Ekonomi Jambi Alami Perlambatan Sejak 2015, Percepatan Realisasi APBN dan APBD Menjadi Kunci
Sejak 2015- 2019 pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi selalu tumbuh di bawah lima persen, dan selalu di bawah ekonomi nasional.
Penulis: Vira Ramadhani | Editor: Nani Rachmaini
Percepatan Realisasi APBN dan APBD Menjadi Faktor Kunci Pergerakan Perekonomian di Masa Pandemi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi mengalami perlambatan sejak 2015.
Sejak 2015- 2019 pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi selalu tumbuh di bawah lima persen, dan selalu di bawah ekonomi nasional.
Padahal sebelumnya tumbuh lebih tinggi dari ekonomi nasional.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Suti Masriani Nasution mengatakan, Pandemi Covid-19 ini menekan perekonomian Provinsi Jambi pada triwulan Kedua 2020.
Ekonomi Jambi mengalami kontraksi sebesar minus 1,72 persen year on year (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh melambat dilevel 1,87 persen year on year.
“Dilihat Indikator pertumbuhan ekonomi, Indikator konsumsi rumah tangga membaik pada triwulan ketiga."
"Beberapa indikator yang menunjukan perbaikan seperti indeks keyakinan konsumen, nilai tukar petani, serta harga komoditas utama daerah Jambi, dan lainnya,” ujarnya melalui meeting zoom, Senin (12/10/2020)
Pada sisi konsumsi pemerintah hingga triwulan tiga 2020 masih belum optimal, untuk memberikan dorongan perekonomian. Percepatan belanja pemerintah menjadi faktor kunci untuk menggerakan perekonomian dimasa pandemi.
“Kita mengharapkan percepatan realisasi APBN dan APBD supaya dapat mendorong perekonomian,” ujarnya
Suti mengatakan pertumbuhan kredit pada triwulan tiga membaik dibanding dari sebelumnya yaitu 3,22 persen, sebelumnya 2,09 persen.
Resiko kredit yang tercermin dari MPL cenderung menurun yaitu 3,51 persen pada triwulan dua menjadi 3,38 pada triwulan tiga.
“MPL kredit rumah tangga seperti KBR, KKB dan multiguna juga mengalami sedikit perbaikan, dari 1,574 persen pada triwulan dua dan 1,567 persen pada triwulan tiga 2020,” ujarnya
Suti menambahkan saat ini transaksi tunai dan nontunai menunjukan peningkatan.
Hal ini disebabkan juga adanya penyaluran bantuan sosial sembako dan bantuan sosial program sosial harapan.
“Selama periode Agustus 2020 cashflow di Provinsi Jambi tercatat sebesar Rp 247 miliar terjadi kenaikan Rp 173 miliar atau 234 persen dibanding periode yang sama pada 2019,” pungkasnya.
Dampak Pandemi Bagi Perekonomian Provinsi Jambi, Dampak Langsung dan Dampak Lanjutan
Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh perekonomian dunia, Indonesia dan juga Provinsi Jambi saat ini.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Suti Masniari Nasution mengatakan, dampak pandemi bagi perekonomian Provinsi Jambi ada dua yaitu dampak langsung dan dampak lanjutan.
Dampak langsung yaitu pada sektor wisata, perhotelan karena adanya pembatasan pegerakan.
Industri yang berdampak secara jangka pendek yaitu perhotelan, restoran, objek wisata dan transportasi.
Kondisi ini tentunya menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja baik yang bersifat permanen, PHK ataupun dirumahkan sesuai kebijakan perusahaan.
“Dengan adanya PHK dan tenaga kerja yang dirumahkan, maka akan menurunkan pendapatan. sehingga menurunkan daya beli, daya beli yang lemah akan menahan sektor konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu sektor penyokong perekonomian Jambi dari sisi PDRB Penggunaan,” ujarnya melalui meeting zoom, Senin (12/10/2020).
Dan untuk dampak jangka panjang yang tidak langsung, berdampak pada sektor komoditas global, seiring dengan lambatnya minyak dan gas dan batubara serta raw material seperti CPO, karet, dan sebagainya.
“Melemahnya harga-harga komoditas global ini akan berdampak pada sektor utama Provinsi Jambi dari sisi lapangan usaha seperti pertanian, perkebunan serta pertambangan yang sangat bergantung pada perkembangan harga komoditas global,” ungkapnya.
Suti menambahkan dari sisi penggunaan, pelemahan harga komoditas global ini akan memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor, sehingga mempengaruhi pendapatan perusahaan dan pendapatan masyarakat.
“Melemahnya harga komoditas utama daerah Jambi, tentunya akan mengurangi margin keuntungan dan mengurangi intensif untuk menambah produksi di masa yang akan datang,”
Hal ini juga tentunya mempengaruhi investasi di Provinsi Jambi.
Sektor-sektor utama yang mengalami tekanan akibat pengaruh covid-19, akan menyebabkan investor menahan investasinya.
“Investor menahan investasinya, karena tingginya ketidakpastian dan permintaan yang masih belum kuat atau belum stabil,” ujarnya
Selain mempengaruhi dunia usaha, investasi proyek pemerintah juga terhambat karena pandemi ini.
Beberapa proyek pemerintah yang berasal dari penanaman modal asing saat ini harus tertunda, akibat travel warning dan kondisi pandemi Covid-19 ini.
“Akibat dampak-dampak tersebut, tentunya daya beli masyarakat jambi akan menurun."
"Dan akan menyebabkan konsumsi rumah tangga turun, sehingga akan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.
Respon Bank Indonesia Terhadap Kondisi Perekonomian Provinsi Jambi
Bank Indonesia merespon kondisi saat ini agar dapat mempertahankan, mendorong pertumbuhan atau tetap menggerakkan perekonomian, dengan beberapa kebijakan.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Jambi Suti Masniari Nasution mengatakan, berdasarkan keputusan dewan Gubernur Bank Indonesia ditetapkan bahwa BI 7-day Reserve Repo Rate tetap 4,00 persen, suku bunga deposit facility tetap 3,25 persen, dan suku bunga lending facility tetap 4,75 persen.
“Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nikai tukar Rupiah di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah, agar mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19,” ujarnya melalui meeting zoom, Senin (12/10/2020).
Bank Indonesia juga menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan Bank Indonesia kepada pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020.
Bank Indonesia juga menempuh langkah-langkah melanjutkan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
“Memperkuat strategi operasi moneter guna meningkatkan transmisi stance kebijakan moneter yang ditempuh,” katanya.
Bank Indonesia juga mengeluarkan kebijakan memperpanjang periode ketentuan intensif pelonggran GWM Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor, serta kredit non UMKM sektor-sektor prioritas yang ditetapkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, dari 31 Desember 2020 sampai dengan 30 Juni 2021.
Bank Indonesia juga mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Di bidang sistem pembayaran, kita melanjutkan perluasan akseptasi QRIS dalam rangka mendukung program Pemulihan Ekonomi dan pengembangan UMKM,” pungkasnya.
(Tribunjambi/vira)
Baca juga: BI Jambi: Dampak Pandemi Bagi Perekonomian Provinsi Jambi, Dampak Langsung dan Dampak Lanjutan
Baca juga: Reaksi Tak Terduga Nathalie Holscher Kala Ade Londok Sebut Sule Mau Menikahinya Cuma Karena Kasihan
Baca juga: Mantan Pacar Chef Juna Akhirnya Menikah, Atries Angel Dinikahi Sosok Pebalap Berprestasi Ini