Berpotensi Kembali di Atas 6.300, Bursa Saham Dunia Terdampak Covid-19

Dunia masih dilanda pandemi Covid-19. Walaupun sebagian negara yang lebih awal terkena serangan virus Covid-19

Penulis: Fitri Amalia | Editor: Fifi Suryani
Tribunjambi/Fitri Amalia
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Provinsi Jambi, Fasha Fauziah mengisi acara Workshop Wartawan Pasar Modal, di BW Luxury Hotel, Keruing Room, Kamis (17/10). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dunia masih dilanda pandemi Covid-19. Walaupun sebagian negara yang lebih awal terkena serangan virus Covid-19 sudah mulai membaik, sebagian negara lainnya masih dalam masa puncak pandemi, termasuk Indonesia.

Berbagai sektor publik dan dunia usaha, menerima dampak signifikan dari peristiwa global ini, tidak terkecuali pasar saham dunia.

Semua bursa saham di dunia mengalami penurunan harga efek. Hal ini ditandai dengan indeks harga saham gabungan bursa-bursa global yang serempak menurun selama pandemi.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak Januari 2020 menurun sampai titik terendah di awal April, namun mulai menunjukkan tren bergerak naik perlahan memasuki bulan Mei 2020.

Kepala BEI Jambi, Fasha Fauziah mengatakan, pada pertengahan Mei IHSG BEI berada di kisaran 4.500. Sebelum Covid-19 merebak, IHSG BEI pada awal 2020 berada di posisi 6.325. Kisaran indeks yang saat ini berada di posisi 4.500 berpotensi untuk kembali naik ke angka di atas 6.300.

Sebelumnya, IHSG BEI pernah berada di kisaran 4.500 pada tahun 2013 atau tujuh tahun lalu. Ini artinya, jika investor saat ini masuk berinvestasi saham, bisa membeli saham-saham dengan harga yang relatif murah.

"Perbandingan murahnya harga saham saat ini sama seperti ketika membeli saham pada tujuh tahun lalu, ini menjadi peluang bagi investor di pasar modal Indonesia untuk mulai berinvestasi dan merealisasikan keuntungan saat perekonomian dunia membaik atau telah berkembang pesat kembali," ujarnya.

Dari Jepang hingga Singapura

KONDISI ini tidak hanya dialami bursa saham di Indonesia. Semua bursa saham di dunia terkena dampak yang sama. Bursa di Jepang, misalnya. Indeks Nikkei yang menjadi indikator perdagangan saham di Jepang pada awal 2020 mencatat Indeks saham tertinggi di kisaran 24.083.

Pada pertengahan Maret, saat wabah Covid-19 masih memuncak, indeks saham Nikkei terkoreksi hingga ke level terendah 16.552. Pada minggu ketiga Mei, indeks Nikkei sudah mulai naik ke kisaran level 20.595.

Indeks Dow Jones Industrial Average Indeks (DJIA), yang menjadi salah satu indikator utama perdagangan saham di Amerika Serikat, pada bulan Februari masih berada di level tertinggi sepanjang tahun, yakni 29.551.

Indeks kemudian mengalami penurunan signifikan hingga mencapai level terendah pada akhir Maret ke posisi 18.591. Pada minggu ketiga Mei, DJIA kembali naik ke posisi 24.206.

Bagaimana dengan bursa saham di Tiongkok. Negeri Tirai Bambu ini menjadi lokasi pertama penyebaran virus Covid-19. Saat ini, Tiongkok telah berhasil menurunkan penyebaran virus secara signifikan. Pada awal Januari 2020, yaitu pada saat wabah ini masih belum menyebar luas, indeks saham Shanghai tercatat di angka 3.116.

Pada minggu keempat Maret, indeks Shanghai merosot ke posisi terendah tahun ini, yakni 2.660. Sejalan dengan wabah yang mereda, minggu ketiga Mei indeks saham Shanghai sudah ada pada level 2.899.

Bursa saham di Eropa juga menunjukkan kondisi setali tiga uang. Indeks bursa saham Inggris FTSE, salah satunya, pada bulan Januari 2020 sempat menyentuh level 7.675. FTSE mengalami koreksi dalam hingga pada akhir Maret, berada pada posisi di bawah level 5.000. Namun, pada minggu ketiga Mei, FTSEsudah beranjak ke kisaran 6.002.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved