Begini Respon dan Tanggapan Mahduf MD Soal Siswi Nonmuslim Wajib Berjilbab di Sekolah

Mahfud MD menyebut jika aturan tersebut sangat tidak terpat, terlebih anjuran tersebut diwajibkan ke siswi nonmuslim.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Menko Polhukam Mahfud MD menjadi pembicara kunci saat seminar nasional untuk memperingati HUT Ke-6 Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Jakarta, Selasa (15/12/2020). Seminar tersebut membahas tema Pengelolaan Perbatasan Laut Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. ( 

TRIBUNJAMBI.COM - Adanya kasus sekolah di Padang yang mewajibkan siswi nonmuslim menggunakan jilbab mendapatkan perhatian dari Menteri Koordinator bidang Polhukam (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Mahfud MD menyebut jika aturan tersebut sangat tidak terpat, terlebih anjuran tersebut diwajibkan ke siswi nonmuslim.

Dalam cuitan di Twitter pribadinya yakni @Mohmahfudmd menegaskan bahwa tidak boleh ada kewajiban anak nonmuslim menggunakan jilbab. 

Seperti diketahui, kasus siswi SMK Negeri 2 Padang nonmuslim yang dipaksa mengenakan jilbab oleh pihak sekolah mendapatkan banyak tentangan.

Baca juga: Begini Bocoran Pernikahan Ayu Ting Ting dan Adit Jayusman, Desainer dan WO Bilang Begini

Baca juga: Cara Dapat Token Listrik Gratis 2021, Cukup Kirim Ini Via Nomor Whatsapp 08122123123

"Akhir 1970-an sd 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kata Mahfud dalam akun twitternya dikutip pada Minggu, (24/1/2021).

Menurut Mahfud sampai akhir 1980-an,  ada diskriminasi terhadap orang Islam di Indonesia.

Berkat perjuangan Nahdatlul Ulama, Muhammadiyah,  dan lainnya melalui pendidikan akhirnya diskriminasi tersebut memudar dan  demokratisasi menguat. 

Pada  awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus.

"Pada awal 1950-an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," katanya.

Mahfud menambahkan kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri tersebut sekarang ini menunjukkan hasilnya.

Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. 

"Mainstream keislaman mereka adalah wasarhiyah Islam: moderat dan inklusif," pungkasnya.

Baca juga: Mertua Laporkan Menantu ke Polisi, Gara-gara Masuk Rumah Tanpa Ijin Setelah Setahun Menghilang

Dugaan Kasus Pemaksaan Memakai Jilbab

Kepala SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, Rusmadi, akhirnya meminta maaf atas kasus dugaan pemaksaan memakai jilbab terhadap siswi nonmuslim yang di sekolah yang dipimpinnya.

Rusmadi meminta maaf atas pemberlakuan peraturan itu.

"Dalam menangani dan memfasilitasi keinginan dari ananda JC kelas X untuk berseragam sekolah yang disebutkan dalam surat pernyataan, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran serta Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling dalam penetapan aturan dan tata cara berpakaian siswi," kata Rusmadi dalam jumpa pers di Padang, Jumat (22/1/2021).

Kasus ini menjadi viral ketika orang tua JC, Elianu membagikan video berisi rekaman pertemuan dengan pihak sekolah.

Orang tua JC itu membagikan video perbincangan antara perwakilan pihak sekolah di Facebook.

Video itu ditanggapi oleh 3,6 ribu akun, dibagikan 3,4 ribu kali, dan mendapatkan 5,5 ribu komentar.

Elianu juga mengunggah surat pernyataan yang dibuatnya terkait kasus itu.

Dalam surat pernyataan itu, putrinya JC menyatakan tidak bersedia memakai kerudung seperti yang digariskan oleh peraturan sekolah.

Rusmadi mengatakan saat ini JC tetap bersekolah seperti biasa.

"Tadi JC sekolah seperti biasa di sekolah. Kami berharap kesalahan, kekhilafan, kesimpangsiuran informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kebersamaan dan keberagaman," tutur Rusmadi.

Rusmadi sendiri menyebut aturan yang mewajibkan siswi berjilbab itu sudah ada sejak lama.

Menurut Rusmadi, di sekolah itu ada 46 siswi nonmuslim, dan seluruhnya mengenakan jilbab dalam aktivitas sehari-hari, kecuali JC.

"Secara keseluruhan di SMK Negeri 2 Padang ada 46 anak (siswi) nonmuslim, termasuk Ananda JC. Semuanya (kecuali JC) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang muslim. Senin sampai Kamis, anak-anak tetap menggunakan kerudung walaupun nonmuslim," kata Rusmadi.

Baca juga: Agnez Mo dan Ariel Noah Kepergok Jalan Berdua, Netizen Sampai pertanyakan Hal Ini, Lagi PDKT?

Rusmadi menegaskan pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apa pun terkait pakaian seragam bagi nonmuslim.

Dia mengklaim siswi nonmuslim di SMK tersebut memakai hijab atas keinginan sendiri.

"Tidak ada memaksa anak-anak. (Di luar aturan sekolah), memakai pakaian seperti itu adalah juga keinginan anak-anak itu sendiri. Kami pernah menanyakan, nyaman nggak memakainya. Anak-anak menjawab nyaman, karena semuanya memakai pakaian yang sama di sekolah ini, tidak ada yang berbeda."

"Bahkan, dalam kegiatan-kegiatan keagamaan (Islam) yang kami adakan, anak-anak nonmuslim juga datang, walaupun sudah kami dispensasi untuk tidak datang. Artinya, nyaman anak-anak selama ini," jelas Rusmadi.

"Tidak ada perbedaan, dan tidak ada gejolak selama ini," tambah dia.

Rusmadi menekankan aturan berpakaian sudah ada sejak lama, jauh sebelum SMA-SMK di bawah pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi.

Meski begitu, secara gentle ia menyampaikan permohonan maaf atas keteledoran dan kesalahan jajarannya di Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling.

"Selaku Kepala SMK Negeri 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling, dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," katanya lagi.

Di sisi lain Kadis Kominfo Sumbar Jasman Rizal menjelaskan, tidak ada satupun regulasi atau kebijakan dari Pemprov Sumbar tentang adanya kewajiban dan paksaan bagi nonmuslim untuk berpakaian muslim ataupun muslimah.

Kalau ada aturan seperti itu, dia mengira bahwa aturan itu itu dibuat oleh pihak sekolah.

Baca juga: Majid Warga Desa Teluk Kecimbung Sarolangun Hanyut di Sungai Batang Tembesi, Begini Kronologisnya

"Pemprov Sumbar tidak ada membuat regulasi ataupun kebijakan agar non muslim berhijab, tidak ada itu. Itu adalah kebijakan sekolah yang ke depan akan dievaluasi secara menyeluruh. Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan mengevaluasinya," ungkap Jasman.

Ia menambahkan, peralihan kewenangan SLTA diurus oleh Pemprov, dulunya aturan berpakaian Muslimah setiap hari Jumat itu telah ada dan itu kebijakan Pemko saat itu.

Di saat kewenangan mengurus SLTA berpindah ke provinsi, aturan ini belum sempat dievaluasi, karena tidak ada permasalahan selama ini.

"Akan tetapi dengan adanya kasus ini, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan segera mengevaluasi seluruh aturan berpakaian dan memastikan bahwa tidak akan terjadi lagi persoalan seperti ini," harap Jasman Rizal.

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri menambahkan, tidak ada maksud dari sektor pendidikan memberikan sikap pemaksaan sebab tidak ada aturan yang membolehkan hal tersebut.

"Saya perintahkan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai atuan yang berlaku," tegas Adib Alfikri.

Selain itu, menurut Adib, agar hal serupa tidak terulang kembali, ia akan membuat edaran resmi.

Kemudian mengkaji ulang serta merevisi jika ditemukan aturan-aturan yang tidak seharusnya.

Baca juga: Majid Warga Sarolangun Diduga Hanyut dan Tenggelam di Sungai Batang Tembesi

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved