Sejarah Indonesia
Seramnya Aksi Preman Zaman Orde Baru Buat 'Petrus' di Era Soeharto Bertindak, Tiba-tiba Dalam Karung
Seramnya Aksi Preman Zaman Orde Baru Buat 'Petrus' di Era Soeharto Bertindak, Tiba-tiba Dalam Karung
Setiap ada mayat yang ditemukan di pinggir jalan, tepi hutan, bawah jembatan, dan lainnya, mayat dengan luka tembak itu kerap dinamai sebagai korban penembakan misterius (petrus).
Baca: 121 Mahasiswa Fakultas Hukum Unja Magang di Pemprov Jambi
Istilah `petrus' kemudian menjadi sangat populer sekaligus menakutkan.
Kinerja OPK yang dilaksanakan di Yogyakarta ternyata mendapat perhatian khusus dari Kepala Intelijen RI LB Moerdani dan diapresiasi sebagai `kerja bagus dan lanjutkan!'.
Cara penanganan gali dengan cara OPK pun diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dan korban `petrus' pun bertumbangan di mana-mana.
Baca: Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Jambi Gelar Kuliah Umum Enterpreunership
Yang pasti OPK memang terbukti efektif menumpas para gali dan sebenarnya juga mendapat dukungan dari masyrakat luas.
Hingga kini masyarakat kadang masih mengharapkan munculnya `petrus' untuk menangani aksi kejahatan yang makin marak dan brutal.
Terkait OPK yang sukses di era Orde Baru, Presiden Soeharto dalam buku otobiografinya bertajuk Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, keberadaan `petrus' memang ditujukan untuk menimbulkan efek jera kepada para penjahat.
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG Rabu 3 Juli 2019, Jambi dan Ambon Alami Hujan Lokal Malam Hingga Dini Hari!
"Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu itu bukan lantas dengan tembakan, begitu saja.
Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak," ujarnya dalam buku yang terbit pada 1989 itu.
Pada 2012, Komnas HAM pernah mengumpulkan fakta-fakta tentang petrus.
Wakil Ketua Komnas HAM saat itu, Yosep Adi Prasetyo, menyatakan korban penembakan misterius atau akrab dikenal petrus terjadi pada kurun 1982-1985.
Baca: FKIP Universitas Jambi Sosialisasi Program Hibah PDS Serta Implementasi LPTK Unja
Para korban ada di semua daerah dan umumnya memiliki tato.
Uniknya, cara mereka tewas, dalam kondisi yang hampir sama.
"Tangan mereka diikat ke belakang. Tali sepatu sebagai ciri, dipakai untuk mengunci kedua jempol mereka.
Ini agar tidak bergerak. Kan jempolnya terkunci," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (24/7/2012) lalu.
Baca: Penampakan Rumah Ahmad Dhani Sebelum dan Sesudah Dipenjara, dari Rapi hingga Tampak Tak Terawat
Penggunaan tali sepatu untuk mengikat dua ibu jari korban petrus pernah terjadi kala Vietkong melawan Amerika dalam perang Vietnam.
Menurut Yosep yang juga Ketua Tim Penyelidikan Proyustisia Komnas HAM 2011, setelah dibunuh, korban petrus diletakkan depan umum dan di atas badannya diletakkan uang Rp 10 ribu.
Mereka dibuang ke tempat sepi, dibuang ke jurang dan ada juga yang dibuang ke Luweng Grubuk, Wonosari, Yogyakarta.
Baca: Skor Babak Pertama PSMS Medan vs Cilegon United Imbang, Persita Pesta Gol, Sriwijaya FC Ditahan PSGC
Penyelidikan Komnas HAM, estimasi korban petrus mencapai 2 ribu orang.
Temuan David Bourchier, dalam karyanya yang berjudul Crime, Law, and State Authority in Indonesia pada 1990, yang diterjemahkan oleh Arief Budiman, mencapai angka 10 ribu.
Pelaku petrus dilakukan bukan orang sembarangan. Mereka sangat terlatih.