Neraca Perdagangan

Neraca Dagang Februari 2020 Bisa Goyang, Penurunan Harga Minyak Bisa Membantu

Sepanjang bulan lalu perdagangan global masih lesu akibat perekonomian yang belum pulih karena virus corona. Alhasil impor dalam negeri

Editor: Fifi Suryani
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Kapal pembawa peti kemas melintas di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (15/3). Kementerian Pertanian mencatat jumlah ekspor komoditas pertanian Indonesia ke China pada Februari 2020 sebanyak 144 ribu ton turun 74,23 persen dibanding Januari 2020 yang mencapai 559 ribu ton akibat wabah virus corona (COVID-19). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sepanjang bulan lalu perdagangan global masih lesu akibat perekonomian yang belum pulih karena virus corona. Alhasil impor dalam negeri diprediksi turun, begitu juga dengan kinerja ekspor.

Proyeksi sejumlah ekonom, virus corona membuat neraca dagang Februari 2020 bisa goyang bahkan ke depan lanjut defisit.

Eric Sugandi, Peneliti Ekonomi Senior Institute Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI, memprediksi defisit neraca perdagangan menyentuh US$ 1,1 miliar pada Februari 2020. Proyeksi ini lebih tinggi 27,2% dibandingkan realisasi neraca perdagangan Januari 2020 yang defisit senilai US$ 864,4 juta.

Lebih lanjut, Eric menelaah realisasi ekspor pada Februari hanya membukukan nilai sebesar Rp 12,9 miliar, koreksi 4,1% month to month (mtm). Sementara untuk impor bisa mencapai US$ 14 miliar negative 1,6% secara bulanan.

Dari sisi ekspor, Eric bilang utamanya karena ekonomi China, Jepang, Singapura, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) melemah.

Setali tiga uang, demand ekspor kelima negara mitra dagang terbesar Indonesia itu jadi ciut karena virus korona.

Dendi Ramdani, Ekonom Bank Mandiri mengatakan, penurunan harga minyak bulan Februari setidaknya akan sedikit membantu neraca perdagangan. Ekonom Bank Mandiri ini memprediksi neraca dagang Februari surplus tipis senilai US$ 126 juta.

Alasannya ekspor impor turun lebih dalam ketimbang ekspor.

Kata Dendi, impor turun karena harga minyak koreksi dan juga kebutuhan barang modal dan bahan baku untuk kebutuhan investasi belum meningkat. Sedangkan, ekspor turun lantaran harga crude pal oil (CPO) atau minyak sawit serta batubara turun secara signifikan.

Menurutnya, neraca perdagangan ke depan sangat tergantung dari perkembangan wabah virus corona di Indonesia dan dunia. Jika, virus corona makin merajalela, harga komoditas semakin tertekan, ekspor kembali melemah.

Sementara harga minyak tidak hanya ditentukan oleh virus corona yang memengaruhi demand, tapi juga kelanjutan konflik AS dengan Timur Tengah. Jadi harga minyak masih bisa naik lagi. “Dalam beberapa bulan selanjutnya neraca dagang akan defisit,” kata Dendi kepada Kontan.co.id, Minggu (15/3).

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved