Kisah Paspampres

Mulai dari Zaman Soeharto hingga Jokowi, Ini 4 Kisah Menegangkan Paspampres Melindungi Presiden

Mulai dari Zaman Soeharto hingga Jokowi, Ini 4 Kisah Menegangkan Paspampres Melindungi Presiden

Penulis: Andreas Eko Prasetyo | Editor: Andreas Eko Prasetyo
Kompas
Presiden Jokowi ke Afganistan 

Seperti dalam kejadian pelemparan granat di Sekolah Perguruan Cikini tahun 1957 dan Makassar tahun 1962.

Ledakan granat tiba-tiba muncul saat Soekarno dan rombongannya meninggalkan Perguruan Cikini (PerCik).

Lebih dari tiga granat dilemparkan ke arah Bung Karno. Beliau selamat dari kejadian itu berkat kesiap siagaan para Paspampres. 

Kemudian saat di Makassar, 7 Januari 1962, Soekarno menghadiri Gedung Olahraga Mattoangin.

5 Fakta Kakek Dianiaya Cucunya, Pelaku Seorang Youtuber, Kakek Sedih Minta Sang Cucu Tak Dipenjara

HANYA 90 Orang Tapi Paling Mematikan di Dunia: Pasukan Koopssusgab Siap Kirim Teroris ke Neraka

Saat melewati Jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat tapi meleset, jatuh mengenai mobil lain. 

Tak hanya itu saja, Paspampres juga mampu meloloskan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev saat di Indonesia.

Saat itu Presiden Soekarno mendampingi saat Kruschev mengunjungi Bandung, Yogya, dan Bali.

Namun dalam perjalanan ke Jawa Barat, saat rombongan keduanya melintas di Jembatan Rajamandala, Cianjur, sekelompok anggota DI/TII menghadang.

Beruntung, pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa (sekarang Paspampres) sigap meloloskan kedua pemimpin tersebut.

Paspampres Lindungi Soeharto Saat di Bosnia
Mantan Presiden Indonesia, Soeharto saat mengunjungi daerah konflik di Bosnia.
Mantan Presiden Indonesia, Soeharto saat mengunjungi daerah konflik di Bosnia. 

Sjafrie Sjamsoeddin juga mengawal Soeharto saat berkunjung ke Sarajevo, ibu kota Bosnia Herzegovina.

Kunjungan itu usai Soeharto bertemu dengan Presiden Kroasia Franjo Tudjman, di Zagreb pada tahun 1995.

Saat menuju Sarajevo di Bosnia, tiba-tiba rombongan Soeharto mendengar kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia.
Namun insiden penambakan itu tidak menyurutkan langkah Soeharto berangkat ke Bosnia. Saat itu Bosnia masih konflik dengan Serbia.

Setelah berdebat, PBB mengizinkan Soeharto terbang ke Bosnia.
Syaratnya, Soeharto harus menandatangani surat pernyataan risiko.
Artinya PBB tak bertanggung jawab jika suatu hal menimpa Soeharto di Sarajevo.

Presiden Soeharto langsung meminta formulir persyaratan kepada Sjafrie Sjamsoeddin.
Tak hanya itu saja, Sjafrie juga ketar-ketir saat Soeharto menolak mengenakan helm baja dan rompi antipeluru seberat 12 kg yang dikenakan oleh setiap anggota rombongan. 

"Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja," ujar Soeharto pada Sjafrie.

Pak Harto tetap menggunakan jas dan kopiah.
Sjafrie pun ikut-ikutan mengenakan kopiah yang dipinjamnya dari seorang wartawan yang ikut.
Tujuannya untuk membingungkan sniper yang pasti akan mengenali Presiden Soeharto di tengah rombongan.

Suasana mencekam. Saat mendarat di Sarajevo, Sjafrie melihat senjata 12,7 mm mengikuti pesawat yang ditumpangi rombongan Presiden Soeharto. 

Saat konflik, lapangan terbang itu dikuasai dua pihak.
Pihak Serbia menguasai landasan dari ujung ke ujung, sementara kiri-kanan landasan dikuasai Bosnia.
"Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah," beber Sjafrie.
 
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANPAGE TRIBUNN JAMBI DI FACEBOOK:

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved