Pilpres Amerika Serikat

Trump Kalah, Ngotot Tolak Hasil Pilpres Amerika Karena Takut Dipenjara, Kasus Pelecehan Menunggu

Donald Trump benar-benar akan kehilangan hak istimewa eksekutifnya untuk mencegah orang melawannya.

Editor: Teguh Suprayitno
Brendan Smialowski / AFP
Presiden AS Donald Trump tiba untuk berbicara di Brady Briefing Room di Gedung Putih di Washington, DC pada 5 November 2020. Orang dalam Gedung Putih mengungkapkan, di balik ngototnya Trump menolak hasil Pilpres AS, Trump dilanda ketakutan akan dipenjara bila ia tidak jadi presiden karena begitu banyaknya tuntutan hukum terhadapnya. 

Perwakilan Bill Pascrell meminta pengawas untuk melakukan penyelidikan, yang ditanggapi oleh badan tersebut bahwa tidak dikonsultasikan tentang keputusan untuk menggunakan ruang di dalam Gedung Kantor Eksekutif Eisenhower sebagai ruang perang kampanye.

The Hatch Act melarang penggunaan properti federal untuk acara kampanye.

Tetapi Partai Republik menyelenggarakan konvensi pemilihan umum dan banyak acara lainnya di Gedung Putih.

Tetapi bukan hanya lembaga penegak hukum yang mengambil tindakan terhadap Trump.

Keponakannya Mary Trump juga menggugat Donald, saudara perempuannya, dan harta milik almarhum saudara laki-laki mereka.

Dia menuduh penipuan, mengatakan mereka merampas haknya di kerajaan properti keluarga.

Beberapa ahli hukum telah memperkirakan bahwa jika dia kalah, Trump akan menggunakan hari-hari terakhirnya di kantor sebelum pelantikan Joe Biden pada 20 Januari untuk mengampuni dirinya sendiri dari setiap dan semua kejahatan federal.

Jika dia melakukannya, keputusan apakah akan membuka kembali kasus-kasus itu akan jatuh ke tangan pemerintahan Biden yang baru.

Trump juga dapat dikecam oleh kesaksian mantan penasihat khusus Robert Mueller kepada Kongres pada tahun 2016 bahwa seorang Presiden dapat didakwa dengan kejahatan setelah dia meninggalkan jabatannya.

(tribunnewswiki.com/hr)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Di Balik Ngototnya Trump Tolak Hasil Pilpres AS, Takut Dipenjara: Tuntutan Hukumnya Terlalu Banyak.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved