Jelang Pelantikan Presiden
4 Fakta Baru Rencana Bom saat Pelantikan Presiden dan Wapres, Aksi Teror Abdul Basith Terungkap
Pada 26 September, Laode N dan Laode A tiba di Jakarta dan langsung menuju kediaman Abdul Basith di kawasan Bogor, Jawa Barat.
4 Fakta Baru Rencana Peledakan saat Pelantikan Presiden dan Wapres, Aksi Teror Abdul Basith
TRIBUNJAMBI.COM - Dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith diduga merencanakan aksi peledakan menggunakan bom rakitan saat aksi Mujahid 212 di kawasan Istana Negara pada 28 September 2019.
Kasus ini akihirnya dirilis oleh pihak Polda Metro Jaya setelah Baisth dan tersangka lainnya ditangkap di kawasan Bogor, Jawa Barat, pada 27 September 2019 lalu.
Dalam rilisnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono merinci kronologi penangkapan dan latar belakang rencana penyerangan tanggal 28 September 2019.
Baca Juga
• Video Sedan Terbakar di Tol Lampung, 4 Tewas, 2 Bocah Menangis dengan Wajah Penuh Darah
• Daftar Lowongan Kerja di Jambi pada Oktober 2019, untuk Lulusan SMA hingga S-1, Daftar Segera
• Ngaku Sebagai Wanita Cantik, Siswa SMA di Jambi Ini Tipu Tetangganya hingga Rp 141 Juta
Kompas.com merangkum beberapa fakta baru kasus tersebut.
1. Rencana kerusuhan tanggal 24 September dianggap gagal
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan awalnya rencana kerusuhan massa mengunakan bom rakitan dilakukan pada tanggal 24 September 2019 di fly over Pejompongan, Jakarta Pusat.
Namun aksi yang terjadi pada malam itu dinilai kurang berhasil. Maka dari itu, Abdul Basith selaku tersangka yang terlibat dalam peristiwa tersebut menginstruksikan untuk rapat kembali pada tanggal 24 malam.
"Makanya tanggal 24 (September) malam, diadakan rapat permufakatan merencanakan untuk berbuat kejahatan berupa membuat chaos (kerusuhan) dengan medompleng aksi tanggal 28 September aksi Mujahid 212," kata Argo.
2. Ditangkap sehari sebelum melaksanakan rencana aksi kerusuhan tanggal 28 September
Sehari setelah menggelar rapat tanggal 24 September, Abdul Basith lalu menghubungi temanya bernama Laode S untuk mencari Laode A dan Laode N yang ada di Papua.
Abdul Basith kemudian memberikan uang senilai Rp 8 juta kepada Laode S sebagai ongkos Laode N dan Laode A menuju Jakarta.
Uang itu juga ditujukan untuk membeli bahan bahan pembuat bom.
Pada 26 September, Laode N dan Laode A tiba di Jakarta dan langsung menuju kediaman Abdul Basith di kawasan Bogor, Jawa Barat.