Makin Memanas, China Dikepung Amerika Serikat dan Sekutunya di Laut China Selatan
Ancaman bagi China di Laut China Selatan semakin meningkat setelah kehadiran sekutu Amerika Serikat.
TRIBUNJAMBI.COM - Ancaman bagi China di Laut China Selatan semakin meningkat setelah kehadiran sekutu Amerika Serikat.
Bermula dengan kedatangan pasukan Angkatan Laut Inggris dengan kapal perang HMS Queen Elizabeth mulai mendatangi Laut China Selatan.
Kemudian kekuatan tambahan dari Perancis mulai dikirimkan bersama kapal selam berpelontar nuklir dan satu kapal perang.
Bahkan tambahan kekuatan dari kapal fregat Jerman rencananya akan sambangi perairan panas itu pada Agustus mendatang.
Belum lagi dari rencana kehadiran pasukan Inggris.
Dilansir abs-cbn.com, Angkatan Laut AS sendiri mengerahkan kapal induk USS Theodore Roosevelt dan USS Nimitz Selasa lalu bersama kapal perang lain termasuk kapal penjelajah berpeluru kendali USS Bunker Hill dan USS Princeton.
China juga akan dihadang kapal penghancur USS Russell dan USS John Finn juga dikirimkan ke tempat tersebut.
Menurut menteri pertahanan Perancis Florence Parly patroli Perancis adalah pencapaian bukti jika angkatan laut dapat menyusun strategi dengan rekannya untuk jangka waktu lama dan jauh dari rumah.
Direktur lembaga penelitian di Beijing South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, Hu Bo, menyebut aktivitas AS dan Perancis di perairan itu merupakan upaya menambah tekanan pada China.
"Setelah Presiden Joe Biden menjabat, sekutu AS yakin jika AS akan memikul kewajiban internasionalnya dalam mengontrol dengan China," ujarnya.
Administrasi Biden menyebut China akan menjadi pusat dari kebijakan luar negerinya, dan bahwa Washington akan bekerja dengan mitranya dalam strategi persaingan dengan Beijing.
Keterlibatan pasukan NATO dalam masalah ini sebenarnya bukanlah hal baru.
September 2020, Inggris, Perancis, dan Jerman, semua anggota NATO, dikabarkan membuat pernyataan gabungan kepada PBB membantu tuntutan internasional 2016 melawan hampir semua klaim Beijing di Laut China Selatan.
Mereka sepakat jika klaim Beijing atas 'hak bersejarah' di perairan itu tidak sesuai dengan hukum internasional.
"Ini juga merupakan pembesaran dari NATO, dan mereka pasti akan meningkatkan tekanan militer ke China di Laut China Selatan," ujar komentator militer Song Zhongping, mantan instruktur PLA.