Eropa Mulai Tolak CPO dari RI, Usung Isu Perusakan Lingkungan Hutan dan Kesengsaraan Fauna
Pemasaran produk kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya dari Indonesia kembali mendapat hadangan di Eropa.
Bundesrat, kumpulan tujuh kepala pemerintahan Swiss, akan memutuskan apakah referendum yang diusulkan Uniterre memenuhi syarat atau tidak.
Memenuhi syarat itu, menurut perundangan Swiss, hanyalah sebatas persoalan administrasi.
Dalam hal ini, kata Stalder, adalah sah atau tidaknya tanda tangan yang dikumpulkan.
"Kalau disetujui, diperkirakan akan ada pemilu penolakan atau penerimaan produk kelapa sawit Indonesia November tahun ini, atau Maret tahun depan,“ tambahnya.
Organisasi Uniterre mengampanyekan penolakan produk kelapa sawit dengan isu utama perusakan lingkungan hutan yang poranda beserta kesengsaraan yang menimpa penghuninya, khususnya gajah dan orang utan.
Uniterre bukanlah lembaga resmi organisasi petani Swiss. Uniterre hanyalah LSM.
Kendati begitu, Stalder mengaku sudah didukung 50 organisasi petani lainnya.
Selain jumlah tanda tangan yang memenuhi kuota, akan memuluskan referendum ini.
"Sejauh ini pemerintah baru bisa menyanggahnya dengan isu ekonomi, bagaimana mengangkat kemiskinan bukan soal pemeliharaan hutan,“ kata doktor lulusan ETH Zurich, Nur Hasanah, kepada Kompas.com.
Hasanah berharap Pemerintah Indonesia mulai mengedepankan kampanye penghijauan hutan, serta perlindungan gajah dan orang utan.
Swiss merupakan negara yang sering melakukan referendum. Sedikitnya empat kali setahun diadakan referendum.
Umumnya referendum ini dilakukan lewat pos dengan tema beragam.
Penolakan produk kelapa sawit ini, jika memang akan terjadi referendum, termasuk referendum nasional.
Semua rakyat Swiss, khususnya yang berhak pilih, akan menentukannya.
Berita ini sudah tayang di laman Kontan.co.id dengan judul: Produk CPO dan turunannya dari RI mulai ditolak di negara Eropa ini