Permintaan Maaf Anggota DPR PKS Rafli Kande Soal Usul Ekspor Ganja Menuai Polemik

Rossi kemudian menanyakan apakah permintaan maaf politikus PKS tersebut sebagai ungkapan penyesalan karena menciptakan kegaduhan di publik.

Editor: Tommy Kurniawan
ist
ILUSTRASI 

Permintaan Maaf Anggota DPR PKS Rafli Kande Soal Usul Ekspor Ganja Menuai Polemik

TRIBUNJAMBI.COM - Pernyataan anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Rafli Kande untuk mengekspor ganja menuai polemik.

Bahkan, PKS sendiri turun tangan dan menegur kadernya tersebut.

Rafli mengungkap pernyataannya kala itu menuai polemik yang luar biasa dan sebagai kader yang patuh kepada partainya dirinya pun tunduk.

Yakni dengan cara meminta maaf.

"Jadi hari itu juga saya ditegur keras oleh partai saya, diambil alih ini. Selaku kader yang patuh, saya tunduk, saya langsung menarik pernyataan saya dan memohon maaf kepada semua," ujar Rafli seperti dikutip dalam acara Rosi bertema 'Ganja : Mitos atau Fakta' di Kompas TV, Sabtu (8/2/2020).

Pembawa acara Rossiana Silalahi kemudian mencecar Rafli dengan pertanyaan alasan dari yang bersangkutan meminta maaf.

Namun, Rafli tak menegaskan dirinya meminta maaf karena mengajukan ekspor ganja.

Ia justru menyatakan meminta maaf karena melihat polemik yang semakin besar.

"Ini kan persoalan belum selesai, jadi ini bukan benar salahnya tapi kita bicara polemiknya. Masa kita terus terperangkap di alam pikir kita, jadi mending saya menarik (ucapan) ini dulu," kata dia.

Rossi kembali mencari penegasan akan jawaban Rafli.

Rossi kemudian menanyakan apakah permintaan maaf politikus PKS tersebut sebagai ungkapan penyesalan karena menciptakan kegaduhan di publik.

Pertanyaan itu pun langsung dibenarkan oleh Rafli.
"Nah, iya (karena) menciptakan kegaduhan. Tepuk tangan dulu mbak Rossi," tandasnya.

Mengaku Spontan

Rafli Kande mengaku spontan saat melontarkan opsi ekspor ganja dalam rapat dengan menteri perdagangan.

Awalnya Rafli mengatakan sangat bersemangat membahas perjanjian tentang perdagangan bebas dengan beberapa negara, terutama melihat banyaknya potensi di tempatnya berasal yakni Aceh.

"Spontan, ya jadi saya bilang kalau perjanjian dagang ini betul-betul bisa, jadi spontan aja. Apalagi ganja ini banyak banget di Aceh," ujar Rafli seperti dikutip dalam acara Rosi bertema 'Ganja : Mitos atau Fakta' di Kompas TV, Sabtu (8/2/2020).

Baca: Jawaban BNN Soal Riset Ganja Tak Bisa Dibuat Obat, Pandji Pragiwaksono Tertawa Ngakak

Terkait ganja sendiri, Rafli mengatakan perjanjian perdagangan bebas akan terbantu dan dapat diimbangi dengan adanya ekspor ganja ke luar negeri.

"Bila perjanjian perdagangan ini tidak kita imbangi dengan nilai ekspor kita ke luar negeri, ini akan jadi bahaya buat kita," kata dia.

Politikus PKS tersebut juga mengatakan pandangannya soal ekspor ganja tak lepas dari beberapa negara yang sudah menjadikan ganja sebagai kebutuhan medis dan farmasi.

"Pada waktu itu yang saya pikirkan karena membaca beberapa literasi bahwa ada beberapa negara yang sudah menjadikan ganja ini untuk kebutuhan farmasi, obat-obatan," tandasnya.

BNN Menolak

Sebelumnya Badan Narkotika Nasional (BNN) menolak usulan ganja menjadi komoditas ekspor dari Indonesia.

BNN mengkhawatirkan ekspor ganja jadi pintu masuk legalisasi ganja di Indonesia.

Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono menyatakan, BNN juga keberatan jika ada pihak membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara lain yang mulai melegalisasi ganja.

"BNN sebagai leading sector menolak kultivasi ganja untuk alasan ekspor dan lain-lain," ucap Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono.

Ia menegaskan, negara-negara yang melegalisasi ganja adalah negara yang mendapatkan tekanan bisnis dari pihak yang ia sebut bandar gelap.

"Hanya beberapa negara, karena tekanan bisnis dari banyak perusahaan dan bandar gelap ini jadi melewati batas moralitas dan lain-lain."

"Mereka kalau perlu homoseksual, perdagangan gelap manusia dan lain-lain itu dilegalkan," kata Pudjo kepada Tribunnews.com, Jumat (31/1/2020).

Namun, kata Pudjo, secara umum dunia internasional sepakat ganja termasuk salah satu jenis narkoba yang dilarang.

Bahkan, sitaan ganja di dunia ia sebut mencapai jutaan ton tiap tahunnya.

"Jangan sampai begitu kita memperbolehkan tanam ganja dan lain-lain, itu nanti turunannya nanti dianggap boleh."

"Hasil produksinya nanti malah dianggap boleh."

"Di dunia ini, tidak ada namanya WHO atau UNODC itu menyatakan ganja itu bukan narkoba," tegasnya.

Di sisi lain, ia juga membantah anggapan Rafli soal ganja yang bisa dijadikan obat.

Pudjo mengingatkan bahaya penggunaan ganja bagi tubuh manusia.

"Itu keliru (ganja jadi obat)."

"Orang saat menggunakan itu kan akan kehilangan persepsi ruang dan waktu, logika, moral juga hilang."

"Nah, itu nanti terjadi perkosaan dan lain-lain. Tidak bisa begitu saja. Mungkin nanti malah yang disalahkan pemerintah," bebernya.

"Dengan sudah dilarang aja seperti ini, apalagi dibebaskan."

"Kita melihat orang yang memakai ganja, begitu makai langsung nabrak apotek di Jakarta Selatan."

"Nah itu semua, kalau itu terjadi dikarenakan legalisasi dan lain-lain itu pasti tiap hari kita menghadapi bencana kematian dan lain-lain karena menggunakan ganja," paparnya.

Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rafli, mengusulkan ganja diekspor.

Rafli mengatakan, ganja menjadi komoditas ekspor yang bagus di pasar internasional.

Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi VI DPR bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1/2020).

"Jadi pak, ganja ini bagaimana kita jadikan komoditas ekspor yang bagus," kata Rafli di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta.

Rafli menyebut tanaman ganja tidak berbahaya dan bisa dimanfaatkan sebagai obat.

Ia pun bakal menyediakan lahan untuk ditanami ganja, jika usulannya diterima.

Politikus PKS asal Aceh ini berujar, tanaman ganja bisa tumbuh subur di daerahnya.

Atas usulannya itu, Rafli pun meminta anggota dewan agar lebih dinamis.

"Misalnya, ganja ini. Entah untuk kebutuhan farmasi atau apa saja jangan kaku lah, kita harus dinamis," ujarnya.

"Ganja ini tumbuhnya mudah di Aceh. Saya nanti siapkan lahannya segala macam," jelas Rafli.

Menurutnya, Indonesia belum berani melakukan eksperimen untuk dipandang oleh dunia internasional.

Sehingga, jika Indonesia akan melakukan ekspor ganja, negara luar akan menaruh perhatian pada Indonesia.

Tak hanya ganja, menurutnya, Indonesia bisa membuat pasar internasional terkesima dengan produk lainnya.

"Maksud saya Indonesia harus kita berikan performance yang membuat dunia itu terkesima, apa sajalah. Jadi seluruh produk," usul Rafli.

Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Heru Winarko mengatakan, hingga kini ganja masih menduduki peringkat pertama sebagai narkoba yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia.

Menurutnya, sampai saat ini tercatat 63 persen dari seluruh pengguna narkoba yang diperkirakan berjumlah hingga 3,6 juta orang di Indonesia, menggunakan ganja.

"Pengguna narkoba paling banyak menggunakan ganja. Itu sebanyak 63 persen."

"Jadi sekarang kita fokus di Aceh dan beberapa daerah, dan juga pemusnahan ladang-ladang ganja kita lakukan," kata Heru di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).

Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari juga membenarkan hal tersebut.

Dua jenis narkoba lain yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia setelah ganja, lanjutnya, adalah sabu dan ekstasi.

"Kedua yang populer juga adalah narkotika jenis methampetamin, atau nama pasarnya kita sebut dengan sabu," ujar Arman Depari.

Di peringkat ketiga, narkoba yang juga banyak dikonsumsi oleh penyalahguna narkoba di Indonesia adalah pil rekreasional.

"Kemudian jenis pil rekreasional yaitu amphetamin. Nama populernya di pasar kita sebut ekstasi."

"Tiga jenis ini masih mendominasi penyalahgunaan narkoba di Indonesia."

"Terutama di kalangan anak muda atau kalangan generasi muda kita," papar Arman Depari.

 (*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved