Soekarno Merasa Dibohongi Soeharto, Resimen Tjakrabirawa Dibubarkan Setelah Supersemar Terbit
Supersemar ditandatangani di Istana Bogor, Soekarno merasa telah dibohongi Soeharto, apalagi Resimen Tjakrabirawa dibubarkan
TRIBUNJAMBI.COM - Soekarno merasa telah dibohongi Soeharto, setelah Supersemar terbit, apalagi Resimen Tjakrabirawa dibubarkan pria yang akhirnya berkuasa 32 tahun itu.
Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret merupakan surat perintah yang menginstruksikan Soeharto.
Saat itu Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
Soeharto diperintahkan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Baca: Supertasmar Menganulir Supersemar, Tapi Mengapa Naskahnya Hilang? Ini Kronologi Lengkapnya
Baca: 3 Versi Naskah Supersemar, Mana yang Asli? Versi Presiden, TNI AD atau Lainnya? Penugasan/Pemaksaan?
Baca: VIDEO: Sejarah Hari Ini, Pengakuan Soeharto Tentang Supersemar Hingga Bikin Soekarno Marah Besar
Tapi itu merupakan isi supersemar yang dikeluarkan Markas Besar TNI Angkatan Darat yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah.
Banyak sejarawan Indonesia yang menyebut ada berbagai versi Supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor 1966 itu.
Atas wewenang yang diberikan, Soeharto mengambil alih komando.
Dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkapi orang-orang yang dicurigai terlibat gerakan 30 September.
Bahkan sejumlah menteri yang loyal kepada Presiden Soeharto juga ikut ditangkap.
Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran parpol tak digubris Soeharto.
Soeharto justru makin agresif dengan membubarkan Resimen Tjakrabirawa, yang merupakan satuan elite pengawal Presiden Soekarno.
Kekuasaan Soekarno meredup, Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia dengan kebijakan-kebijakannya yang memang mereduksi kekuatan Soekarno.
Supersemar diteken setelah tiga orang jenderal utusan Soeharto datang menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Tiga orang itu adalah Brigadir Jenderal M Jusuf, Brigadir Jenderal Amirmachmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rahmat.
Banyak versi beredar situasi di Istana Bogor saat Soekarno menyambut tiga jenderal itu.
Ada yang menyebut Soekarno ditodong pistol, ada juga yang menyebut Soekarno sukarela membuat surat perintah untuk Letjen Soeharto.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memiliki tiga versi Supersemar yang berbeda. d
Tak satu pun yang diyakini 100 persen asli.
Selama ini yang dipercaya sebagai kebenaran adalah versi Angkatan Darat.
Tapi itu diyakini bukanlah naskah asli yang diserahkan Soekarno pada Soeharto.
ANRI telah menghabiskan waktu belasan tahun untuk mencari keberadaan surat tersebut, namun hingga kini masih nihil hasilnya.
Baca: Geger Temuan Emas, Keris dan Ratusan Koin di Proyek Jalan Tol Malang, Ternyata Bekas Pura Kuno
Baca: Pembunuhan Siswi SMK di Solok, Pelaku dan Korban Berhubungan Badan Sebelum Nyawa Dihabisi Pakai Tali
Baca: BUKA 11.000 Lowongan Kerja BUMN di 110 Perusahaan, Ini Link Pendaftaran SMA, D3, S1 s/d S2

Soekarno Merasa Dibohongi Soeharto
Keluarnya Supersemar telah membuat Presiden Soekarno lengser dan digantikan Soeharto yang pada akhirnya menjabat selama 32 tahun.
Keluarnya Supersemar tidak seharusnya membuat Soeharto bisa membatasi ruang gerak Presiden Soekarno dan keluarganya.
Hal itu diungkapkan oleh Sidarto Danusubroto, ajudan terakhir Soekarno, yang menceritakan kepedihan yang dialami Sang Proklamator itu setelah keluarnya Supersemar.
Keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar merupakan momentum naiknya Soeharto ke tampuk tertinggi pemerintahan Indonesia.
Pasca Supersemar, Soeharto dengan tanpa rintangan berarti menduduki kursi Presiden menggantikan Soekarno.
Ajudan Soekarno menceritakan bagaimana pedihnya Soekarno saat mengetahui Supersemar digunakan Soeharto untuk menggoyahkan posisinya. Bahkan Soekarno merasa dibohongi Soeharto.
Itulah hal yang disampaikan Sidarto Danusubroto, ajudan terakhir Bung Karno, pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tahun 1966.
"Bung Karno merasa dikibuli," kata Sidarto, dilansir Tribun Jambi dari wawancara yang dilakukan Kompas dengan Sidarto di Jakarta Selatan, pada Minggu (6/3/2016).
Hingga kini masih ada kontroversi dari sisi teks dalam Supersemar, proses mendapatkan surat itu, dan mengenai interpretasi perintah tersebut.
Menurut Sidarto, Soekarno menunjukkan sikap berbeda dengan serangkaian langkah yang diambil Soeharto setelah menerima Supersemar.
Sidarto tidak menyebut detail perubahan sikap Soekarno.
"Dalam Supersemar, mana ada soal penahanan? Penahanan fisik, (dibatasi bertemu) keluarganya, penahanan rumah. Supersemar itu seharusnya melindungi keluarganya, melindungi ajarannya (Bung Karno)," kata Sidarto.
Pada 11 Maret 1966 pagi, Presiden Soekarno menggelar rapat kabinet di Istana Merdeka, Jakarta.
Pada saat bersamaan, ia dikejutkan dengan kehadiran demonstran yang mengepung Istana.
Demonstrasi itu dimotori kelompok mahasiswa yang mengusung Tritura (tiga tuntutan rakyat; bubarkan PKI, rombak kabinet, dan turunkan harga-harga).
Pada waktu yang sama, Brigjen Kemal Idris mengerahkan sejumlah pasukan dari Kostrad untuk mengepung Istana.
Alasan utamanya adalah untuk menangkap Soebandrio yang berlindung di Kompleks Istana.
Pasukan yang dikerahkan Kemal itu tidak mengenakan identitas.
Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur melaporkan kepada Soekarno bahwa Istana dikepung "pasukan tidak dikenal".
Letjen Soeharto tidak hadir dalam rapat kabinet dengan alasan sakit.
Karena itu, Soekarno tidak dapat memerintahkan Soeharto membubarkan "pasukan tidak dikenal" tersebut dan akhirnya memilih keluar dari Istana Merdeka menggunakan helikopter menuju Istana Bogor.
Setelah itu, Soeharto mengutus Basoeki Rachmat, Jusuf, dan Amir Machmud menemui Soekarno di Istana Bogor.
Ketiga jenderal itulah yang membawa Supersemar ke Jakarta untuk Soeharto.
Bagi Presiden Soekarno, Supersemar adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan Presiden dan keluarganya.
Namun, Soekarno "kecolongan" karena dalam Supersemar diyakini terdapat frasa "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu."
Padahal, perintah dalam militer harus tegas batas-batasnya, termasuk waktu pelaksanaannya.
Dengan surat itu, Soeharto menjalankan aksi beruntun pada 12 Maret 1966 dengan membubarkan PKI, menangkap 15 menteri yang dianggap pendukung PKI atau pendukung Soekarno, dan memulangkan anggota Tjakrabirawa ke kesatuan di daerah asalnya.
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvin Warman Adam, diperkirakan ada sekitar 4.000 anggota pasukan yang dipulangkan ke kesatuan di daerah asalnya.
Tjakrabirawa adalah pasukan pengamanan yang loyal kepada Presiden.
Tak berselang lama, Soeharto juga mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat.
Baca: Geger Temuan Emas, Keris dan Ratusan Koin di Proyek Jalan Tol Malang, Ternyata Bekas Pura Kuno
Baca: Pembunuhan Siswi SMK di Solok, Pelaku dan Korban Berhubungan Badan Sebelum Nyawa Dihabisi Pakai Tali
Baca: BUKA 11.000 Lowongan Kerja BUMN di 110 Perusahaan, Ini Link Pendaftaran SMA, D3, S1 s/d S2