ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE."
"Misal dari ahli menyatakan ini bisa menjadi suatu pelanggaran pidana, bisa penghinaan atau fitnah, kemudian diajukan ke Direktur Siber," terangnya.
Selanjutnya, Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk akan memberikan pengesahan untuk menegur warganet yang melanggar UU ITE tersebut.
Barulah petugas virtual police akan menegur pelanggar melalui pesan pribadi.
"Setelah dia memberikan pengesahan, baru kita japri ke akun, jadi resmi kirimnya."
"Jadi tahu ada dari polisi yang kirim."
"Sekali kita kirimkan dengan harapan bisa dihapus."
"Sehingga nanti orang yang dituju itu tidak merasa terhina."
"Jadi ini edukasi yang kita berikan pada masyarakat lewat patroli siber," bebernya.
Polri juga telah menyiapkan skema seandainya pelanggar menolak bersalah atas unggahannya tersebut.
Argo bilang, Polri akan mengirimkan kembali pemberitahuan hingga pelanggar mengerti.
"Kita berikan pada masyarakat tersebut untuk sekali, kita kasih edukasi."
"Jangan, tolong dihapus tulisan itu. Kalau ngeyel gimana? Kita kirim lagi pemberitahuan."
"Kalau mengindahkan apa yang kita sampaikan, misal yang dituju atau orang itu yang dirugikan bikin laporan, ya kita lakukan mediasi juga."
"Kalau tidak bisa, kita proses. Semuanya ada tahapan," ucap Argo.
Jangan Berdebat
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto berharap netizen yang ditegur karena melanggar UU ITE oleh personel virtual police, bisa sadar tanpa mendebat petugas.
Namun begitu, Agus Andrianto mengaku pihak kepolisian tetap menghormati masyarakat yang menyanggah ataupun mendebat teguran yang disampaikan oleh petugas virtual police.
"Menyanggah kan hak mereka, namun yang disampaikan oleh anggota yang tergabung dalam virtual police tersebut tentu terkait konten yang di-upload."
"Kesadaran yang diharapkan, bukan berdebat di dunia maya," kata Agus kepada wartawan, Minggu (28/2/2021).
Agus mengingatkan warganet yang masih bandel menolak menghapus kontennya, dapat berbuntut panjang jika unggahannya dilaporkan secara hukum oleh pihak lain.
Nantinya, kata Agus, laporan polisi tersebut bisa diterima, lantaran petugas virtual police sudah mengingatkan pelaku untuk menghapus kontennya.
Baca juga: Intel Polisi Datangi Kader Demokrat Kubu AHY, Rachland Nashidik: Tak Usah Beri yang Diminta!
"Bila membandel dalam proses, andai ada yang melapor atau menurut analisa dan prediksi petugas berpotensi terhadap disintegrasi bangsa."
"Gangguan terhadap stabilitas nasional, intoleran, menimbulkan terjadinya konflik sosial, (pemanggilan) klarifikasi dapat dilakukan saat itu," jelasnya.
Namun demikian, pihak Polri tetap mengedepankan penyelesaian masalah UU ITE dengan cara mediasi atau restorative justice.
"Silakan aja (mendebat) kan semua ada risikonya."
"Sepanjang personal kan harus pihak yang dirugikan yang melapor."
"Andai dilaporkan juga terbuka ruang mediasi," paparnya.
Dikirim Pesan Langsung
Polri akan mengawasi konten media sosial yang terindikasi melanggar UU ITE terkait pencemaran nama baik, fitnah, maupun penghinaan.
Pengawasan virtual police tersebut dilakukan di aplikasi ataupun platform yang paling banyak digunakan masyarakat, yakni platform Facebook, Twitter, dan Instagram.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi menyatakan, pengguna sosial media yang diduga melanggar UU ITE bakal diberikan edukasi berupa pesan direct message (DM) melalui WhatsApp atau media lainnya berupa peringatan.
"Peringatan virtual sifatnya begini, pada saat orang melakukan kira-kira kesalahan, kita anggaplah si Badu."
"Saudara Badu hari ini Anda meng-upload konten jam sekian tanggal sekian."
"Konten ini berpotensi pidana SARA dengan ancaman hukuman penjara'," kata Slamet di akun YouTube Siber Tv, Jumat (19/2/2021).
Slamet menerangkan, tim patroli siber bakal memberikan pesan peringatan sebanyak 2 kali kepada pelanggar.
Dalam peringatan itu, tim akan menjelaskan terkait pasal yang dilanggar jika pelaku mengunggah konten tersebut.
"Bentuk pesan peringatannya itu nanti kita akan sampaikan secara lengkap dengan informasi mengapa konten tersebut mempunyai pelanggaran."
"Atau kah kata-katanya, atau kah mengandung hoaks," jelasnya.
Para pelanggar juga diminta untuk menurunkan kontennya tersebut paling lama 1x24 jam.
Jika menolak, pelanggar akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
"Pada saat dia tidak turunkan, kita ingatkan lagi, kalau tidak ingatkan kita klarifikasi."
"Undangan klarifikasinya itu pun sifatnya tertutup, jadi orang tidak usah tahu karena privasi."
"Namun kalau sudah dilakukan tahapan itu kemudian tidak mau kooperatif, kira-kira bagaimana?"
"Tapi sesuai perintah Bapak Kapolri, cara-cara humanis itu harus dikedepankan karena ini program 100 hari beliau polisi yang humanis," paparnya. (Igman Ibrahim)
SUMBER : Wartakotalive