Hampir Serupa dengan SARS, Benarkah Musim Panas Bisa Bunuh Virus Corona di China?

Asumsi in berasal dari teori bahwa mewabahnya penyakit 2019-nCoV memiliki pola musiman penyakit influenza dan SARS.

Editor: Suci Rahayu PK
STR / AFP
Ilustrasi virus corona. 

Hampir Serupa dengan SARS, Benarkah Musim Panas Bisa Bunuh Virus Corona di China?

TRIBUNJAMBI.COM, Jakarta - Virus Corona 2019 ( 2019-nCoV ) yang berasal dari Wuhan, China diprediksi bisa menghilang menjelang musim panas.

Penyebaran virus corona diduga berkaitan dengan kondisi iklim di dunia.

Dilansir dari Channel News Asia, Peneliti dari Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin National University of Singapore, Jyoti Somani dan Paul Tambyah mengatakan virus corona bisa menghilang seiring dengan meningkatnya suhu di China menjelang musim panas.

Asumsi in berasal dari teori bahwa mewabahnya penyakit 2019-nCoV memiliki pola musiman penyakit influenza dan SARS.

Organisasi Kesehatan Dunia pada hari Kamis mengkonfirmasi keadaan darurat global terkait coronavirus
Organisasi Kesehatan Dunia pada hari Kamis mengkonfirmasi keadaan darurat global terkait coronavirus (Express.co.uk)

Menjelang musim panas, kasus-kasus penyakit jenis ini menurun pada Mei ketika suhu di China memanas.

Di negara-negara dengan iklim sedang seperti China dan Amerka Serikat, musim flu biasanya dimulai bulan Desember dengan puncaknya pada Januari atau Februari.

Setelah Februari, kasus flu dicatat berkurang.

SARS menghilang di musim panas utara tahun 2003 dan tidak muncul lagi secara signifikan sejak itu.

Musim influenza dan virus pernapasan lainnya di negara-negara dianggap terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi orang ke orang, hingga terkait dengan iklim seperti kekeringan udara, suhu udara sekitar, dan kemungkinan radiasi matahari ultra violet.

Deretan Makanan Ini Dipercaya Bisa Tangkal Virus Corona, Mana Favorit Kalian?

Penerbangan Dibatasi, 5 Ribuan Turis China Terdampar di Bali

Faktor manusia juga dapat berkontribusi terhadap penyebaran influenza selama musim dingin karena lebih banyak waktu dapat dihabiskan di dalam ruangan, mungkin dalam hubungan yang lebih dekat dengan orang lain.

Somani dan Tambyah 2019-nCoV tampaknya mirip dengan virus pernapasan lainnya seperti influenza atau flu biasa (rhinovirus), yang disebarkan oleh air liur atau dahak dari satu orang ke orang lain baik secara langsung dengan batuk atau bersin atau melalui kontak.

Penyebaran terjadi ketika seseorang menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh hidung, mulut atau matanya, sehingga secara tidak sengaja menularkan virus.

Bahkan, penelitian telah menunjukkan bahwa tetesan pernapasan ini menyebar lebih jauh ketika udaranya dingin dan kering.

Penelitian yang dilakukan bertahun-tahun yang lalu menunjukkan bahwa virus corona 'biasa' (yang merupakan salah satu penyebab flu biasa) dapat bertahan di permukaan yang lebih panas.

Virus corona disebutkan bisa bertahan 30 kali lebih lama di tempat-tempat dengan suhu 6 derajat celcius dibandingkan dengan tempat yang suhunya mencapai 20 derajat celcius.

Petugas mengevakuasi WNI yang tiba dari Wuhan di lokasi observasi Hangar Lanud Raden Sajad, Natuna, Kepri, Minggu (2/2/2020). WNI yang sebelumnya transit terlebih dahulu di Batam tersebut dievakuasi dari Wuhan, China, akibat merebaknya wabah Virus Corona.
Petugas mengevakuasi WNI yang tiba dari Wuhan di lokasi observasi Hangar Lanud Raden Sajad, Natuna, Kepri, Minggu (2/2/2020). WNI yang sebelumnya transit terlebih dahulu di Batam tersebut dievakuasi dari Wuhan, China, akibat merebaknya wabah Virus Corona. (TRIBUN/PUSPEN TNI/ANDY)

Asia Tenggara Dengan Iklim Tropis Kuat Lawan Anti Virus Dibandingkan China

Baru-baru ini, para ilmuwan dari Universitas Hong Kong (HKU) termasuk Profesor Malik Peiris dan Profesor Seto Wing Hong menunjukkan bahwa suhu rendah dan kelembaban relatif yang rendah memungkinkan virus SARS bertahan lebih lama daripada suhu dan kelembaban tinggi.

Tim HKU berpendapat bahwa ini mungkin alasan mengapa negara-negara Asia Tenggara yang hangat dan lembab tidak memiliki wabah SARS.

Jadi, seperti halnya dengan influenza, 2019-nCoV dapat melambat ketika matahari mulai bersinar lebih banyak dan cuaca menghangat di negara-negara beriklim sedang dan subtropis.

Sumber: CNN Indonesia

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved