Pilkada di Jambi
Mojok Tribun Jambi Edisi Politik, Waspadai Tiga Aspek Pemicu Sengketa
Kondisi tersebut menuntut penyelenggara Pemilu lebih intens dalam melakukan pengawasan terhadap kandidat, pendukung, hingga masyarakat.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Mendekati Pilkada serentak 9 Desember 2020, hawa politik di Provinsi Jambi semakin panas.
Kondisi tersebut menuntut penyelenggara Pemilu lebih intens dalam melakukan pengawasan terhadap kandidat, pendukung, hingga masyarakat.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, di Jambi bisa terjadi sengketa Pilkada, jika tiga aspek pemicunya tidak diperhatikan dengan baik.
• Spoiler One Piece Chapter 989 Jadwal Rilis, Big Mom Bakal Ilang Ingatan Setelah Ditabrak Franky?
• Cegah Virus Corona, Kapolres Merangin Berikan Masker kepada Suku Anak Dalam
• SESAAT LAGI! ILC tvOne Tayang, Karni Ilyas Bakal Bahas Tragedi Perusakan Polsek Ciracas, Bakal Seru!
Akademisi sekaligus pengamat politik Jambi, Dr Facrudin HM, MA menganalisis, ada beberapa pemicu sengketa yang sudah terjadi di Jambi.
"Contohnya di salah satu kabupaten, beberapa waktu lalu. Ada petugas coklit (pencocokan dan penelitian) yang tidak melakukan pendataan terhadap beberapa KK. Jika ini dibiarkan, ini berpotensi mengakibatkan sengketa politik nantinya," papar Facrudin dalam Mojok Tribun Jambi edisi politik, Selasa (1/9/2020).
Sengketa Pilkada, urai dia, sedikitnya disebabkan karena tiga aspek. Pertama, disebabkan adanya suasana yang dikondisikan oleh kandidat dan kondisi itu dibiarkan oleh penyelenggara.
Kemudian, terjadi kalau ternyata aturan atau regulasi yang menaunginya tidak jelas dan tidak tegas. Terakhir, pelaksana yang tidak konsisten.
"Penyelenggara harus konsisten menyelenggarakan aturan-aturan yang sudah ditetapkan," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Bawaslu Provinsi Jambi, Afrizal mengatakan, ada tiga tahapan Bawaslu dalam menangani sengketa, yaitu mencegah, mengawasi, dan menindak.
Saat ini, pihaknya sedang melakukan langkah preferentif di awal, sebagai bentuk pencegahan terjadinya sengketa.
Secara aturannya, dia merujuk pada Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang.
"Aturan itu dipahami sebagai sarana untuk menangani sengketa dan perselisihan, antarpeserta atau dengan penyelenggara," terangnya.
Berkaca pada Pemilu 2019, ada 21 perkara yang ditangani. Dia berharap, tahun ini tidak ada lagi sengketa dalam Pilkada 2020.
• Dahulu Amien Rais Berjanji Jalan Kaki Yogya- DKI, Kini Anaknya Bakal Berenang dari Jakarta ke NTT
• Kronologi Jenazah Pasien Covid-19 di RSUD Raden Mattaher Jambi Dijemput Paksa
