Direktur KKI WARSI: Putusan Majelis Hakim Mampu Memberi Rasa Adil Pada Kerusakan Lingkungan

“Ketika sudah berkekuatan hukum tetap, bisa menjadi yurisprudensi untuk menjerat kasus serupa yang sudah berulang kali terjadi di Provinsi Jambi...

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Tribunjambi/dedi nurdin
Sidang PT ATGA di Pengadilan Negeri Jambi 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI menilai, putusan majelis hakim terhadap Gugatan Kementrian LHK pada tergugat PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA) dalam perkara Perdata kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Jambi merupakan langkah positif.

Meski putusan ini merupakan satu dari banyak perusahaan yang pernah disegel dan dilaporkan secara hukum dalam kasus karhutlah tahun 2015 dan tahun 2019.

“Ketika sudah berkekuatan hukum tetap, bisa menjadi yurisprudensi untuk menjerat kasus serupa yang sudah berulang kali terjadi di Provinsi Jambi,” kata Rudi Syaf Direktur KKI WARSI, Rabu (15/4/2020).

Rudi menilai putusan pengadilan ini, sangat penting karena tidak hanya menjerat perusahaan dengan kerugian materiil namun juga memasukkan unsur kerugian lingkungan dan biaya pemulihan ekosistem.

Positif Covid-19, Pasien 06 Punya Riwayat Perjalanan ke Gowa, Hasil Tracing Contact Ada 27 Orang

Teguran Luhut Binsar ke Anies Baswedan Soal KRL, Meski sedang PSBB, Masih Banyak Warga Masuk Jakarta

Mengetahui Merebaknya Virus Corona di Jambi, Suku Anak Dalam di Sarolangun Pergi ke Hutan

“Kami menilai keputusan ini sangat tepat, ini sebuah putusan yang diharapkan akan mampu memberi rasa adil bagi pemulihan lingkungan kita,” kata Rudi.

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi menumbuhan optimisme di tengah keraguan masyarakat. Mengingat selama ini sangat jarang korporasi yang lahannya terbakar bersentuhan langsung dengan hukum.

"Kebanyakan yang terjadi selama ini, hanya operator lapangan dijadikan ‘tumbal’ dan perusahaan bisa lolos dari jeratan denda," kata nya.

Padahal dalam denda inilah harapan untuk memberikan efek jera juga bisa membantu untuk pemulihan ekosistem yang terbakar.

Rudi menjelaskan kebakaran hutan dan lahan terutama di kawasan gambut merupakan momok yang menakutkan yang menjadi faktor besar penyubang kerusakan ekosistem lingkungan.

Derdasarkan data WARSI sepanjang tahun 2019 terdapat 157.137 hektare hutan dan lahan yang mengalami kebakaran di Jambi. Dihitung dari nilai ekologis kerusakan negara ditaksir hingga Rp 12 triliun.

“Tingginya nilai kebakaran ini disebabkan 101.418 hektare atau 64 persen terjadi di lahan gambut, dan hampir dari 25 persen berada di gambut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 4 meter,” ujarnya.

Kawasan kebakaran terluas berada di areal penguasaan perusahaan, dengan rincian pemegang izin HPH menempati posisi pertama dengan luas 40.865 hektare, disusul oleh HGU Perkebunan Sawit seluas 24.938 hektare dan HTI seluas 21.226 hektare. Sebanyak 2 HPH, 14 HTI dan 5 HGU Perkebunan Sawit merupakan pemegang konsesi yang mengalami kebakaran berulang.

“Perusahaan ini juga mengalami kebakaran hebat 2015 lalu, 2019 kebakaran lagi, ini menunjukkan bahwa perusahaan belum patuh pada instrumen pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan pemerintah,” kata Rudi.

"Dengan adanya putusan yang dijatuhkan pengadilan negeri Jambi, diharapkan perusahaan serupa yang juga terlibat kebakaran hutan dan lahan segera diseret ke meja hijau," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim pengadilan negeri Jambi yang diketuai Victor Togi R mengabulkan gugatan Kementrian LHK RI dalam kasus perdata kebakaran hutan dan lahan.

Atas putusan ini, majelis hakim menghukum PT ATGA Untuk membayar denda kerugian materil senilai Rp 160 miliar. Serta menghukum tergugat dengan membayar biaya pemulihan kerusakan lingkungan senilai Rp 430 miliar. (Dedy Nurdin)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved