Mengejar Target Inklusi dan Literasi Keuangan di Provinsi Jambi, Cari Peluang di Era Digital
Untuk itu, keuangan yang inklusif akan memberi dampak baik kepada masyarakat, di antaranya mengurangi angka kemiskinan.
*Oleh: Mareza Sutan Ahli Jannah
BELUM maksimalnya akses keuangan di berbagai tempat menjadi satu di antara penyebab terbatasnya partisipasi masyarakat Provinsi Jambi dalam meningkatkan tingkat inklusi keuangan.
Padahal, lembaga keuangan memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian setiap masyarakat.
Untuk itu, keuangan yang inklusif akan memberi dampak baik kepada masyarakat, di antaranya mengurangi angka kemiskinan.
Pada era digital, proses tersebut kian berkembang.
Hanya saja, belum semua masyarakat dapat berpartisipasi dalam mewujudkan target inklusi dan literasi keuangan.
Meski begitu, upaya mendorong masyarakat untuk ambil peran di sini bisa menjadi salah satu yang bisa dilakukan untuk menggenjot inklusi dan literasi keuangan di Provinsi Jambi.
Bank Indonesia (2014) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan, baik dalam bentuk harga mau pun nonharga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peraturan OJK nomor 76/POJK.07/2016 menjelaskan, inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan/atau layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.
Secara nasional, tingkat inklusi keuangan Indonesia masih sekitar 75 persen. Literasi keuangan justru lebih rendah, diperkirakan hanya sekitar 35 persen saja.
Di Provinsi Jambi, merujuk data yang dirilis OJK berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilaksanakan pada 2019, indeks inklusi keuangan hanya mencapai 64,73 persen, sedangkan literasi keuangan hanya tercatat 35,17 persen.
Artinya, dari 100 orang, diperkirakan hanya sekitar 65 orang yang memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan, dan hanya sekitar 35 orang yang memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga keuangan dan produk jasa keuangan serta memiliki keterampilan akan produk jasa keuangan.
Dari sudut pandang gender, tingkat inklusi dan literasi keuangan di kalangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Mengutip hasil survei Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jambi beberapa waktu lalu, tingkat inklusi keuangan di kalangan laki-laki berada di angka 70,53 persen, relatif lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tercatat di angka 59,16 persen.
Sama dengan hal tersebut, tingkat literasi keuangan di kalangan laki-laki juga lebih tinggi, yaitu di angka 41,58 persen, dengan tingkat literasi di gender perempuan yang tercatat di angka 28,80 persen.