Tuntutan Jaksa Dianggap Terlalu Tinggi, Terdakwa Korupsi Asrama Haji Ramai-ramai Sampaikan Duplik

Tujuh terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan gedung Asrama Haji sampaikan duplik pada persidangan yang berlangsung Senin (9/3/2020)

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Teguh Suprayitno

Tuntutan Jaksa Dianggap Terlalu Tinggi, Terdakwa Korupsi Asrama Haji Ramai-ramai Sampaikan Duplik

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Tujuh terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan gedung Asrama Haji sampaikan duplik pada persidangan yang berlangsung Senin (9/3/2020) di Pengadilan Tipikor Jambi.

Tak hanya para terdakwa, para penasehat hukum terdakwa juga ikut sampaikan tanggapan atas replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jambi pada persidangan sebelumnya.

Secara bergantian, baik terdakwa maupun penasehat hukumnya menyampaikan duplik yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Erika Sari Emsah Ginting.

Seperti terlihat Tendrisyah dalam dupliknya menyampaikan bahwa dirinya didakwa secara sepihak oleh penegak hukum. Ia mengatakan kaitan dirinya dalam kasus ini hanyalah sebagai sub kontraktor dan meminta bayaran sesuai apa yang telah dikerjakannya.

Ini Penyebab Ribuan Peserta Tes CPNS Sarolangun Gugur, BKPSDM Segera Umumkan Peserta Tes SKB

Dukung Cita-cita Anak, Relawan Kelas Motivasi Latih Anak Difabel di SLBN Kuala Tungkal

53 Desa di Sarolangun Bakal Gelar Pilkades Serentak Tahun Ini, Berikut Daftar Desanya

Tendrisyah juga meminta agar majelis hakim membebaskan dirinya dari segala tuntutan yang disampaikan JPU di persidangan.

"Karena masa depan anak saya sangat tergantung keputusan majelis hakim. Jeratan hukum pada saya tidak sesuai fakta persidangan. Mohon majelis hakim yang mulia membebaskan saya dari tuntutan Jaksa yang terkesan dipaksakan," kata Tendrisyah.

Ami Setya, penasehat hukum terdakwa Tendrisyah dalam dupliknya menyampaikan bahwa jika ada perkara hukum yang melibatkan kliennya harusnya berkaitan dengan keperdataan.

Ini dikarenakan kliennya hanya sebagai subkon pada proyek pembangunan gedung asrama haji. Dimana hasil pekerjaan dipertanggung jawabkan kepada PT GKN yang dikuasai Mulyadi alias Edo sebagai direktur dan Johan Arifin Muba sebagai pemenang proyek.

"Meskipun peristiwa hukum ada tapi bukan pidana melainkan perdata," kata Ami Setia.

Pun menyikapi soal uang pengganti yang dituntut jaksa terhadap Tendrisyah menurutnya terbilang aneh dan salah alamat. Uang perawat yang dicairkan oleh PT GKN menjadi tanggung jawab PT GKN, bukan pihak subkon.

"Ini perbuatan semena-mena. Di persidangan tidak tahu dan tidak ada bukti terdakwa ikut melakukan pencairan perawatan. Uang pengganti bukan fakta persidangan, sedangkan yang menikmati proyek ini tidak dibebankan uang pengganti. Jelas jaksa melakukan tindakan semena-mena," katanya membecakan Duplik.

53 Desa di Sarolangun Bakal Gelar Pilkades Serentak Tahun Ini, Berikut Daftar Desanya

Seleksi Paskibraka Kota Jambi, Syarif Fasha: Tidak Ada Titipan-titipan

"Johan dan mulyadi merugikan proyek tidak melakukan pekerjaan tapi menerima pembayaran. Ini terbukti dari fakta sidang setempat. Terdakwa Johan dan Mulyadi tidak dibebankan uang pengganti," sambungnya.

Untuk diketahui JPU pada persidangan sebelumnya menyampaikan replik yang pada intinya tetap pada tuntutannya.

Yakni menuntut agar terdakwa Tendrisyah selaku sub kontraktor pada proyek pembangunan asrama haji tahun 2016 dipidana penjara selama sembilan tahun, denda 500 juta subsider enam bulan penjara.

Tendrisyah juga dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2,374 miliar rupiah subsider enam tahun penjara. (Dedy Nurdin)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved