Hasil Cek Fakta Pernyataan Maruf Amin dan Sandiaga Uno, Debat Cawapres 2019, Jangan Kaget
Cek fakta dan pernyataan Maruf Amin dan Sandiaga Uno saat debat Cawapres Pilpres 2019. Berikut ini hasilnya.
Cek fakta dan pernyataan Maruf Amin dan Sandiaga Uno saat debat Cawapres Pilpres 2019. Berikut ini hasilnya.
TRIBUNJAMBI.COM - Ada beberapa poin bahasan dari Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, saat Debat Cawapres 2019, Minggu (17/3/2019).
Cawapres 2019 Maruf Amin dan Sandiaga Uno sama-sama membahas tentang BPJS.
Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno punya klaim dan cerita soal BPJS yang lahir dari produk pemerintahan Jokowi-JK
Dari sejumlah fakta dan pernyataan KH Maruf Amin dan Sandiaga Uno di Debat Ketiga Cawapres Pilpres 2019, ini daftar cek fakta sebagaimana dirangkus Kompas.com :
Pernyataan Maruf Amin Soal BPJS
Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin, menyatakan bahwa Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS) merupakan badan asuransi terbesar yang ada di seluruh dunia.
Hal itu ia kemukakan dalam debat ketiga Pilpres 2019 saat mendapatkan kesempatan pertama untuk menjawab pertanyaan yang dibacakan moderator tentang tema kesehatan, Minggu (17/3/2019).
Baca Juga
16 Menit, Mengapa Penembakan Masjid di Selandia Baru Bisa Lolos Siaran Langsung di FB?
Di Makassar, Polwan Dilarang Makeup Berlebihan, di Papua Dilarang Rebonding, Ini Sejarah Polwan
Tulisan Agnez Mo Skak Mat Siapa? Wijaya Saputra Beri Jawaban Dibilang Menguntit Mantan, Gisel?
Tribun Jambi Ulang Tahun Ke-9, Dodi Sarjana: Sinergi Total di Era Digital
Penyamaran Polwan Mira Totalitas, Jika tamu minta esek-esek layani saja. Ada satu room karaoke
"Melalui JKN KIS ini kita telah melakukan upaya asuransi sosial yang besar, bahkan mencapai 215 juta peserta asuransi BPJS. Ini merupakan asuransi terbesar di dunia," kata Ma’ruf Amin.
Benarkah pernyataan Ma'ruf Amin?
Berdasarkan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kepesertaan BPJS Kesehatan merupakan lembaga asuransi kesehatan terbesar di dunia, bahkan melebihi asuransi Obama Care.
“Jadilah kita menjadi salah satu lembaga asuransi kesehatan yang mungkin terbesar di dunia dengan sekarang ini laporan BPKS sudah 215 juta anggotanya, Obama Care hanya 25 juta,” kata Kalla pada 17 Januari 2017.
Selanjutnya, dikutip dari Kontan, berdasarkan data BPJS Kesehatan pada Februari 2019, saat ini mereka memiliki peserta sebanyak 217,54 juta jiwa
Informasi lain tentang jumlah peserta BPJS Kesehatan juga disampaikan oleh Wakil Ketua Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Mouhamad Bigwanto.
"Sebagai informasi, sampai dengan 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa. Perlu di cek lagi data terakhir Feb 2019," kata Bigwanto dalam kegiatan cek fakta bersama di kantor Google Indonesia, Minggu malam.
Sebelum Meninggal Dunia Ibunya, Hj Rohana Dulu Pernah Mengira UAS Pakai Jin, Ini Respon UAS
Damkar, Satpol PP dan Linmas Upacara Bareng, Wako Fasha Beri Pesan Supaya Kompak
Tanpa Basa-basi, Dua Polwan Menyamar ke Tempat Hiburan di Bali, Tapi di Suruh Masuk Kamar Dulu
Melihat angka ini, BPJS Kesehatan memang menjadi salah satu lembaga asuransi terbesar di antara lembaga-lembaga asuransi sejenis.
Namun, dilansir dari Al Jazeera, pada September 2018 India telah mencanangkan skema asuransi kesehatan terbesar yang ditanggung pemerintah.
Dalam skema itu, India siap menanggung asuransi untuk 500 juta masyarakat miskin di negara itu.
PBI 96,8 juta jiwa
Selain itu, pendamping calon presiden petahana Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 ini juga menyebut bahwa 96,8 juta dari 215 juta peserta BPJS Kesehatan itu menjadi Penerima Biaya Pemerintah (PBI).
"Di samping itu juga 96,8 juta daripada peserta itu memperoleh PBI yaitu Penerima Biaya Iuran dari Pemerintah," ujar Ma’ruf.
Bagaimana datanya?
Berdasarkan keterangan dari Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf, per 3 Januari 2019 jumlah peserta JKN KIS sebanyak 215,8 juta jiwa. Sementara itu peserta PBI tahun ini ditambah menjadi 96,8 juta jiwa dari sebelumnya tahun lalu hanya 92,4 jiwa.
Adapun, dikutip dari Kontan, data BPJS Kesehatan per Februari 2019, sebanyak 96,56 juta peserta BPJS Kesehatan merupakan penerima PBI.
Defisit BPJS Kesehatan
Meski tercatat sebagai lembaga asuransi kesehatan terbesar di dunia, BPJS Kesehatan masih banyak dililit permasalahan. Misalnya, jumlah defisit keuangan pada 2018 yang mencapai angka Rp 16,5 triliun.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, 2 Agustus 2018.
Untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, pada tahun 2018, Kementerian Keuangan tercatat menyuntikkan aliran dana untuk menutup jumlah defisit itu.
Suntikan dana tahap pertama dilakukan pada September 2018 sebesar Rp 4,9 triliun. Tahap kedua diberikan pada akhir tahun lalu sebesar Rp 5,2 triliun. Namun jumlah tersebut belum bisa menutupi defisit yang ada.
Tahun ini pun, Kementerian Keuangan melalui dana APBN juga akan kembalimengucurkan dana bantuan kepada BPJS Kesehatan.
Pernyataan BPJS Sandiaga Uno
Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, meyebut bahwa pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan masih belum maksimal.
Bahkan, Sandiaga menyebut bahwa masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang belum dijamin pengobatannya. Salah satunya ditemui Sandiaga saat berada di Sragen, Jawa Tengah.
"Saya teringat kisah Ibu Lis di Sragen, di mana pengobatannya harus distop karena BPJS tak bisa meng-cover-nya," kata Sandiaga, dalam debat ketiga Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 di Jakarta, Minggu (17/03/2019).
Benarkah pernyataan Sandiaga tersebut?
Sebelumnya, Sandiaga Uno pernah menggugah video di akun Facebook, tepatnya pada Minggu (30/12/2018). Saat itu dia bertemu seorang Ibu bernama Liswati.
Dalam video itu, Liswati yang merupakan penderita kanker payudara mengungkapkan bahwa obatnya tak di-cover oleh BPJS Kesehatan.
"Saya adalah pasien kanker payudara yang tidak di-cover oleh pemerintah obatnya," kata Liswati. Lihat videonya dalam tautan ini.
Hingga saat ini Kompas.com belum mengetahui secara detail mengenai obat apa yang dibutuhkan. Liswati memang tak menjelaskan detail mengenai obat apa yang dibutuhkan dan kondisinya saat pengobatannya tak di-cover BPJS Kesehatan.

Namun, dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 328/Menkes/SK/IX/2013 yang mengatur tentang formularium nasional, disebutkan sejumlah obat yang dapat digunakan untuk mengatasi kanker payudara.
Adapun, BPJS Kesehatan memang menggunakan formularium nasional untuk menanggung pengobatan pasien yang jadi pesertanya. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keseharan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2018.
Dalam formularium nasional disebutkan bahwa obat yang dapat diberikan untuk penyakit kanker payudara antara lain anastrozol; eksemestan; goserelin asetat; letrozol; leuprorelin asetat; temoksifen; lapatinib; siklofosfamid; dan trastuzumab.

Beberapa waktu yang lalu, juga terdapat kisah mengenai kisah seorang warga bernama Edy Haryadi yang menggugat BPJS kesehatan dan Presiden Joko Widodo karena istrinya Juniarti dihentikan obatnya.
Gugatan muncul karena tak ada kesepakatan antara manajemen BPJS Kesehatan dengan pihak Edy Haryadi terkait penghentian penjaminan obat trastuzumab untuk kanker tersebut.
Namun, beberapa waktu kemudian Edy Haryadi telah mencapai kesepakatan dengan BPJS Kesehatan. Setelah mengajukan gugatan dan menjalani mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhirnya Juniarti bisa mendapat obat trastuzumab yang dibutuhkan.
"Bagi saya dan istri, kemenangan kami adalah kemenangan semua penderita HER2 positif di mana pun dia berada." "Dan ini pelajaran keras bagi direksi BPJS agar jangan mengurangi manfaat bagi peserta BPJS, juga agar jangan bermain-main dengan nyawa manusia," kata Edy ketika dihubungi, Jumat (28/9/2018).
Tanggapan BPJS Kesehatan
Kompas.com telah meminta konfirmasi kepada BPJS Kesehatan terkait pernyataan Sandiaga.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan bahwa kemungkinan pasien yang dimaksud Sandiaga adalah Niswatin, dan bukan Liswati. Hal ini diketahui Iqbal dari komentar kakak Niswatin di unggahan Sandiaga Uno.
Iqbal melanjutkan, BPJS Kesehatan tak menghentikan pengobatan untuk Niswatin. Dia mengakui bahwa pengobatan sempat ditunda.
"Sempat di-hold, ketika ada rekomendasi oleh dewan pertimbangan klinik," kata Iqbal, Minggu malam.
Menurut Iqbal, dua obat yang dibutuhkan Niswatin, yaitu herceptin atau trastuzumab, telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sama seperti kasus yang dihadapi Juniarti dan Edy Haryadi.
"Sesuai Permenkes Nomor 22 Tahun 2018," ujar Iqbal.
Dikompilasi dari artikel Kompas.com berjudul "CEK FAKTA: Sandiaga Sebut BPJS Kesehatan Stop Pengobatan Ibu Lis di Sragen" dan "CEK FAKTA: Ma'ruf Sebut BPJS Kesehatan Lembaga Asuransi Terbesar di Dunia"
Subscribe Youtube
Tanpa Basa-basi, Dua Polwan Menyamar ke Tempat Hiburan di Bali, Tapi di Suruh Masuk Kamar Dulu
BREAKING NEWS Ibunda Ustaz Abdul Somad Meninggal Dunia, Kejadian Sebelum Salat Subuh
Meninggal Dunia di Pekanbaru, Ibunda Ustaz Abdul Somad Rencananya akan Dibawa ke Kisaran/Baturaja
Tulisan Agnez Mo Skak Mat Siapa? Wijaya Saputra Beri Jawaban Dibilang Menguntit Mantan, Gisel?
Tribun Jambi Ulang Tahun Ke-9, Dodi Sarjana: Sinergi Total di Era Digital