Bandingkan dengan India dan Korea Selatan, Mendagri Sebut Akan Kaji E Voting untuk Pemilu 2024

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebut sistem pemilu melalui e-voting akan dikaji untuk diberlakukan pada pemilu mendatang.

Editor: andika arnoldy
Chaerul Umam
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar rapat evaluasi penyelenggaraan pemilu 2019, Selasa (7/5/2019). 

TRIBUNJAMBI.COM- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebut sistem pemilu melalui e-voting akan dikaji untuk diberlakukan pada pemilu mendatang.

Hal itu dikatakannya saat menghadiri rapat evaluasi penyelenggaraan pemilu serentak 2019 yang digelar oleh Komite I DPD RI, di Ruang GBHN Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

"Salah satu yang perlu dicermati adalah apakah 5 tahun ke depan sudah saatnya memakai e-voting," kata Tjahjo.

Kemudian, Tjahjo mengungkapkan pemerintah sudah sempat menerjunkan tim untuk mempelajari sistem e-voting.

Namun, sistem elektronik ini sementara ditunda digunakan di Pemilu 2019.

Tjahjo mengatakan alasan kondisi geografis dan jaringan telekomunikasi di Indonesia belum mendukung penggunaan e-Voting.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo Memberikan Keterangan Pers Usai Putusan Sidang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kemendagri, Jakarta, Selasa (9/5/2017).(KOMPAS.com/ MOH NADLIR)
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo Memberikan Keterangan Pers Usai Putusan Sidang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kemendagri, Jakarta, Selasa (9/5/2017).(KOMPAS.com/ MOH NADLIR) (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

"Kemarin sudah kita ajukan e-voting. Kita kirim tim untuk meninjau ke India dan Korea Selatan juga. Kenapa India yang hampir 1 miliar penduduknya bisa e-Voting. Tapi karena faktor geografis dan sambungan telekomunikasi membuat KPU menunda pembahasan UU untuk bisa e-Voting," tuturnya.

Lebih lanjut, terkait sistem serentak yang diterapkan pada pemilu 2019, Tjahjo berujar akan mengkaji ulang apakah akan tetap berjalan bersamaan antara Pileg dan Pilpres.

Pemerintah akan membahas hal tersebut bersama Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mengenai sistem memang nanti akan dikaji lanjut lagi apakah keputusan MK tafsirnya sama. Bahwa pelaksanaan pemilu serentak itu tidak disebutkan serentaknya itu tanggal, hari, jam tahun yang sama," ujarnya.

"Apakah keserentakan dalam minggu yang sama, apakah boleh dalam hari yang berbeda atau bulan yang berbeda. Saya kira nanti akan perlu ada konsultasi dengan MK mengenai keserentakan itu," kata Tjahjo.

Rapat tersebut dihaditi oleh Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang (OSO) dan unsur pimpinan DPD lainnya, yakni Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Akhmad Muqowam.

Turut hadir pula Panglima TNI Jenderal TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Selain itu, hadir pula perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan perwakilan dari Jaksa Agung dan BIN.

438 Orang Meninggal Dunia

Sebelumnya, KPU merilis data terbaru pada Sabtu (4/5), petugas KPPS yang meninggal dunia sebanyak 438 orang dari seluruh daerah di Indonesia.

Ratusan petugas penyelenggara tersebut diduga mengalami kelelahan setelah menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu Serentak pada 17 April lalu.

KPU juga telah memberikan santunan serentak secara simbolis kepada perwakilan keluarga petugas KPPS yang meninggal dunia kemarin.

Besaran santunan terbagi menjadi Rp 36 juta per orang untuk meninggal dunia, Rp 30,8 juta per orang untuk penderita cacat permanen, Rp 16,5 juta per orang untuk penderita luka berat, dan Rp 8,25 juta per orang untuk penderita luka sedang.

Verifikasi terhadap petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit dilakukan hingga 22 Mei.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved