Menikahi 11 Pria, Wanita Ini Dirajam Hingga Tewas: Hakim Memvonisnya Bersalah
TRIBUNJAMBI.COM-- Sebuah kelompok ekstrimis yang berbasis di Somalia, Al-Shabab, mengklaim telah
TRIBUNJAMBI.COM-- Sebuah kelompok ekstrimis yang berbasis di Somalia, Al-Shabab, mengklaim telah melempari seorang wanita dengan batu hingga mati.
Wanita ini dituduh telah menikahi 11 pria.
Melansir cbsnews.com, radio milik kelompok Al-Qaeda, Andalus, eksekusi rajam tersebut dilakukan pada Rabu (09/05/2018).
Putusan ini diberikan oleh pengadilan adhoc al-Shabab yang melaksanakan eksekusi tersebut di Kota Sablale di wilayah Lower Shabelle.
Orang-orang yang mengenakan penutup wajah melempari Shukri Abdullahi Warsame, wanita berusia 30 tahun itu dengan batu di lapangan terbuka.
"Dia dikubur dalam-dalam dan dilempari batu oleh pejuang al-Shabab," kata penduduk Sablale menurut laporan BBC News.
Hakim memvonisnya bersalah setelah Shukri mengaku telah menkahi 11 pria secara berurutan dan diam-diam tanpa melakukan perceraian sebelumnya.
Salah satu suaminya memang telah meninggal dan satu lagi telah menceraikannya, namun 9 orang laki-laki masih terikat pernikahan dengannya.
Shukri dan sembilan suaminya dibawa ke pengadilan dan masing-masing dari mereka mengaku bahwa Shukri adalah istrinya.
Kelompok Al-Shabab memang telah bertahun-tahun menerapkan hukum islam ketat di negara yang sedang kacau tersebut.
Kelompok tersebut telah menguasai sebagian besar wilayah Somalia.
Pengadilan yang dibentuk oleh militan tersebut tidak menerima adanya banding dan sering langsung mengeksekusi mata-mata yang dicurigai dan orang-orang yang dituduh melakukan perzinahan.
KEBERADAAN hukuman rajam dalam Rancangan Qanun (Raqan) Jinayat Aceh (usulan DPRA 2004-2009), tampaknya mulai menemui jalan buntu.
Hal ini setidaknya terlihat dalam Raqan Jinayat terbaru yang diekspos Serambi pada September 2014 lalu, pasal hukuman keras tersebut sudah tidak muncul lagi.
Satu sebab akademisnya adalah perbedaan dalam pemaknaan keberadaan rajam dalam hadis-hadis Nabi, terutama kaitannya dengan hukuman cambuk dalam Alquran (Surah an-Nur: 2) hanya memuat cambuk, tidak ada rajam.
Ini bukan masalah baru. Imam Syaibani, misalnya, sempat bertanya kepada Abdullah bin Abi Aufa, seorang sahabat Nabi; "Apakah rajam pada masa Rasulullah sebelum atau sesudah turun Surat an-Nur itu?" Abi Aufa menjawab: "Tidak tahu." Karena itu, Khawarij dan sebagian Muktazilah menolak hukuman rajam ini.
Di Indonesia, Hasbi Ash Shiddieqy dan Hazairin juga menolak hukuman dengan pelemparan batu ini, karena melebihi sanksi yang ada dalam Alquran.
Mereka cenderung yakin bahwa rajam sudah digantikan oleh cambuk dalam Alquran. Tetapi, yang jelas, Nabi pernah mempraktikkan rajam.
Masalahnya, apakah praktik itu harus diikuti apa adanya atau tidak? Tulisan ini tidak hendak mempertanyakan otoritas atau keshahihan hadis-hadis rajam tersebut; sebagian besar hadis praktik rajam dapat dibuktikan shahih.
Artinya, rajam benar-benar pernah dipraktikkan Nabi dan sahabatnya. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana fakta praktik itu dan tawaran cara memaknainya.
Praktik rajam
Dalam buku-buku hadis ditemukan ada enam kasus praktik rajam pada masa Nabi Muhammad, lalu masing-masing satu kasus pada masa Umar, Usman, dan Ali. Kasus pertama menimpa pelaku zina beragama Yahudi.
Orang Yahudi yang meminta Nabi menyelesaikan kasus ini, lalu Nabi memerintahkan merajam pasangan mesum itu berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Taurat --kitab suci mereka sendiri.
Kasus kedua dialami oleh Maiz bin Malik yang mengaku telah berzina dengan Fatimah, seorang budak Hazzal. Ia mengakui perbuatannya kepada Abu Bakar, lalu Umar, tetapi keduanya menganjurkan agar menutupi aib itu dan memintanya untuk bertobat.
Tetapi karena tidak puas dengan solusi itu, atas anjuran Hazzal, Maiz lalu mengaku di hadapan Nabi yang waktu itu sedang bersama sahabat-sahabatnya di dalam masjid. Intinya, ia minta disucikan.
Namun, Nabi memalingkan wajahnya dari Maiz sampai 3-4 kali dan menyuruhnya pulang untuk bertobat.
Tetapi karena Maiz terus memaksa, lalu terjadilah dialog antara Maiz dan Nabi yang disaksikan para sahaba.
Dialognya sangat rinci. Nabi meneliti kesadaran Maiz; sedang mabuk atau tidak. Nabi juga menanyakan kalau-kalau Maiz cuma mencium, meraba, menyentuh, atau melihat pasangannya. Bahkan, Nabi sampai menanyakan:
"Apakah sampai `milikmu' terbenam ke dalam `miliknya', seperti tali timba masuk ke dalam sumur?" Semua pertanyaan Nabi dijawabnya dengan: "Ya." Nabi pun kemudian memerintahkan untuk merajam Maiz.
Saat dieksekusi, Maiz lari, tetapi dapat ditangkap lalu rajam sampai ia meninggal. Menanggapi kejadian itu, Nabi berkata: "Mengapa kalian tidak melepaskannya saja? Barangkali ia akan bertobat dan Allah pun akan mengampuninya." Jenazah Maiz memang tidak dishalatkan.
Tetapi, tiga hari pasca eksekusi itu, Nabi bersabda: "Maiz telah bertobat yang jika tobatnya itu dibagikan kepada umat ini, itu sudah cukup buat mereka." Nabi juga mengatakan hal yang sama pada kasus wanita Ghamidiah dan Juhainah. Bahkan Nabi menshalatkan jenazah keduanya.
Hindari hukuman rajam
Ada beberapa alternatif pemaknaan yang dapat dilakukan terhadap hadis-hadis rajam. Di sini dikemukakan tiga saja: Pertama, Nabi dan para sahabat cenderung menghindari hukuman rajam. Pelaku diperintahkan pulang untuk bertobat.
Zina dianggap aib yang harus ditutupi, tidak boleh diekspos. Kepada Hazzal yang mengajurkan Maiz mengaku, Nabi berkata: "Kalau kamu merahasiakannya, itu lebih baik bagi kamu." Banyak hadis lain mendukung hal ini; Nabi memerintahkan agar aib diri atau orang lain tidak diceritakan kepada orang lain.
Dalam Alquran (Surah al-Hujarat: 12) dikemukakan perintah menjauhi kebanyakan prasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjingkannya.
Nabi saw sendiri dengan tegas menyatakan: "Hindarilah hudud dari orang-orang muslim sesanggup yang kamu lakukan. Sekiranya ada jalan keluar, maka bebaskanlah ia (pelaku kejahatan), karena sesungguhnya imam kalau tersalah dalam memaafkan lebih baik daripada tersalah dalam menghukum.
" Hukuman rajam yang dijatuhkan Nabi kepada para pelaku sangat terkait dengan pengakuan mereka di depan umum.. (intisari.com/ali abubakar)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Hukuman Rajam pada Masa Rasulullah, http://aceh.tribunnews.com/2014/11/11/hukuman-rajam-pada-masa-rasulullah.