Lawan Covid 19

WFH Dilonggarkan 50 Persen, PPKM Mikro Diterapkan Mulai Besok

Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan baru untuk menangani penyebaran Covid-19 di Indonesia. Kebijakan yang dinamai Pemberlakuan

Editor: Fifi Suryani
Istimewa
Presiden Jokowi saat resmikan Bank Syariah Indonesia. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan baru untuk menangani penyebaran Covid-19 di Indonesia. Kebijakan yang dinamai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro itu mulai diterapkan pada Selasa (9/2) besok.

Dalam pertemuan dengan gubernur dari lima provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Bali, Rabu (3/2) lalu, Jokowi mengatakan PPKM di Jawa dan Bali yang sudah diperpanjang hingga dua kali masih belum efektif menekan laju penularan Covid-19. Karena itu ia menilai perlu adanya PPKM berskala mikro yang diterapkan mulai dari tingkat RT/RW.

”Sehingga, saya sampaikan PPKM di level mikro, yakni level kampung, desa, RW dan RT itu penting,” kata Jokowi.

Lalu apa bedanya PPKM Mikro ini dengan PPKM biasa yang dianggap tak efektif itu? Menurut Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Nasional, Brigjen TNI (Purn) Alexander Ginting, PPKM Mikro lebih menitikberatkan kepada pengawasan sampai tingkat desa, termasuk mengawasi orang-orang yang melakukan isolasi mandiri.

”Berdasarkan keputusan Presiden bahwa mulai 9 Februari ini akan dilaksanakan PPKM berskala mikro," ujar Alexander, Sabtu (6/2).

Jokowi menganggap ada dua hal yang kurang selama implementasi PPKM. Pertama, penerapan protokol kesehatan di masyarakat, yakni kurangnya kedisiplinan memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Kedua, upaya pengetesan, pelacakan dan perawatan (testing, tracing, treatment) oleh pemerintah. Jokowi menekankan, proses pelacakan kontak paling tidak harus dilakukan kepada 30 orang yang diduga kontak erat dengan pasien Covid-19.

”Sehingga saya sampaikan PPKM di level mikro, yakni di level kampung, desa, RW dan RT itu penting. Itu kuncinya di situ, di lapangan yang harus dikerjakan," ungkap Jokowi.

Dalam penerapan PPKM berskala mikro ini, Alexander menganjurkan setiap desa dapat mendirikan posko tanggap Covid-19 sebagai pendamping tim pelacak dan fasilitas kesehatan di tingkat desa seperti puskesmas. Fungsi PPKM Mikro ini adalah mendampingi Puskesmas dan fasilitas tenaga kesehatan di desa-desa sebagai tim pelacak.

Persoalannya adalah setelah tim pelacak datang, siapa yang akan mengawasi? "Mereka yang dikarantina 14 hari harus dikasih makan, diawasi. Artinya harus ada posko di desa yang mendampingi puskemas, yang mendampingi tim pelacak. Sehingga mereka yang diisolasi harus 14 hari dikurung, kalau dikurung harus dikirim makanan, harus diawasi," kata dia.

Terkait kebijakan baru ini, Menteri Dalam Tito Karnavian sudah mengeluarkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) soal PPKM berskala mikro pada Minggu (7/2) kemarin. Keluarnya Inmendagri itu dibenarkan oleh Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan. “Benar,” ujarnya singkat.

Inmendagri terkait PPKM mikro ditujukan kepada kepala daerah, yakni Gubernur, Bupati/Walikota di 5 provinsi Indonesia, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Ada beberapa hal yang diatur dalam Inmendagri itu.

Di antaranya terkait kegiatan di perkantoran. Jika saat PPKM perkantoran diwajibkan melaksanakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) hingga 75 persen, maka pada PPKM skala mikro ini kegiatan perkantoran diperbolehkan hingga 50 persen.

”PPKM mikro dilakukan dengan membatasi tempat kerja dengan menerapkan work from home (WFH) sebesar 50 persen dan work from office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat,” begitu bunyi poin ke-19 yang tercantum dalam Inmendagri tersebut.

Dalam Inmendagri itu juga disebutkan bahwa kapasitas kegiatan makan di restoran diperbolehkan hingga 50 persen dan layanan pesan-antar dapat dilakukan sesuai jam operasional restoran dengan tetap mengedepankan protokol. Kemudian untuk jam operasional restoran dan pusat perbelanjaan/mall diperbolehkan hingga pukul 9 malam waktu Indonesia tanpa mengesampingkan protokol. “Pemberlakukan PPKM Mikro mulai berlaku sejak tanggal 9 Februari 2021 sampai dengan tanggal 22 Februari 2021.”

Peraturan PPKM mikro ini disebut akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala hingga 4 minggu ke depan oleh masing-masing kepala daerah bersama dengan pemangku kepentingan terkait. Kepala daerah juga diimbau untuk memperkuat dan meningkatkan sosialisasi dan penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan.

Konsep Belum Jelas
MENANGGAPI rencana pemberlakuan PPKM mikro ini, epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan, konsep dari kebijakan tersebut masih belum jelas, baik secara istilah maupun secara substansi.

"Apa yang dimaksud dengan PPKM berskala mikro? Apa istilah ini sama dengan karantina wilayah berskala mikro? atau apakah sekedar nama lain dari istilah semacam "kampung tangguh"?" kata Windhu.

Windhu mengatakan, kalau yang dimaksud dengan PPKM mikro adalah karantina wilayah tapi berskala mikro, berarti ada wilayah mikro (RT/RW/Desa-Kelurahan) yang dikarantina, tetapi ada juga yang tidak dikarantina.

"Apa indikator penetapan wilayah-wilayah mikro yang akan dikarantina dan yang tidak? Bukankah dalam kondisi testing rate dan contact tracing yang sangat kecil di Indonesia (3 persen populasi saja belum sampai) kita seperti punya peta buta, sehingga tidak bisa menetapkan wilayah mikro yang berisiko tinggi/rendah," kata Windhu.

Selain itu, dia juga mempertanyakan status wilayah mikro yang dianggap berisiko rendah karena dinilai tidak ada kasus atau kasusnya sedikit. "Memang benar-benar tidak ada kasus atau kasus sedikit? Itu bisa sangat menyesatkan, karena bisa saja itu semu karena kita tidak mampu mendeteksinya akibat testing yang sangat lemah," kata Windhu melanjutkan.

Menurut dia, bila testing rate makin lemah, maka karantina wilayah yang diberlakukan harus makin makro, sedikitnya tingkat kota/kabupaten, atau tingkat provinsi, pulau atau nasional. Sedangkan semakin tinggi testing rate, maka makin bisa dilakukan karantina wilayah yang mikro, bahkan sampai tingkat RT-RW. "Contoh yang dilakukan di Hongkong. Pemerintahnya bisa melakukan lockdown tingkat mikro, yaitu blok-blok, karena testing ratenya mencapai lebih dari 85 persen populasinya," ujar Windhu.

Di sisi lain, Windhu mengatakan, jika pengertian PPKM berskala mikro adalah semacam "kampung tangguh", maka sebetulnya kebijakan tersebut tidak berbeda dengan apa yang selama ini disebut oleh pemerintah sudah dilakukan. "Ya enggak apa-apa kalau ini yang dioptimalkan. Berarti ini sebuah pengakuan bahwa konsep "kampung tangguh" selama ini belum banyak diimplementasikan dengan benar, hanya nama doang," kata Windhu.

Windhu menilai, seharusnya pemerintah tidak hanya suka bermain istilah atau nama dalam hal menentukan kebijakan. Menurut dia, kebijakan pengendalian pandemi Covid-19, secara substansi, harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemutusan rantai penularan berdasarkan keilmuan public health atau epidemiologi. "Yaitu betul-betul membatasi mobilitas dan interaksi warga. Mobilitas hanya boleh untuk kepentingan yang sangat esensial, dan itu pun harus 100 persen menjalankan protokol kesehatan," kata Windhu.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved