Rizieq Shihab Jadi Salah Satu Tersangka Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan, Langgar Pasal Ini

Rizieq Shihab termasuk salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
ist
Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka. 

TRIBUNJAMBI.COM - Polda Metro Jaya menetapkan enam orang tersangka dalam kasus kerumunan saat acara pernikahan putri pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

Penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Selasa (8/12/2020).

"Selasa kemarin tanggal 8 penyidik Polda Metro telah melakukan gelar perkara tentang tindak pidana kekarantinaan kesehatan dan pelanggaran di Pasal 160 KUHP," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis (10/12/2020).

"Hasilnya ada enam yang telah ditetapkan sebagai tersangka," jelas dia.

Rizieq Shihab termasuk salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Baca juga: Doa dan Dzikir Setelah Sholat Fardu, Sholat Magrib, Sholat Isya, Sholat Subuh, Sholat Dzuhur, Ashar

Baca juga: Bacaan Surat Yasin 83 Ayat Dilengkapi Link Download MP3 untuk Diperdengarkan di Malam Jumat

"Pertama penyelenggara saudara MRS di pasal 160 dan 216 KUHP, kedua ketua panitia HU, sekretaris panitia saudara A, keempat MS penanggung jawab, kelima SL itu penanggung jawab acara, dan HI kepala seksi acara," terang Yusri. (TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)

Beredar Chat Kapolda Metro tentang Rizieq Shihab, Ini Faktanya 

Polda Metro Jaya memastikan beredarnya pemberitaan percakapan WhatsApp Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran tentang upaya pembunuhan terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab adalah hoaks.

"Bahwa ada percakapan Pak Kapolda Metro Jaya dalam satu WA-nya ini saya jelaskan bahwa ini adalah berita tidak benar," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (9/12/2020).

Yusri mengatakan berita tentang percakapan tersebut viral di media sosial dan dibuat mengatasnamakan media online detik.com.

Kepolisian sendiri sudah mengkonfirmasi kepada pihak detik.com terkait hal itu, dan ternyata media online tersebut menyatakan tidak pernah membuat berita tersebut. 

"Saya sudah konfirmasi ke media detik.com, dari media pun menyatakan tidak pernah memberitakan seperti ini dan ini editan.

Ini di edit karena media tersebut tidak pernah mengeluarkan berita ini," jelasnya. 

Yusri pun mengatakan polisi sudah memberikan cap stempel bahwa berita itu tidak benar adanya di medsos milik kepolisian. 

Dia juga mengimbau agar masyarakat lebih bijak dalam bermedia sosial agar tak terprovokasi oleh berita yang belum dapat dipastikan kebenarannya. 

"Pembelajaran masyarakat juga bahwa tahu bijak dalam bermedsos untuk bisa tanggapi apapun yang ada di medsos.

Ini upaya orang yang mau provokasi menyebarkan berita tidak benar dengan menumpangi media yang ada," kata dia.

Lebih lanjut, Yusri menegaskan pihaknya akan melakukan pendalaman terkait kasus ini dan memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Ini upaya provokasi, kami akan lakukan pendalaman, pelaku akan kita tindak sesuai hukum berlaku," pungkasnya. 

Baca juga: Pencairan DD dan ADD Tahap Ketiga di Tanjabtim Ditargetkan Rampung Sebelum 24 Desember 2020

Fakta Sebenarnya

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan menilai bahwa peristiwa penembakan 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) harus diusut dan diproses hukum agar publik mengetahui fakta yang sebenarnya.

Perwakilan koalisi, Wakil Koordinator KontraS Feri Kusuma menjelaskan, konstitusi RI menjamin setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia harus diajukan ke pengadilan dan dihukum melalui proses yang adil dan transparan.

"Koalisi Masyarakat Sipil meminta penyelidikan yang serius, transparan dan akuntabel terhadap penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang menyebabkan 6 orang meninggal dunia," kata Feri lewat keterangan tertulis, Rabu (9/12/2020).

Selain itu, kata Feri, koalisi turut mendesak pemerintah untuk membentuk tim independen melibatkan Komnas HAM guna menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam peristiwa tersebut, serta membuka hasil fakta-fakta yang ditemukan dari proses penyelidikan tersebut.

"Setiap tindakan yang diambil oleh aparat kepolisian haruslah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Tak hanya itu, koalisi juga mendesak agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan terhadap saksi, yang keterangannya sangat diperlukan untuk membuat terang perkara ini.

Sebagaimana diketahui, baik Polri maupun FPI menyampaikan fakta berbeda terkait peristiwa pada Senin, 7 Desember 2020 dini hari di Tol Cikampek, Karawang yang berujung kematian 6 anggota FPI yang sedang mengawal Habib Rizieq Shihab.

Polisi mengklaim para laskar FPI itu ditembak karena menyerang petugas yang menguntit mereka. FPI membantah anggotanya membawa senjata dan menyerang lebih dulu.

Mereka justru menuding polisi yang memprovokasi lebih dulu.

Baca juga: Labkesda Pemkot Jambi Akan Beroperasi Tanpa Mesin PCR

Kata Feri, jika memang terdapat dugaan memiliki senjata api dan tidak memiliki izin,

tentunya hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan harus diusut tuntas pula.

Begitu juga dengan penggunaan dengan senjata api oleh kepolisian, lanjut Feri, seharusnya hanya merupakan upaya terakhir yang sifatnya untuk melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan.

"Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia," jelas Feri.

Feri berujar, koalisi tidak menampik bahwa anggota kepolisian juga harus dilindungi dalam kondisi yang membahayakan nyawanya. Adapun upaya penembakan yang ditujukan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu.

Perkap 1/2009 secara tegas dan rinci telah menjabarkan dalam situasi seperti apa upaya penembakan dapat dilakukan dan prinsip-prinsip dasar apa saja yang harus selalu dipegang teguh oleh aparat kepolisian dalam melakukan upaya penembakan tersebut.

"Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkap 1/2009, sebelum memutuskan untuk melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu tindakan seperti perintah lisan, penggunaan senjata tumpul, senjata kimia seperti gas air mata atau semprotan cabe," ujar Feri. 

SUMBER: Bangkapos

Baca juga: Kantor Bahasa Provinsi Jambi Terjemahkan Buku Pedoman Perubahan Perilaku Penanganan Covid-19

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved