Agroforestry Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kawasan Hutan
Agroforestry, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, keanekaragaman hayati kawasan hutan, berita jambi
TRIBUNJAMBI.COM - Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi mengadakan Webinar Series Perhutanan Sosial dan TORA Seri 2, Kamis (5/11/2020)
Topik yang dibahas adalah Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pola Agroforestry di Kawasan Hutan.
Agroforestry sebagai sistem budidaya jenis tanaman campuran berpotensi mengurangi tekanan sumber daya lahan dan air dengan menghasilkan hasil panen lebih tinggi.
Pada ladang petani di lahan pertanian, agroforestry dipraktikkan dengan memelihara pohon, tanaman semusim dan ternak dalam lahan yang sama untuk mendapatkan penghasilan, makanan, pakan ternak, bahan bakar atau bahan bangunan.
Agroforestry bisa jadi model untuk mempertahankan fungsi ekologis keanekaragaman hayati kawasan hutan dan meningkatkan pendapatan masyarakat di area hutan dan perusahaan.
Dalam webinar kali ini, Fakultas Kehutanan Pertanian Unja mengundang narasumber, yaitu Bambang Rosyid, SSE MSi (Kepala Seksi Perbenihan Tanaman Hutan), Dr Forst Ir Bambang Irawan SP MSc IPU, Arifadi Budiarjo ST MSi (Public Affairs GM PT RLU), Taufik Qurrahman (APHI Jambi), dan Dr Subekti Rahayu (ICRAF).
Dalam paparan Bambang Rosyid menjelaskan mengenai potensi-potensi yang bisa digali untuk dikenalkan pada masyarakat mengenai tanaman hutan yang ada di Jambi.
Juga melakukan pemeliharaan dan memperbanyak koleksi tanaman yang berupa tanaman kayu dan MPTS (Multipurpose Tree Species) yang akan dibagikan kepada masyarakat-masyarakat yang membutuhkan.
“Kawasan hutan yang luas harusnya memberi kontribusi yang juga besar terhadap pendapatan nasional. Oleh karena itu, dengan dilakukannya agroforestry kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat, dan memberikan keuntungan baik dari segi ekologi maupun ekonomi,” jelas Bambang Irawan
Dalam bentang lahan, yang terdapat lahan pertanian, perkebunan, hutan dan penggunaan lain yang dikelola sebagai satu kesatuan dan saling terkait, agroforestry mempertahankan fungsi produksi dan fungsi perlindungan lingkungan untuk menghasilkan dan memberikan jasa ekosistem secara lokal, regional dan global.
Taufik Qurrahman memaparkan APHI Jambi bersama KTH Mekar Jaya yang mengambil peran sebagai mitra yang berkontribusi dalam pendanaan, pendampingan, dan sudah melaksanakan agroforestry seperti pembuatan jahe merah yang sudah dipasarkan di pasar lokal, menanam semangka, pengembangbiakan domba dan juga hortikultura.
Melalui penyimpanan stok karbon, agroforestry berkontribusi pada regulasi iklim dan mitigasi perubahan iklim.
Agroforestry menyangga daerah aliran sungai dari curah hujan ekstrim dan meningkatkan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, memelihara keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesuburan tanah.
Sebagai salah satu perwakilan dari perusahaan PT Royal Lestari Utama yang memiliki anak perusahaan di Jambi yaitu PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dan PT Wanamukti Wisesa (WMW).
Arifadi Budiarjo menjelaskan sejak tahun 2017 PT Royal Lestari Utama sudah mengeksplorasi beberapa model agroforestry yang akan diterapkan kepada para petani sekitar konsesi perusahaan dalam program kemitraan kehutanan dan pemberdayaan agroforestry.
“Hingga saat ini PT Royal Lestari Utama sudah memadukan tanaman karet dengan hortikultura seperti sayur- mayur, mengembangkan dengan jahe, mengembangkan tanaman kayu, peternakan dan perikanan,” ucapnya.
Selain itu juga memastikan para petani memiliki kesejahteraan dengan membeli hasil karet dengan harga yang adil, melakukan pelatihan dan pendampingan teknis untuk membantu para petani.
“Agar petani lebih berkembang dan juga adanya kolaborasi dengan kelompok tani,” jelasnya.
Subekti Rahayu menyampaikan bahwa melalui kebijakan penggunaan lahan yang terintegrasi, yang bukan sektoral (memisahkan pertanian dan kehutanan), agroforestry bisa menjembatani antar penggunaan lahan, perdagangan, perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya.
Kebijakan perhutanan sosial, bukan hanya soal perizinan semata, melainkan soal pintu masuk, akses kelola hutan menuju kesejahteraan. Rakyat harus menjadi komunitas produktif dan berbisnis secara sistimatis.
Dengan demikian banyak aspek dalam kebijakan perhutanan sosial seperti kelembagaan Kelompok Tani Hutan (KTH), teknologi, pemasaran dan lain-lain yang juga harus siap. (*)
Baca juga: 2 Orang Dekat Zumi Zola Dihadirkan ke Sidang, Terungkap Soal Lobi Jabatan & Uang Komitmen 50 Miliar
Baca juga: Pjs.Gubernur Jambi Harapkan Solusi Permanen Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan