Permohonan Maaf Raja Belanda Ditolak Mentah Keluarga Korban Penjajahan Soal Kekejaman di Masa Lalu
Ia mengatakan mestinya permintaan maaf tersebut mencakup keseluruhan era kolonialisme selama lebih dari 300 tahun, tidak hanya untuk periode 1945-1949
'Minta maaf dan penuhi tuntutan kami'
Sebelumnya, sepekan sebelum kedatangan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Abdul Halik sudah terbang dari Bulukumba, Sulawesi Selatan, ke Jakarta.
Pria berusia 82 tahun itu adalah putra Becce Beta, warga Bulukumba yang dieksekusi pasukan tentara pimpinan Raymond Westerling karena dianggap prokemerdekaan tahun 1947.
Tujuan Halik hanya satu: ia hendak bertemu duta besar Belanda untuk menyampaikan penolakannya.
Apalagi, Raja dan Ratu Belanda, berencana untuk mengunjungi Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata di hari pertama kunjungannya.
"Pemerintah Belanda harusnya tahu diri, memikirkan apa yang pernah dilakukan oleh tentara itu atas perintah neneknya (Raja Willem-Alexander). Itu harus disadari," ujar Halik (03/03/2020).
"Kami sebenarnya tidak setuju (mereka datang) sebelum Raja Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, melakukan permohonan maaf secara umum, dan menyelesaikan tuntutan kami."
Bersama Halik, datang pula keluarga korban pembantaian Westerling lain, yakni Ismail Rahim dan Andi Kafrala, yang didampingi aktivis organisasi masyarakat Lidik Pro juga pengacara Irwan Lubis.
Sebelumnya, mereka sudah mengirimkan surat ke Kedubes Belanda untuk menyatakan penolakan mereka terhadap kunjungan itu (31/01/2020).
Surat itu dibalas Duta Besar Belanda Lambert C. Grijns (12/02) kepada Irwan Lubis.
Dalam balasan itu, tertulis bahwa surat yang telah dikirimkan keluarga korban sudah diteruskan ke Kementerian Luar Negeri di Belanda dan isinya dipelajari dengan saksama untuk jadi bahan pertimbangan.
"Kedutaan Belanda sedang menjajaki kemungkinan untuk bertemu dengan Pak Irwan, namun periode ini merupakan periode yang sangat padat bagi kami sehubungan dengan persiapan Kunjungan Kenegaraan," isi surat itu, yang telah dikonfirmasi Kedutaan Besar Belanda kepada BBC News Indonesia.
Tak puas dengan jawaban itu, Halik dan rombongannya terbang ke Jakarta untuk meminta audiensi langsung.
Namun, harapan itu tak terwujud.
Rombongan Halik yang ditemui BBC Indonesia (03/03), hanya ditemui seorang staf kedutaan, yang berjanji akan menyerahkan surat yang berisi permohonan audiensi mereka kepada duta besar Belanda.
