Ciri-ciri Selang Kebohongan Firehose of Falsehood, Teknik Propaganda Rusia yang Disebut Jokowi

Teori Propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya

Editor: bandot
Erabaru
Jokowi berada di Kapal Perang Milik TNI AL 

"Seperti yang saya sampaikan, teori Propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya sehingga rakyat menjadi ragu. Memang teorinya seperti itu,"

TRIBUNJAMBI.COM - Presiden Jokowi dalam pidatonya di Solo pada Minggu (3/2/2019) menyebut Propaganda Rusia dan pemakaian konsultan asing dalam berpolitik cenderung tak menghiraukan dampaknya bagi rakyat Indonesia.

Mengutip dari Antara, Senin (4/2) Jokowi menyebut teori Propaganda Rusia dalam pidatonya tersebut saat ini dipakai dalam Pilpres 2019.

Capres Jokowi mengatakan, di pilpres 2019 pasangan calon presiden menggunakan konsultan asing dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2019.

Ia tak menyebut konsultan asing apa yang digunakan kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Namun, ia sempat menyinggung soal Propaganda Rusia.

"Seperti yang saya sampaikan, teori Propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya sehingga rakyat menjadi ragu. Memang teorinya seperti itu," kata Jokowi saat bertemu sedulur kayu dan mebel di Solo, Jawa Tengahm Ahad atau Minggu (3/2/2019).

Baca: Polemik Propaganda Rusia, Sudjiwo Tedjo Minta Jokowi Cari Cara Lain Untuk Mengecek Kebenarannya

Baca: Jokowi Tuding Pihak Lawannya Gunakan Propaganda Rusia, Ini Jawaban Prabowo dan Protes Kedubes

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mencontohkan soal hoaks mengenai tujuh kontainer surat suara tercoblos.

Juga mengenai hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet, yang saat itu masih bergabung dalam Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Akibat menggunakan konsultan asing itu, menurut Jokowi, strategi kampanye yang digunakan kubu oposisi berpotensi memecah belah masyarakat.

Penjelasan soal Propaganda Rusia

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Maruf Amin, Ace Hasan Syadzily menegaskan pernyataan Jokowi soal adanya propaganda Rusia hanya sebuah istilah.

Ace Hasan Syadzily mengatakan, istilah itu tidak ada kaitannya dengan intervensi Rusia.

"Pernyataan Pak Jokowi sebagai calon presiden tentang propaganda Rusia hanyalah sebuah istilah dan tidak berhubungan dengan intervesi negara Rusia pada proses politik di Indonesia," ujar Ace Hasan Syadzily melalui keterangan tertulis, Senin (4/2/2019).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan pengarahan dihadapan ribuan prajurit TNI. Sebanyak 3.316 personel Babinsa (Bintara Pembina Desa) se-Sumatera, menerima arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Minggu (16/12/2018) bertempat di Balairung Pinang Masak, Universitas Jambi, Provinsi Jambi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan pengarahan dihadapan ribuan prajurit TNI. Sebanyak 3.316 personel Babinsa (Bintara Pembina Desa) se-Sumatera, menerima arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Minggu (16/12/2018) bertempat di Balairung Pinang Masak, Universitas Jambi, Provinsi Jambi (IST/Pendam II/Sriwijaya)

Ace Hasan Syadzily mengatakan istilah propaganda Rusia populer setelah RAND Corporation menerbitkan artikel "The Russian 'Firehose of Falsehood' Propaganda Model" pada 2016.

Kata Ace Hasan Syadzily, propaganda Firehose of Falsehood atau semburan kebohongan ini disebut digunakan dalam pemilu di Brazil, Mexico, dan Venezuela.

"Sehingga sudah menjadi bagian dari metode perpolitikan baru di era post-truth," kata dia.

Ace Hasan Syadzily menjelaskan propaganda Firehose of Falsehood juga mempunyai beberapa ciri.

Pelakunya berusaha mendapatkan perhatian media melalui pernyataan dan tindakan yang mengundang kontroversi.

Kemudian, pelakunya juga melemparkan pernyataan yang misleading atau bahkan bohong.

Ace Hasan Syadzily mengatakan tujuannya adalah menghilangkan kepercayaan pada data dan merusak kredibilitas.

Pernyataan bohong itu diulang terus menerus agar menjangkau banyak orang.

Sementara itu, Ace Hasan Syadzily menegaskan hubungan Indonesia dengan Rusia makin erat.

"Hubungan persahabatan Indonesia dan Rusia justru semakin erat di era Pak Jokowi. Bahkan terakhir pada 14 November 2018, ketika KTT ASEAN 33, Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Putin di Singapura untuk peningkatan kerjasama ekonomi dua negara," kata dia.

Baca: Ratna Sarumpaet Dilupakan Tim Prabowo-Sandi, Eh Jokowi Malah Beri Jempol, Maksudnya Apa ?

