Sejarah Indonesia
Gerhana Matahari Total, Keluarga Soeharto di Cendana Mengurung Diri Setelah Dengar Nasehat Ahli
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gerhana matahari total yang terjadi hari ini, Selasa (2/7/2019) tidak bisa teramat
TRIBUNJAMBI.COM - Fenomena gerhana matahari total bakal terjadi pada Selasa 2 Juli 2019 bakal terjadi.
Meski begitu fenomena alam langka ini tak bisa dinikmati di Indonesia.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gerhana matahari total yang terjadi hari ini, Selasa (2/7/2019) tidak bisa teramati dari Indonesia.
Hal itu dijelaskan oleh Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Bambang Setiyo Prayitno melalui siaran persnya, Senin (1/7/2019) malam.
Dia mengatakan untuk gerhana matahari total kali ini, jalur totalitas akan melintasi sebagian Samudera Pasifik bagian Selatan, Chili bagian tengah, dan Argentina bagian tengah.
Baca: Burung Merpati Ini Laku Terjual Rp 1 Miliar, Sudah Diincar Sejak 2018, Ternyata Ini yang Bikin Mahal
Baca: AM Selingkuh dan Nikahi Adik Kandungnya Sendiri, Istri Sah Tak Terima dan Lapor Polisi
"Gerhana Matahari Sebagian akan dapat terlihat di sebagian besar Samudera Pasifik bagian Selatan dan Amerika Selatan bagian Barat," jelasnya.
Gerhana matahari sebagian dimulai pada pukul 16.55.13 UTC, yang pada saat itu di Indonesia, waktu sudah menunjukkan pukul 23.55.13 WIB.

Gerhana matahari total dimulai pada 3 Juli 2019 pukul 01.01.08 WIB dan puncaknya terjadi pada 3 Juli 2019 pukul 02.22.57 WIB.
Kemudian gerhana matahari total berakhir pada 3 Juli 2019 pukul 03.44.46 WIB dan gerhana matahari sebagian berakhir pada 3 Juli 2019 pukul 04.50.34 WIB.
"Karena hal tersebut, artinya pengamat di wilayah Indonesia, tidak akan dapat mendapati peristiwa gerhana matahari total 2 Juli 2019," tuturnya.
Kisah Keluarga Soeharto Mengurung Diri
Tentang gerhana matahari total di Indonesia beberapa kali mengalaminya, yakni pada 11 Juni 1983 dan teranyar pada tahun 2016 yang lalu.
Bahkan saat terjadinya gerhana bulan total pada tahun 1983 Presiden RI Kedua Soeharto mengurung diri di rumah karenanya.
Anjuran pemerintah agar masyarakat tidak keluar dari rumah saat Gerhana Matahari total terjadi pada hari itu ternyata juga dilakukan oleh keluarga Cendana.
Ketakutan yang melanda rakyat Indonesia pada 11 Juni 1983 juga dirasakan keluarga penguasa Orde Baru saat itu, Soeharto.
Anjuran pemerintah agar masyarakat tidak keluar dari rumah saat Gerhana Matahari total terjadi pada hari itu ternyata juga dilakukan oleh keluarga Cendana.
Siti Hediati Hariyadi atau akrab disapa Titiek Soeharto mengingat bahwa pada hari Gerhana Matahari total terjadi itu, seluruh keluarganya berkumpul di rumah, tak terkecuali Presiden kedua RI Soeharto dan Ibu Tien.
"Kita di rumah saja. Karena katanya kan bahaya kalau melihat itu," kata Titiek kepada Kompas.com, Senin (7/3/2016).

Menurut Titiek, larangan untuk melihat Gerhana Matahari total secara langsung pada saat itu bukanlah propaganda yang dibuat-buat pemerintah.
Sejumlah ahli, kata dia, memang sejak jauh-jauh hari menginformasikan kepada Soeharto adanya bahaya Gerhana Matahari total yang bisa menimbulkan kebutaan.
Titiek menduga, teknologi yang saat itu belum canggih membuat para peneliti itu salah kaprah soal fenomena Gerhana Matahari total.
Baca: Resmi, Manchester United U-18 Rekrut Pemain yang Miliki Darah Indonesia Zidane Iqbal, Ini Potretnya
Baca: 7 Drakor yang Tayang Bulan Juli 2019, My First First Love Season II, Love Affairs in the Afternoon
Baca: 2 Juli 1566 Nostradamus Meninggal, Isi Ramalan 2019 tentang Penderitaan Besar di Seluruh Dunia
Soeharto sebagai kepala pemerintahan pun langsung menginstruksikan jajarannya untuk menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai bahaya Gerhana Matahari total itu.
"Karena ahlinya bilang begitu, Presiden kan hanya menerima masukan. Tetapi, sekarang katanya sudah boleh (melihat Gerhana Matahari), ternyata enggak apa-apa," ujar Titiek.
Alhasil, 33 tahun silam, keluarga Cendana beserta banyak keluarga Indonesia lainnya melewatkan sebuah fenomena alam yang menakjubkan.

Pada hari itu, puluhan peneliti asing berbondong-bondong datang ke Indonesia hanya untuk menyaksikan gerhana matahari total yang disebutkan terindah dari yang pernah ada di dunia.
Lantaran adanya kekeliruan informasi pada tahun 1983 itu, Titiek pun tak mau mengulangi kesalahan yang sama pada tahun ini.
Pada 9 Maret 2016, saat Gerhana Matahari total kembali menyapa Indonesia, Titiek mengaku tak mau melewatkan fenomena alam itu.
Jika tak memiliki kesibukan lain, dia berencana menyaksikan Gerhana Matahari total dari Palembang.
"Ini kan digembar-gemborinnya sudah lama, semoga bisa menarik turis ke sini jugalah," tambah dia.(Ihsanuddin/Kompas.com)