UU Cipta Kerja

Soal UU Cipta Kerja, Tenaga Ahli Utama KSP Sebut, Publik Lebih Percaya Yang Beredar di Media Sosial

Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR, banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak. Terutama buruh.

Editor: Rahimin
KOMPAS.com/Devina Halim
Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin, Ade Irfan Pulungan, di Kantor Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (8/11/2018). 

TRIBUNJAMBI.COM - Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR, banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak. Terutama buruh.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, saat ini lebih banyak perbincangan negatif mengenai UU Cipta Kerja, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan.

Menurutnya, publik lebih percaya dengan konten yang tersebar di media sosial. Padahal, kata Irfan, banyak informasi yang dapat dikategorikan sebagai hoaks.

Baca juga: TERUNGKAP Ini Pesan Cai Changpan Pada Satpam Pabrik di Bogor, Sebulan Polisi Dibuat Kerepotan

Baca juga: Truk Bawa Batu Split Alami Rem Blong, Kecelakaan Beruntun Terjadi di Puncak, 5 Orang Meninggal

Baca juga: Sinopsis Jodha Akbar Episode 31, Raja Jalal Menikmati Kecemburuan Jodha

"Saya juga susah menjelaskan kepada publik karena kita lebih percaya dengan dunia medsos, yang beredar di media sosial," kata Irfan dalam diskusi daring bertajuk Omnibus Law dan Aspirasi Publik, Sabtu (17/10/2020).

Beberapa informasi yang menurut Irfan hoaks antara lain soal ketiadaan pesangon bagi pekerja yang kena PHK hingga hak cuti. Namun, Irfan memastikan hal-hal tersebut tidak benar dan pemerintah mengakomodasi aspirasi publik.

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada 5 Oktober 2020.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada 5 Oktober 2020. (Tribunnews/Jeprima)

"Banyak informasi yang kita dapatkan di medsos tentang hal-hal yang negatif, apalagi tentang klaster ketenagakerjaan. Terkait misalnya pesangon tidak ada lagi, cuti, dan sebagainya," tutur Irfan.

"Tapi pada prinsipnya sebagaimana kami jelaskan bahwa hal-hal tersebut bisa kami klarifikasi, bahwa hal tersebut tidak benar," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia sekaligus membantah pembentukan UU Cipta Kerja dilakukan secara tertutup. Irfan mengatakan, seluruh proses pembahasan terbuka dan dapat diakses publik.

Baca juga: Pelajar SMK di Lombok Nikahi Dua Wanita Dalam Waktu Satu Bulan, Ibu Langsung Pingsan

Baca juga: Pollycarpus, Eks Terpidana Kasus Munir Meninggal Karena Covid-19

Baca juga: Prabowo Subianto Dipuji Pejabat Amerika Dikecam Amnesty International, Dosa Masa Lalu Diungkit

Menurut Irfan, hal ini dikembalikan kepada publik apakah mau menyimak atau tidak.

"Saya yakini tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang ditutupi terhadap pembahasan-pembahasan dari UU Cipta Kerja. Itu tadi mungkin waktu kita saja yang tidak cukup kuat untuk mencermati secara keseluruhan proses yang ada di DPR," tutur dia.

Sementara, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, proses pembentukan omnibus law UU Cipta Kerja bertentangan dengan prosedur dan prinsip ketatanegaraan.

Salah satu indikasinya, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang yang dipercepat dari semula 8 Oktober menjadi 5 Oktober. Setelah pengesahan, draf final UU Cipta Kerja pun berubah-ubah.

Karena itu, Bivitri menilai pembentukan UU Cipta Kerja merupakan contoh praktik buruk proses legislasi.

"Ini praktik yang sangat buruk. Dalam catatan kami bahkan ini yang terburuk dalam proses legislasi selama ini, terutama pascareformasi," kata Bivitri.

Baca juga: Berpisah Sejak Kerusuhan Ambon 21 Tahun Lalu, Kembar Trena dan Treni Bertemu Lagi Berkat TikTok

Baca juga: Penyebab Keputihan pada Wanita, Bisa Jadi Pengaruh Hormon Bahkan Infeksi Jamur

Baca juga: Fakta-Fakta Richard Muljadi, Cucu Konglomerat Yang Viral Karena Joging Dikawal Mobil Patwal Polisi

Rancangan UU Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020). Setelah disahkan, UU Cipta Kerja sempat dikoreksi.

Bahkan berbedar draf UU Cipta Kerja dalam berbagai versi jumlah halaman. Saat ini, draf UU Cipta Kerja yang telah selesai direvisi setebal 812 halaman sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KSP: Susah Menjelaskan soal UU Cipta Kerja, Publik Lebih Percaya Media Sosial",

Sumber: Kompas.com
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved