Puasa dan Pengharapan Pahala Secara Matematis
Puasa di bulan Ramadan menghamparkan berbagai amal ibadah yang pahalanya berlipat ganda, seperti ibadah puasa yang pahalanya tak terhingga
Oleh : Dr Bahrul Ulum MA
Dosen UIN STS Jambi/PWNU Prov. Jambi/Pengurus MUI
Prov. Jambi
Puasa di bulan Ramadan menghamparkan berbagai amal ibadah yang pahalanya berlipat ganda, seperti ibadah puasa yang pahalanya tak terhingga, karena Allah SWT sendiri yang akanmembalasnya.
Melaksanakan salat sunah yang nilaianya seperti salat wajib, memberikan hidangan berbuka bagi orang berbuka puasa, membaca Alquran, i’tikaf di masjid, memperbanyak istighfar dan berdoa, ibadah umrah yang nilai pahalanya seperti ibadah haji, kemudian terdapat suatu malam yang pahalanya lebih baik dari beribadah seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan).
Tentu berbagai amal ibadah tersebut sayang apabila dilewatkan di bulan Ramadan ini, karena meskipun ibadahnya sunah, tapi nilai pahalanya seperti ibadah wajib. Lalu pertanyaannya salahkah bagi umat Islam yang beribadah tapi hanya mengharapkan pahala secara matematis?, tentu saja tidak. Masalahnya adalah apabila beribadah hanya berhenti pada tujuan mencari pahala semata.
Sebagai umat Islam yang sudah lama melaksanakan ibadah, kita sudah harus menggegser paradigma bahwa beribadah tidak semata-mata mengejar kalkulasi pahala semata.
Kita berpuasa karena kita membutuhkannya. Dalam Alquran ditegaskan “Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu
Mengetahui”(QS.Al-Baqarah;184).Kita bersedekah karena dengan ibadah ini kita menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang senantiasa diberikan oleh Allah SWT. Pendek kata, kita beribadah semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.(Wallahu a’lam bish-shawabi). (*)