Warga 80 Desa Masih Buang Air Sembarangan, Jumlah ODF di Tanjabtim Masih Rendah

Dari total 93 desa dan kelurahan hingga pertengahan tahun 2020, baru 13 desa dan kelurahan yang dinyatakan Open Defecatioan Free

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Fifi Suryani
ist
Gentong Masantun di Kecamatan Mendahara Ulu, sebagai solusi untuk warga pesisir dalam pembuatan saptitank sesuai standar Kesehatan.  

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA SABAK - Dari total 93 desa dan kelurahan hingga pertengahan tahun 2020, baru 13 desa dan kelurahan yang dinyatakan Open Defecatioan Free (ODF) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang buang air sembarang.

Kabid Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Pemkab Tanjabtim, Ade Rinaldo S.KM, melalui fasilitator STBM Dinkes Arifin, mengatakan, persoalan MCK masih jadi problem yang harus menjadi fokus pemerintah Tanjabtim agar desa atau kelurahan ODF tercapai.

Terutama di Kabupaten Tanjabtim, terbilang belum memenuhi target. Penyebabnya banyak hal, mulai dari kondisi geografis dan permasalahan ekonomi yang menjadi faktor utama.

"Dari 93 desa dan Kelurahan di Tanjabtim, baru 13 di antaranya ang sudah masuk kategori ODF di tahun 2020," ujarnya, Rabu (15/7).

"Insyaallah akan ada penambahan satu desa lagi tahun ini," tambah Arifin.

Desa ODF sendiri secara simpelnya merupakan desa atau kelurahan yang sudah benar-benar bagus dalam melakukan pengelolaan MCK mereka, sudah tertib. Tidak lagi buang air sembarangan di sungai atau sebagainya.

"Saat ini memang masih banyak warga yang MCK nya masih di sungai, dengan menggunakan jamban, kakus dan sebagainya. Terutama kawasan pesisir," jelasnya.

"Sebut saja seperti di Mendahara, Nipah Panjang, Berbak dan sekitarnya," tambah Arifin.

Alasan mereka kebanyakan karena faktor ekonomi, meski secara sosial mereka sendiri sangat welcome dan setuju dengan adanya MCK baik. Hanya saja saat pelaksanaan mereka terbentur persoalan ekonomi.

"Kalau mereka semua mau menggunakan MCK baik, namun karena alasan ekonomi kita bisa apa. Karena bagi mereka uang yang mereka cari itu utama untuk makan sehari hari dan tempat tinggal. Sementara untuk lainnya masih dikesampingkan," jelasnya.

Terpisah Camat Berbak M Yani menuturkan, dirinya tidak memungkiri jika di daerahnya masih banyak dijumpai jamban-jamban atau kakus, di pinggiran sungai.

"Kita bersama pihak kelurahan terus melakukan pendekatan kepada warga, untuk mulai beralih ke hidup bersih terutama soal MCK. memang sebagian masih ada yang menggunakan jamban ada pula yang sudah tertib," jelasnya.

Dijelaskan memang kondisi ekonomi, ditambah keadaan geografis wilayah berbak yang gambut dan rawa. Cukup sulit untuk dibangun septic tank yang baik, dan hal itu yang menjadi kendala warga.

Dinkes Kenalkan Gentong Masantun

SELAMA ini, faktor geografis dan kondisi wilayah pesisir kerap menjadi penyebab warga enggan membangun septic tank. Selain lokasi wilayah yang susah juga memerlukan biaya cukup besar.

Terkait hal tersebut, dinkes setempat telah memberikan solusi bagi masyarakat, diantaranya dengan memperkenalkan septic tank gerakan tolong masyarakat sanitasi tuntas (Gentong Masantun).

"Di Tanjabtim, beberapa desa telah mencoba menerapkan penggunaan gentong masantun tersebut.

Diantaranya di Desa Sinar Wajo, Pematang Rahim dan Desa Sungai Beras di Kecamatan Mendahara Ulu," ujar Kabid Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga, Ade Rinaldo S.KM, melalui fasilitator STBM Dinkes, Arifin.

Lanjutnya, septic tank dengan menggunakan bahan baku drum tersebut dinilai lebih ramah lingkungan dan efektif, terlebih bagi kawasan pesisir yang kerap terendam oleh air pasang.

"Bahannya cukup menggunakan paralon, Drum bisa drum bekas tidak harus baru namun masih tertutup. Dan dibuatkan kedudukan yang paten bagi gentong masantun tadi," jelasnya.

"Meski murah, tapi ramah lingkungan dan sesuai standar kesehatan," tambahnya.

Septic tank ini sudah dicoba sejak tahun 2019 di 3 desa tadi. Dan hingga saat ini berjalan bagus dan tidak menimbulkan kendala. Harapannya desa-desa pesisir lain dapat mencontoh dan menerapkan.

Lanjutnya, untuk volume diprediksi dapat menampung tinja rumah tangga hingga lima tahun kedepan bahkan lebih tergantung jumlah penghuni rumah.

Selain itu dalam pengoperasiannya, juga sudah dilengkapi dengan sanitasi dan penyaringan alami serta kaporit. Sehingga tinja yang telah lama terendap akan menggumpal menjadi semacam tanah mengeras dan dapat digunakan untuk pupuk.

"Jadi tidak perlu menggunakan jasa sedot WC lagi, cukup menggunakan cangkul saja untuk dikurasnya dan tidak menimbulkan bau lagi," pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved