Rocky Gerung dan UAS Sudah Jadi Target? Kenapa Tak Ditangkap, Mahfud MD Akhirnya Ungkap Alasannya
Mulai tahun 2021 ini, pemerintahan Jokowi akan memberi kewenangan penuh kepada polisi siber di dunia maya. Siapa saja bisa ditangkap.
Rocky Gerung dan UAS Sudah Jadi Target? Kenapa Tak Ditangkap, Mahfud MD Akhirnya Ungkap Alasannya
TRIBUNJAMBI.COM - Menko Pohukam memperingatkan pada seluruh Warga Negara Indonesia untuk bijak memanfaatkan media sosial.
Mulai tahun 2021 ini, pemerintahan Jokowi akan memberi kewenangan penuh kepada polisi siber di dunia maya. Siapa saja yang melanggar undang-undang akan mendapatkan ganjarannya.
Namun polisi siber nantinya tetap diminta proporsional menindak tiap warga yang melanggar aturan di dunia maya.
Menurut Mahfud MD, polisi siber ini tidak akan semena-mena memberangus hak warga negara menyampaikan aspirasinya.
Baca juga: Nama Aa Gym Jadi Heboh Gegara Ucapan Selamat Natal, Lalu Buru-buru Buat Klarifikasi Begini
Baca juga: Stevanus Jenderal Mabes Polri dan Eks Dir Reskrimsus Polda Sumsel Ditangkap di Bali Ini Sebabnya
Baca juga: Rocky Gerung Sudah Curiga Karni Ilyas Pindah ke Youtube, Kecewa ILC Dihentikan Sampai Bilang Begini
Termasuk tidak akan memanfaatkan polisi siber untuk menangkap siapa saja yang anti kepada rezim.
Pemerintah memutuskan untuk memasifkan kegiatan kepolisian siber pada 2021 mendatang.
Adapun hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas.id, Kamis (17/12/2020).

"Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber," kata Mahfud MD dikutip dari Kompas.id, Sabtu (26/12/2020).
"Tahun 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga berbahaya," ucap dia.
Mahfud MD nantinya akan berupa kontra-narasi.
Apabila ada kabar yang tidak benar beredar di media sosial, maka akan diramaikan oleh pemerintah bahwa hal itu tidak benar.
Sementara, jika ada isu yang termasuk dalam bentuk pelanggaran pidana maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi," ujarnya.
"Dalam waktu sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap," kata Mahfud MD.
Baca juga: KPK Diminta Jokowi Awasi Kebijakan di Tengah Pandemi, Mahfud MD: Kalau Perlu Menterinya Ditangkap
Baca juga: Terbongkar, Ini Sebab Soeharto Tak Diculik dan Dibunuh PKI, Malah Muncul Sebagai Pahlawan
Baca juga: Irma Suryani Sewot Sandiaga Uno Jadi Menteri Jokowi, Percuma Kami Berdarah-darah di Pilpres
Mahfud MD mengatakan, polisi siber Indonesia sudah memiliki kemampuan untuk mendeteksi dengan cepat pelaku pelanggaran siber.
Hukuman fisik yang bisa dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh aparat penegak hukum juga sudah disiapkan pemerintah.
"Apa contohnya dipertanggungjawabkan? Kalau sifatnya hinaan terhadap personal kita tidak peduli. Tetapi kalau sudah berhubungan dengan kepentingan masyarakat, polisi bertindak," tuturnya.
Ia menambahkan, selama ini sebenarnya polisi Indonesia mampu menangkap pihak yang menyebarkan konten tidak baik berkaitan dengan kepentingan rakyat.
Namun, perbuatan itu tidak langsung ditindak oleh polisi karena menjaga agar masyarakat tidak takut dengan polisi dan pemerintah.
"Ini tampaknya sudah mulai memanas, kita lebih panas juga agar lebih tertib," ucap Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan pemerintah berupaya menyeimbangkan antara menjaga tertib sosial dan kebebebasan sipil di 2021 dengan mengaktifkan polisi siber.

Mahfud MD menyebut tindakan tegas hanya akan dilakukan terhadap hal-hal yang kelewat batas yang jelas-jelas mengandung unsur ancaman atau merendahkan martabat.
"Bagi pemerintah itu harus bisa mengambil tindakan-tindakan yang seimbang untuk itu.
Yang ditindak itu memang yang keterlaluan, yang sudah jelas secara visual, bukan karena ekspresi yang murni.
Yang mengandung unsur pengancaman, merendahkan martabat, itu yang diambil yang seperti itu," kata Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, selama ini pemerintah dihadapkan pada masalah yang dilematis.
Jika pemerintah diam, publik bertanya-tanya kehadiran negara.
Tapi jika pemerintah tidak diam, publik menganggap pemerintah melanggar HAM.
"Begitu kita turun tangan muncul lagi tanggapan atau tudingan kepada pemerintah dianggap mengganggu kebebasan sipil, hak asasi dan sebagainya. Itu memang satu dilema. Itulah yang mungkin disebut sebagai oleh teman-teman sebagai digital dictatorship," ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah tebang pilih dalam memproses suatu kasus hukum.
Mahfud MD membantah jika laporan kejahatan oposisi langsung diproses, sementara jika bukan oposisi langsung dibebaskan.
Mahfud MD menyebut ada pula orang-orang yang merupakan bagian dari pemerintahan proses hukumnya terus berlanjut, misalnya terkait kasus korupsi atau kejahatan lain.
"Sementara banyak juga kelompok oposisi yang dilaporkan tetapi dibebaskan, misalnya Rocky Gerung dilepas. Ustaz Abdul Somad itu kurang apa lagi dilaporkan orang, tetapi tidak diproses juga oleh pemerintah. Jadi banyak yang juga dibebaskan," kata dia.
Mahfud MD menjelaskan, ada tiga pilar dalam hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Ia mengatakan bisa jadi ada kasus hukum yang ditindak adil dan pasti tetapi tidak bermanfaat.
Ia mencontohkan tuduhan-tuduhan kepada pemerintah yang menimbulkan kegaduhan.
Menurut Mahfud, kasus-kasus seperti itu dapat dikesampingkan, tetapi tetap diawasi.
"Nah, yang begitu kita sering koordinasi karena menyeimbangkan antara keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum," ujar Mahfud MD.
"Saya sebagai koordinator untuk membuat keseimbangan dalam langkah-langkah itu. Dan kami cukup kompak kalau rapat biasanya pimpinan atau unsur tertinggi yang datang mulai dari Kapolri, Panglima, Kepala BIN, dan menteri," tegasnya.(*)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Mahfud MD Menko Jokowi Ungkap Ternyata Ini Alasan Pemerintah Tidak Tangkap UAS dan Rocky Gerung.