Ditembaki Tropaz & Fretelin Saat Terjun Payung, Prajurit Kopassus Soegito Lempar Granat, Tak Meledak
Sejarah mencatat, Kopassus pernah berjuang sengit melawan pasukan Tropaz dan Fretilin saat melancarkan operasi ke Timor Timur yang kini bernama Timor
Ditembaki Tropaz & Fretelin Saat Terjun Payung, Prajurit Kopassus Soegito Lempar Granat tapi Tak Meledak
TRIBUNJAMJAMBI.COM - Sejarah mencatat, Kopassus pernah berjuang sengit melawan pasukan Tropaz dan Fretilin saat melancarkan operasi ke Timor Timur yang kini bernama Timor Leste.
Seperti dilansir dari buku 'HARI H 7 DESEMBER 1975 - REUNI 40 TAHUN OPERASI LINTAS UDARA DI DILI TIMOR PORTUGIS' yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbikan penerbit Kata, kala itu Pasukan penjaga Timor Timur (Dili) bernama Tropaz.
Baca: Misteri Temuan Logam Emas Bergambar Soekarno hingga Tongkat yang Kerap Dibawa Bung Karno
Baca: Detik-detik Operasi Woyla oleh Kopassus, LB Moerdani Perintahkan Senjata Diganti: Ini Alasannya
Baca: SNMPTN 2019 - Pahami Pola Ganjil-Genap Saat Login di snmptn.ac.id Perhatikan NISN & Jam Ketika Login
Pasukan pemberontak didikan Portugis ini harus dihadapi Kopassus kala itu.
Tropaz merupakan pasukan Timor Leste didikan Portugis yang kenyang dengan pengalaman tempur gerilya.
7 Desember 1975, TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal.

Jumlah pasukan yang diterjunkan 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus) dan 285 prajurit Yonif 501.
Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu, seperti data intelijen yang salah.
Data intelijen menyebutkan musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip. Ini salah besar.
Pasukan TNI sudah ditembaki saat masih melayang di udara.
Pilot TNI AU terpaksa membatalkan sejumlah penerjunan karena pesawat diberondong tembakan dari bawah.
Seorang load master di dalam C-13o Hercules tewas tertembak.
Akibatnya 72 prajurit Kopassus batal diterjunkan.
Baca: Baim Wong Tanggapi Tudingan Deddy Corbuizer soal Dompleng Popularitas Lewat Rafathar
Baca: Rayakan Valentine Bareng Gading Marten, Ini Pesan Gempi untuk Sang Ayah Jangan Pergi-pergi
Para prajurit yang terjun juga tak bisa membalas tembakan karena senapan AK-47 mereka masih terikat di paha.
Begitu mendarat mereka langsung mencari kelompoknya dan terlibat dalam pertempuran sengit.
Beberapa prajurit baret merah tersungkur ditembus peluru prajurit Tropaz.
Sementara itu, Komandan Nanggala V/Kopasandha Letkol Inf Soegito berlindung di balik tembok.
Ternyata di balik tembok itu terlihat beberapa orang Tropaz sedang menembak bertubi-tubi ke arah pasukan yang baru mendarat.
Soegito langsung melemparkan granatnya
Namun apes, granat itu tak meledak.
Dia mencabut granat kedua. "Blaaaar!!" ledakan keras terdengar hingga dinding bergetar.

Beberapa orang yang terluka berhamburan keluar, sontak Soegitu menarik picu senapan otomatisnya.
Rentetan peluru kaliber 7,62 mm segera menyiram dan menghabisi orang-orang berseragam hijau itu.
Dili dipenuhi suara tembak menembak hari itu.
Senapan serbu AK-47 milik Kopasandha versus senapan G3 standar NATO milik Tropaz dan Fretilin.
Siang harinya, pasukan baret merah itu berhasil menguasai Pelabuhan.
Letkol Soegito menggunakan sebuah bangunan yang belum jadi untuk markas Grup.
Dia mulai bisa mengontak pasukannya yang berceceran.
Di sinilah Soegito menerima kabar Mayor Inf Muji Raharjo tertembak di bagian leher. Lukanya sangat parah. Namun ajaib, nyawanya masih bisa tertolong.
Kota Dili bisa direbut hari itu juga. Pasukan Tropaz dan Fretilin mundur ke gunung untuk meneruskan perang Gerilya.
Kemenangan yang harus dibayar mahal dengan gugurnya 19 anggota Kopasandha dan 35 prajurit Yonif Linud 501.
Sementara dari pihak musuh sedikit simpang siur.
Ada yang menyebut 122 orang Pasukan Tropaz tewas, ada juga yang mencatat 105 orang. Selain itu puluhan pucuk senjata G-3 juga berhasil direbut.
Pasukan Grup I Kopasandha bertugas sekitar empat bulan di Timor Timur.
Mereka diterjunkan mulai 7 Desember 1975 hingga 31 Maret 1976.
Pasukan inilah yang melewati masa-masa terberat di awal Operasi Seroja.
Hampir tidak ada hari yang dilewatkan tanpa penyergapan dan tembak menembak.
Akhirnya, mereka pun ditarik pulang ke Home Base di Cijantung dengan menumpang kapal KM Tolanda.
Sesampainya di Tanjung Priok, puluhan truk sudah menunggu untuk membawa mereka pulang ke Cijantung yang berada di Jakarta Timur.
Kapten Bambang Mulyanto mengingat perjalanan itu terasa sangat lama.
Para prajurit sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan empat bulan lamanya.
Kapten Bambang menceritakan tiba di asrama Kopasandha, Cijantung, terlihat ibu-ibu, anak-anak, dan masyarakat berdiri berbaris di sepanjang jalan.

Mereka melambai-lambaikan tangannya menyambut para pahlawannya masing-masing yang telah kembali dari medan perang.
Pada saat truk berhenti, berhamburanlah mereka mencari suami, ayah, keluarga atau teman mereka.
"Ada satu hal yang membuat saya menitikkan air mata ketika menyaksikan putra almarhum Koptu Samaun berlari kian kemari mencari ayahnya yang sudah gugur dan dikebumikan di Timor Timur," kenang Kapten Bambang sedih.
Rupanya sang ibu tak berani menceritakan pada anaknya bahwa sang ayah sudah gugur.
Karena itulah bocah malang itu masih berlari-lari ingin menyambut ayahnya yang hilang.
Kopral Satu Samaun gugur pada tanggal 7 Desember 1975 di tengah pertempuran merebut Kota Dili.
Dia mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi sersan dua
TNI Berambut Gondrong Tembak Mati Anggota Fretilin
Ada cerita unik saat TNI melancarkan Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste), terutama aksi heroik mereka saat berhadapan dengan Fretilin.
Cepak dan rapih mungkin selalu jadi ciri khas rambut prajurit TNI, namun beda halnya pada saat prajurit-prajurit itu dikirimkan dalam operasi di Timor Timur.
Terlebih bila anggota TNI tersebut merupakan satuan pasukan khusus yang sering turun ke misi-misi berbahaya dan rahasia.
Sehingga penampilan mereka pun dirombak dengan rambut gondrong dan pakaian seadanya.
Terkadang hal itu membuat orang awam susah membedakannya dengan anggota pemberontak bila terjadi sebuah konflik.
Misalnya saja saat konflik di Timor Timur (Timor Leste).
Pasukan pemberontak yang bernama Fretilin, sangat identik dengan rambut gondrong dan dan pakaian seadanya.

Hal itu pun dilakukan oleh pihak TNI demi mampu menyusup dan tak dicurigai oleh para pemberontak itu.
Seperti dikutip dari buku 'INFANTERI The Backbone of the Army' karya Priyono, kisah unik datang dari seorang Sersan Mayor bernama Mursihadi
Mursihadi yang merupakan seorang pensiunan TNI dari Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) Korem 074 Warasratama, Surakarta, mengalami kisah unik saat bertugas di Timor Timur pada awal Operasi Seroja 1975.
Seperti kebanyakan anggota TNI yang ditugaskan di Timor Timur, Mursihadi juga berambut gondrong.
Suatu hari dirinya mendapat tugas untuk mencari tambahan makanan.
Ia kemudian masuk hutan sekadar mencari dedaunan atau berburu binatang, untuk dapat diambil dagingnya.
Saat asik mencari dan berburu, tiba-tiba muncul seseorang berpenampilan serupa, gondrong dan menenteng senjata.
Begitu lama Mursihadi dan orang tersebut saling mengamati satu sama lain
Setelah sekian lama mengamati, dirinya baru tersadar bahwa ternyata orang tersebut bukanlah rekannya.
Seseorang dengan tampilan gondrong di hadapannya itu merupakan anggota Fretilin, yang diduga sedang mencari bahan makanan juga.
Tak ingin ditembak duluan, Mursihadi kemudian berhasil menembak mati Si Fretilin gondrong dalam kontak tembak yang berlangsung singkat.
Namun, lain halnya jika anggota Fretilin yang berpenampilan gondrong menyamar sebagai prajurit TNI.
Hal tersebut dapat berakibat fatal.
Seperti kasus penghadangan truk yang berisi polisi yang mengamankan Pemilihan Umum 1997 di daerah Sektor Timur.
Truk yang sedang melintasi perbukitan di Kecamatan Quelicai, tiba-tiba dihentikan seseorang yang berpakaian loreng TNI. Sopir yang terkejut langsung menginjak rem.
Mendadak orang yang disangka teman tersebut melemparkan granat, tepat di bagian bak truk yang berisi pasukan serta persediaan bensin.
Akibatnya truk meledak hebat, kobaran api segera melahap truk seisinya.
Selain truk terbakar dan hancur sangat parah, seluruh penumpangnya juga tewas terpanggang.
Karena itu dikemudian hari muncul anjuran, agar tiap anggota TNI harus selalu merapikan penampilan.
Karena perbedaan yang terlalu tipis antara anggota Fretilin dan anggota TNI dapat berakibat fatal. (Tribunjambi.com)