Dokter FX Soedanto Dokter Seribu Rupiah dari Papua 40 Tahun Mengabdi Ucapan Terima Kasihpun Diterima
Dokter tersebut lekat dengan sebutan "dokter seribu" lantaran tiap kali merawat pasiennya hanya dikenakan biaya seribu rupiah.
Dokter FX Soedanto, Dokter Seribu Rupiah dari Papua, 40 Tahun Mengabdi Ucapan Terima Kasihpun Diterimanya
TRIBUNJAMBI.COM - Seorang dokter di Papua hanya mengenakan biaya Rp 1.000 dari pasien yang berobat.
Dokter tersebut lekat dengan sebutan "dokter seribu" lantaran tiap kali merawat pasiennya hanya dikenakan biaya seribu rupiah.
Dikutip dari Tribun Batam (grup Tribunjambi.com ), ia mulai bertugas di Papua sejak 1982, merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Dokter ini sosoknya ringan tangan dan menjalankan profesinya dengan baik tanpa menarik bayaran yang tinggi terhadap para pasiennya.
Kadang-kadang ia justru menggratiskan alias tidak ada biaya apapun untuk berobat.
Penasaran dengan sosok dokter tersebut?
Simak kisah harunya berikut ini.

Kisah sang dokter tersebut dikutip Tribunjambi.com dari akun Facebook Yuni Rusmini.
DOKTER SERIBU RUPIAH
Kepuasan hidup tidak ditentukan dari banyak sedikitnya harta.
Hal ini dibuktikan oleh Dokter FX Soedanto atau yang lebih dikenal dengan nama "Dokter Seribu."
Klinik dokter FX Soedanto terletak di Jayapura. Sudah hampir 40 tahun ia mengabdi di sana.
Masyarakat mengenalnya sebagai “Dokter Seribu Rupiah” sebab ia hanya mengenakan biaya Rp 1.000 bagi tiap pasien yang berobat.
Soedanto bahkan rela tidak dibayar jika pasien benar-benar tak mampu. Semua ini ia lakukan untuk menolong orang miskin.
"Sebelumnya, saya kenakan biaya Rp 500 per pasien. Jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 1.000, tetapi jika seseorang membayar saya Rp 500 atau hanya dengan ucapan terima kasih, saya akan menerimanya," katanya.
Biaya konsultasi untuk dokter umum di daerah biasanya sekitar Rp 25.000, sementara dokter spesialis sekitar Rp 50.000.
• Kenapa Kita Harus Konsumsi Timun Setelah Makan Sate? Karena Dibakar di Atas Bara Api?
• Ayah Rudy Hartono Baru Sadar 2 Tahun Kemudian, Kisah Juara All England 8 Kali yang Tak Terungkap
Profil singkat Soedanto
FX Soedanto lahir di Kebumen, Jawa Tengah, anak bungsu dari enam bersaudara.
Ayahnya, Umar, adalah kontraktor dalam pemerintahan kolonial Belanda dan ibunya, Mursila, adalah seorang perawat.
Soedanto pertama belajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Gadjah Mada, tetapi ditinggalkan setelah satu tahun untuk mengikuti saran ibunya, sebagai gantinya ia mendaftar di Fakultas Kedokteran.
"Saya mengambil tes lain di School of Medicine. Mungkin ibu saya ingin salah satu dari anak-anaknya menjadi seorang dokter, untuk mengikuti jejaknya sebagai perawat," kata Soedanto.
Awal mula Soedanto jadi dokter di Papua
Setelah lulus pada tahun 1975, ia diwajibkan oleh peraturan pemerintah untuk melakukan pelayanan wajib di daerah pedesaan.
Kementerian Kesehatan memintanya untuk memilih provinsi di mana ia ingin ditugaskan. Soedanto muda memilih Irian Jaya, yang sekarang disebut Papua.
"Saya memilih Irian Jaya karena saya menyukainya. Selain itu, pada waktu itu, jika kita memilih provinsi lain seperti Sulawesi, Jawa atau Sumatra, kami harus membayar semacam suap kepada pejabat Kementerian. Saya tidak punya uang, sehingga saya memilih Papua, yang tidak mengharuskan saya untuk membayar suap."
Di Papua, Soedanto pertama kali ditugaskan untuk suku Asmat, sebelum dipindahkan ke Jayapura dimana ia bertugas di rumah sakit jiwa sampai ia pensiun beberapa tahun lalu.
Selama karirnya di Departemen Kesehatan, Soedanto menerima penghargaan untuk penggunaan obat generik terbanyak.
Soedanto biasanya meresepkan obat generik dan jarang memberitahu pasien untuk membeli obat bermerek.
"Mereka hanya membayar Rp 1.000 untuk biaya dokter - bagaimana kita bisa memberi mereka resep untuk obat yang mahal?" katanya.
"Mereka datang ke sini karena mereka memiliki uang yang terbatas jadi kami memberi mereka obat-obatan dengan harga yang cocok untuk mereka."
Rekor terbesarnya saat ia bisa tangani hampir 200 orang
Dalam satu hari, jumlah pasien tertinggi yang ia tangani bisa mencapai 200 orang.
Dia membuka praktek jam 8:00 - 14:00 setiap hari, bahkan sebelum jam 8.00 pagi, sudah terdapat kerumunan antrian pasien di serambi Farmasi Rahmat, klinik Soedanto.
Kesan pertama dari dokter ini adalah bahwa ia sederhana, kendaraannya pun hanya sebuah mobil tua.
Namun hampir semua warga di Jayapura, ibukota Papua telah mendengar tentang dia.
Bahkan setelah bertahun-tahun, Soedanto tidak memiliki niat meninggalkan Papua untuk kembali ke kampung halamannya.
"Di mana-mana sama saja. Kami dapat menawarkan layanan kami tidak hanya di kampung halaman kami, tetapi juga di tempat-tempat lain di mana kita paling dibutuhkan," katanya.

Kehidupan pribadi Soedanto
Di Jayapura, Soedanto bertemu Elisabeth dan menikahinya pada tahun 1997. Mereka memiliki lima anak.
Ketika ditanya mengapa dia tidak menambah fee nya menjadi Rp 5.000, ia hanya berkata bahwa tidak semua orang memiliki Rp 5.000.
"Banyak orang memiliki masalah dalam mendapatkan uang sebanyak itu. Saya tidak ingin melihat siapa pun tidak bisa berobat ke dokter, hanya karena mereka tidak memiliki uang Rp 5000."
"Saya hanya ingin membantu orang-orang yang kurang beruntung, saya tidak punya niat lain."

Dengan penghasilan sedikit, meninggalkan pertanyaan besar bagaimana ia mampu menghidupi keluarganya?
Soedanto mendapatkan penghasilan tambahan sedikit dari mengajar di Universitas Cendrawasih, serta Rp 2 juta dari pensiunnya.
Tapi tak seorang pun, bahkan tidak istrinya, mengeluh tentang keputusannya untuk hidup dengan biaya rendah.
"Ini sudah cukup," katanya ringan.
"Kami terbiasa dengan kondisi ini, itu sudah cukup bagi kami.."
Ketika ditanya berapa lama ia akan menjalankan prakteknya, tidak butuh waktu lama baginya untuk menjawab: "Sampai saya tidak mampu melakukannya lagi."
"KEPUASAN HIDUP TERCAPAI BUKAN KARENA KITA MEMILIKI BANYAK MELAINKAN KARENA KITA BISA MEMBERI BANYAK." tutup pemilik akun Facebook Yuni Rusmini di akhir ceritanya.