KPPU Minta Keterangan ESDM, Harga BBM Tak Kunjung Turun

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana meminta keterangan regulator pasca harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Editor: Fifi Suryani
ISTIMEWA
DISTRIBUSI - Distribusi bahan bakar minyak di SPBU Pertamina, senantiasa diupayakan tetap lancar di tengah pandemi Covid-19. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana meminta keterangan regulator pasca harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak kunjung mengalami penyesuaian meskipun harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan.

Komisioner KPPU Guntur Saragih menuturkan pihaknya berencana meminta keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) seputar penyesuaian harga BBM.

"Tentunya kita akan meminta keterangan Kementerian ESDM, kita masih meneliti," ujar Guntur kepada Kontan.co.id, Senin (27/4).

Guntur melanjutkan, selama masa pandemi corona ini KPPU memang berfokus pada dugaan praktek pelanggaran persaingan usaha sejumlah sektor tak terkecuali harga BBM.

Kendati demikian, Guntur belum mau merinci seputar hal ini. Sebelumnya, berbagai pertanyaan seputar penurunan harga BBM di tengah rendahnya harga minyak dunia terus bermunculan.

Pada pekan lalu, sejumlah anggota Komisi VII DPR mempertanyakan alasan harga BBM tak kunjung mengalami penyesuaian kendati harga minyak mentah terus menurun sementara nilai tukar rupiah dinilai semakin membaik.

Salah satu pertanyaan datang dari anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat Sartono meminta Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memaparkan secara gamblang alasan penurunan belum bisa dilakukan.

"Soal harga BBM, Pertamina harus konferensi pers, terbuka jelaskan alasan belum turunkan harga BBM," ujar Sartono, Selasa (21/4).

Sementara itu, hingga berita ini dimuat, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM sekaligus Pelaksana Tugas Dirjen Migas ESDM Ego Syahrial belum menanggapi pertanyaan yang diajukan Kontan.

Dalam catatan Kontan.co.id, praktisi minyak dan gas bumi sekaligus Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini menilai penurunan harga BBM yang tak kunjung terjadi akibat ketentuan dalam regulasi oleh pemerintah.

Rudi ketika dihubungi Kontan.co.id memaparkan, hal tersebut tertuang Keputusan Menteri ESDM Nomor 62K/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar, yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

Dalam aturan tersebut, pengambilan parameter yang meliputi harga minyak maupun kurs dollar ditentukan dua bulan sebelumnya.

"Sebagai perbandingan, pada Permen tahun 2014 dan 2018 Pengambilan parameter ditentukan sebulan sebelumnya," terang Rudi.

Terasa Juni Mendatang

MANTAN Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan, jika merujuk pada regulasi yang berlaku maka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) murah baru dapat dirasakan pada Juni mendatang.

Dalam paparannya, Rudi bilang bilang bahwa merujuk Keputusan Menteri ESDM Nomor 62K/MEM/2020 maka kondisi harga saat ini di mana kurs rupiah ada di level Rp15.800 per dolar Amerika Serikat (AS) dan harga MOPS sebesar US$ 35 per barel dan dengan rumus perhitungan yang ada maka harga jual BBM RON 92 (Pertamax) bisa berada pada kisaran Rp5.650 per liter.

"Sementara pada Mei ini indikator yang dipakai adalah kondisi 25 Februari hingga 24 Maret dengan kurs sekitar Rp15.300 per dolar AS dan harga minyak MOPS masih di US$ 50 per barel. Jadi Mei nanti harga akan berkisar Rp7,100 per liter," jelas dia melalui sambungan video konferensi, Senin (27/4).

Rudi pun mengklaim harga BBM di tanah air yang disebut tidak terlalu mahal haruslah dicermati baik-baik. Ia mencontohkan, Singapura yang memiliki harga BBM lebih mahal dikarenakan negara tersebut menerapkan subsidi silang untuk pengembangan sektor energi baru terbarukan.

Karena itu, ke depannya pemerintah juga perlu mencermati sejumlah hal termasuk opsi pengembangan depo dan tanki-tanki BBM yang dimiliki.

Menurutnya, tingkat kemampuan reserve depo BBM di Indonesia baru berada pada kisaran 14 hari. Sebelumnya, sempat ada rencana meningkatkan kemampuan reserve menjadi 30 hari atau 2 bulan bahkan 6 bulan.
"Pertanyaannya biaya membangunnya mahal, untuk kilang saja sudah 25 tahun kita tidak membuatnya, terakhir di Balongan," pungkas Rudi.

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved