Efek Buruk Jika Tak Pernah Pakai Starter Manual (Kick Starter) pada Motor Metik
Sayangnya, banyak yang kebablasan, sampai ada yang tidak pernah memanfaatkan fungsi kick starter atau engkol saat menghidupkan mesin.
Efek Buruk Jika Tak Pernah Pakai Starter Manual (Kick Starter) pada Motor Metik
TRIBUNJAMBI.COM - Salah satu alasan orang menyukai sepeda motor Skutik adalah kemudahan dalam mengendarainya.
Sayangnya, banyak yang kebablasan, sampai ada yang tidak pernah memanfaatkan fungsi kick starter atau engkol saat menghidupkan mesin.
Meski lebih mudah dengan starter elektrik, tapi ada keuntungan tersendiri menggunakan kick starter.
Baca: Ahok BTP Curhat Kehilangan Masa Umur 20-an, Waktu Dihabiskan Untuk Bekerja Karena Bapak Sakit
Baca: Nissan Livina 2019 vs Mitsubishi Xpander, Apa Perbedaannya? Meski Mirip Ini 10 Perbedaan Mencolok
Baca: Kapal Perampok Ikan Buruan Banyak Negara Ini Bertekuk Lutut di Tangan Menteri Susi, Ini Kisahnya
Menurut Slamet Pamuji, punggawa bengkel Selta Motor di Condet, Jakarta Timur, menggunakan engkol saat menghidupkan motor sangat penting, terutama di pagi hari.
"Bicara soal keuntungan cukup banyak, pertama menghemat aki, kedua bisa menjaga sirkulasi oli di dalam mesin, dan yang terakhir agar pegas dan tuas engkol tidak cepat berkarat," ujar Slamet kepada Otomania.
Menurut Slamet, keuntungan utama menggunakan starter kaki adalah untuk menjaga sirkulasi oli.

Karena saat mesin dingin, oli akan mengendap di bawah mesin, situasi ini membuat komponen di atas kurang terlumasi, seperti bagian piston dan setang seher.
Untuk Skutik yang interval pemakaiannya cukup jarang, kondisi ini bisa berbahaya.
Dengan kurangnya pelumas bisa membuat dinding silinder mudah lecet atau baret akibat gesekkan.
"Biasanya wanita yang jarang pakai engkol, karena malas harus standar dua."
"Tapi sebenarnya hal ini wajib dilakukan, minimal dua kali seminggu."
"Secara tidak langsung juga bikin aki lebih awet, karena penggunaan listrik terbesar itu untuk stater di pagi hari," ucap Slamet.
(Otomania.com/Stanly Ravel)
Baca: Kapal Perampok Ikan Buruan Banyak Negara Ini Bertekuk Lutut di Tangan Menteri Susi, Ini Kisahnya
Baca: Viral Rekaman Siswa Tantang Guru di Jogja, Ini 5 Faktanya, Kepsek Sebut Itu Becandaan

Efek Merugikan Sering Isi Ban dengan Angin Biasa Campur Nitrogen
Sering dengar kan kejadian kecelakan akibat ban pecah saat melaju di jalan raya?
Nah, selain kondisi ban yang sudah jelek atau tertancap benda tajam, salah satu penyebab ban bisa pecah adalah tekanan angin yang berlebihan.
Hal tersebut bisa diakibatkan ketika melakukan pengisian angin, tekanannya terlalu tinggi atau terjadi pemuaian udara di dalam ban karena panas.
Maklum, udara memang sifatnya mudah memuai ketika terkena panas (bisa terjadi akibat gesekan ban ke aspal atau tertransfer dari panas proses pengereman dan sebagainya).
Baca: Al Ghazali Jenguk Ahmad Dhani Bawa Gitar dan Doa, Ini Katanya Saat Ditanya Wartawan
Baca: Klaim Jokowi Soal DD, Yuk Cek Faktanya hingga Fahri Hamzah Jelaskan Peran Prabowo, Gerindra & SBY
Makanya, kini tak sedikit pemilik kendaraan memilih mengisi ban dengan nitrogen. Apalagi kini di kota-kota besar, sudah banyak bertebaran tempat-tempat pengisian nitrogen, seperti di SPBU, bengkel dan sebagainya.
Soalnya, sifat kimiawi zat yang juga disebut zat lemas atau malas bernomor atom 7 ini tidak gampang bereaksi dengan unsur lain kayak panas.
Tapi jangan coba-coba dicampur dengan angin biasa lo.
“Kalau dicampur udara biasa, justru akan membuat tekanan ban cepat naik. Malah bisa lebih tinggi dibanding pakai angin murni,” wanti Rois, petugas pengisian nitrogen di SPBU 43-12510 Ragunan, Jaksel beberapa waktu lalu.
Ardy, kru pengisian nitrogen di SPBU Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakbar binaan Koperasi 57 Karawang (Jabar) juga sependapat. “Jika dicampur angin biasa, gas nitrogennya yang kalah. Malah campuran yang terjadi menciptakan reaksi pemuaian yang lebih cepat saat terkena panas,” tukasnya. Masa' sih?
Untuk membuktikan ucapan Rois dan Ardy, langsung deh mengujinya di lapangan.
Baca: Ini Komentar Ariansyah, Soal Jabatannya, Jadi Kepala UPTD Samsat Kota Jambi. Ternyata Sudah Basic.
Praktiknya di Daihatsu Xenia Xi keluaran 2006. Salah satu ban diisi Nitrogen dengan tekanan sekitar 16 psi (gbr.1).
Kemudian dicampur dengan angin biasa menggunakan kompresor mini sampai tekanan ban naik jadi 33 psi (gbr.2) kala diukur penggunakan pressure gauge keluaran Coido.
Selanjutnya mobil dibawa jalan di siang hari bolong, tepatnya sekitar jam 12.30 dimana matahari lagi panas-panasnya.
Rute yang ditempuh bervariasi (jalan biasa dan jalan tol) dengan jarak tempuhnya sejauh 29 km.
Lalu tekanan ban pada roda yang setengahnya diisi nitrogen dan setengahnya lagi angin biasa diukur ulang menggunakan alat yang sama.
Hasilnya ternyata benar ucapan Rois dan Ardy. Jarum penujuk pressure gauge Coido langsung panteng di 36 psi (gbr.3). Artinya terjadi kenaikan tekanan sebanyak 3 psi dari pengisian awal.
Sementara ban yang berisi angin murni hanya mengalami kenaikan 0,5 psi mendekati 1 psi. (*)
(Tribunnews/Fajar Anjungroso)