Tips Keuangan
Tahan Banting Hadapi Resesi, Siapkan Uang Tunai untuk 3 Bulan
Setelah lama tenggelam, slogan cash is the king kembali sering disebut orang. Misalnya saja, banyak orang menahan diri berbelanja barang premium
TRIBUNJAMBI.COM - Setelah lama tenggelam, slogan cash is the king kembali sering disebut orang.
Misalnya saja, banyak orang menahan diri berbelanja barang premium, melakukan renovasi rumah, atau membeli properti, karena merasa lebih aman memegang uang tunai.
Seperti diungkapkan Agustina, yang tadinya berencana memugar propertinya di Jogja menjadi guest house.
"Karena situasi begini, mending uangnya saya pegang dulu," ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 yang minus 5,3% dibandingkan dengan tahun lalu memicu ancaman resesi. Lantaran hal itu, uang tunai disebut-sebut sebagai hal yang sangat penting.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II lalu, yang minus 5,3%, menjadikan ancaman resesi makin nyata di depan mata. Maka, banyak orang bersikap seperti Agustina.
Namun, ternyata tak sedikit orang yang bingung, uang tunai seperti apa yang harus mereka pegang, saat resesi menghampiri?
Lantas, apakah berbentuk uang yang disimpan di dalam lemari, di celengan, ataukah uang di rekening bank saja sebenarnya sudah aman? Terlebih lagi, sekarang ada uang digital segala.
Iin Wulandari misalnya. Ia mengaku tak tahu harus berbuat apa jika nanti resesi datang. Iin kerap mengikuti perkembangan resesi lewat media sosial dan berita-berita online. Pokoknya disuruh nyiapin uang cash. Tapi masih bingung sih uang cash seperti apa? kisah Iin.
Sampai kini, wanita yang berprofesi sebagai karyawan swasta ini hanya menyimpan uangnya di rekening tabungan. Namun, ia berniat untuk menjual tabungan emasnya guna memiliki uang tunai di kala resesi nanti.
Mudah dicairkan
Perencana keuangan dari Oneshildt Financial Consulting, Budi Raharjo menjelaskan bahwa ada beberapa jenis uang tunai yang harus disiapkan saat resesi datang.
Pertama, uang tunai jangka pendek. Fungsi dari uang tunai ini untuk transaksi sehari-hari misalnya saja untuk bayar listrik, belanja kebutuhan pokok dan lainnya.
Pesan Budi, untuk kebutuhan ini harus disiapkan uang tunai yang bisa ditarik kapan saja.
"Jumlahnya tiga bulan pengeluaran sehari-hari. Itu bentuknya bisa tunai fisik atau rekening uang. Nilainya adalah tiga bulan pengeluaran," kata Budi.
Kedua, adalah uang tunai jangka panjang. Seandainya masih ada uang lebih dan resesi tidak menentu sampai kapan, maka Anda bisa mengalokasikannya kepada investasi jangka pendek yang mudah dicairkan seperti deposito maupun reksadana pasar uang.
Budi bilang jumlahnya juga sama sekitar tiga bulan pengeluaran sehari-hari.
"Jangan buru-buru dicairkan ya. Pakai dahulu yang tiga bulan pertama pengeluaran. Lebih baik simpan di deposito atau reksadana pasar uang itu," pesan Budi.
Budi juga mengingatkan bahwa nilai tiga bulan pengeluaran itu sebenarnya nilai minimal. Apabila Anda bisa menabung lebih dari itu misalnya tiga bulan penghasilan maka akan jauh lebih aman.
Selain itu, Budi juga berpesan, sebaiknya Anda tidak perlu punya banyak kantung uang. Yang terpenting uang-uang tersebut terorganisir atau termonitor.
Misalnya cukup menggunakan rekening tabungan, deposito atau pasar uang, kemudian uang tunai fisik dan juga bisa menggunakan satu dompet digital.
Lantas, jika saat ini Anda memiliki emas, jangan gegabah untuk mencairkan aset tersebut, hanya lantaran mengacu pada cash is the king.
Budi bilang emas bisa menjadi bagian dalam diversifikasi mengelola portofolio. Untuk jangka pendek emas bisa digunakan sebagai lindung nilai. Hanya saja, sebaiknya porsi emas jangan lebih dari 50% karena sifat volatilitasnya yang jangka pendek.
Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting berpendapat uang tunai yang disiapkan untuk menghadapi resesi sebaiknya yang mudah dijadikan cash.
Zaman sekarang selain fisik atau uang kartal, bisa dalam bentuk uang digital misalnya menggunakan ATM atau provider pembayaran digital. Cuma, masing-masing bentuk uang itu memang punya kelebihan dan kekurangan.
"Kalau uang kartal kan berarti harus bawa-bawa, kalau yang digital itu terkait teknologi. Artinya kalau nanti bermasalah dengan jaringan, maka tidak bisa dicairkan. Makanya harus dikombinasikan antara keduanya," pesan Eko.
Satu hal yang penting : setiap orang harus tahu berapa kebutuhan dari dana cadangan dia. Dana cadangan itu dibutuhkan sekitar tiga kali sampai enam kali pengeluaran. Nah, jika Anda memiliki dana cadangan enam kali pengeluaran itu bagus sekali.
Misalnya saja, pengeluarannya Rp5 juta sebulan. Maka, idealnya punya dana cadangan Rp30 juta. Namun, itu tak boleh semuanya masuk ke uang digital.
"Hanya sepertiganya yang boleh masuk ke digital. Nah dari sepertiga itu dibagi lagi untuk digital dan uang fisik," pesan Eko.
Sementara yang dua per tiga dari dana itu bisa dialokasikan ke perbankan yang menghasilkan bunga optimal, misalnya deposito. Namun, perlu dicatat uang yang masuk ke deposito, sebaiknya bukan yang untuk kebutuhan harian.
Deposito ini baiknya dicairkan jika ada keperluan darurat misalnya saja ketika resesi nanti terkena PHK alias tidak bekerja lagi.
"Tapi, kalau masih ada penghasilan deposito harus tetap jalan, ya," pesan Eko.
Apabila krisis semakin panjang, dana cadangan yang dideposito sudah habis, saran Eko, barulah Anda mencairkan instrumen investasi yang dimiliki, seperti emas.
Namun, jika memang tidak ada kebutuhan yang mendesak tidak perlu mencairkan investasi yang kita miliki.
Artikel ini sudah tayang di laman Kontan.co.id dengan judul: Siapkan Uang Tunai Biar Tahan Banting Hadapi Resesi