Baca: Status Tersangka, Vanessa Angel Dirawat Karena Muntah dan Mual, Vanessa Sedang Hamil ?

Baca: Tahun Baru Imlek, Ada Delapan Pantangan, DIantaranya Tak Boleh Bersih-Bersih dan Tak Boleh Nyanyi

Pemerintah Rusia Tak Campuri Urusan Pilpres

Pernyataan Jokowi langsung direspon oleh akun Twitter resmi Kedubes Rusia di Indonesia @RusEmbJakarta, yang menjelaskan jika istilah Propaganda Rusia sendiri direkayasa pada tahun 2016 saat pemilu presiden Amerika Serikat.

Namun Pemerintah Rusia menolak akan hal tersebut dan menyatakan mereka tak akan mencampuri urusan dalam negeri orang, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat negeri Beruang.

"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," tulis Kedubes Rusia dalam cuitannya.

Lalu apakah itu Propaganda Rusia yang dipakai dalam kampanye Pilpres?

Tribunjambi.com melansir dari berbagai sumber terkait propaganda Rusia tersebut.

Propaganda Rusia ialah teknik menyebarkan informasi yang lazim dilakukan saat terjadi peperangan.

Di Rusia teknik ini dinamakan Maskirovka yang lumrah digunakan dalam peperangan.

Tribunjambi.com mengutip dari Grid.id, Maskirovka atau jamak dikenal dengan Russian Military Deception/The Russian Art of Deception ialah teknik penggaburan informasi (disinformasi), penipuan militer, kamuflase dan menyaru.

Digunakan oleh Rusia pada masa peperangan, tujuanya ialah menjadikan Rusia sebagai pemenang dalam peperangan yang mereka hadapi, baik dari segi militer, ekonomi dan politik.

Maskirovka sudah ada sejak zaman Tentara Kekaisaran Rusia, hingga era Uni Soviet, dan hingga hari ini.

Maskirovka tercatat pertama kali digunakan pada tahun 1380 ketika Pangeran Dmitry Donskoy dan 50 ribu tentara Rusianya mengalahkan Golden Horde, yakni pejuang Mongolia berjumlah 150 ribu dalam Pertempuran Kulikovo.

Dalam pertempuran Kulikovo, Pangeran Donskoy menyembunyikan tentaranya di hutan terdekat sebelum melakukan serangan mendadak ke posisi musuh.

Beranjak ke Perang Dunia II, Uni Soviet dibawah komando Jenderal Besar Georgy Zhukov sukses mengimplementasikan Maskirovka dalam palagan Neraka Dunia itu.

Terhitung pada pertempuran Stalingard, Kursk, dan Operasi Bagration di Belarus, Tentara Merah berhasil menipu mentah-mentah Nazi Jerman.

Hasilnya, Jerman kalah telak dari Uni Soviet di ketiga segi yang sudah disebutkan di atas.

Berakhirnya Perang Dunia II bukan berarti Maskirovka tak ada.

Justru teknik penipuan ini menyasar kepada adidaya Amerika Serikat dan Sekutunya.

Contohnya pada Krisis Misil Kuba (1962), The Prague Spring (1968) dan terakhir digunakan pada Aneksasi Crimea oleh Rusia (2014).

Milisi Pro-Russia di Crimea. Barat menuding Rusia sudah terjunkan militernya yang menyaru jadi milisi Crimea tanpa tanda pengenal militer dan kepangkatan di seragamnya yang termasuk Maskirovka.

Seorang Sejarawan bernama Tom Cubbage mengatakan jika Maskirovka sangat berhasil diterapkan oleh Uni Soviet sampai dengan Rusia dan apa pun yang mungkin dipikirkan Amerika Serikat bagi Kremlin itu adalah sesuatu yang dapat digunakan dalam perang maupun dalam masa damai.

Sedangkan US Army mendefinisikan Maskirovka sebagai penipuan, penyangkalan, kamuflase, penyembunyian dan penyamaran. (*)

Selang Kebohongan

Teknik penipuan dan penyangkalan tersebut kemudian kini digunakan pada pemilihan Presiden yang dilakukan di berbagai negara.

Ciri teknik ini yakni penyebaran berita bohong atau hoax secara terus menerus dengan cepat dan masih, diibaratkan seperti selang pemadam kebakaran.

Tak hanya satu kebohongan teknik Selang Kebohongan yang juga disebut Firehose of Falsehood ini juga menyebarkan berbagai kebohongan dalam jumlah yang banyak dan secara cepat.

Penyebarannya kebanyakan dilakukan di media sosial.

Tribunjambi.com mengutip tulisan tulisan Titis Nurdiana wartawan Kontan jelang pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019, Berita bohong (hoaks) bertebaran di mana-mana, mirip cendawan di musim hujan.

Tebaran kabar bohong menyebar lewat berbagai media sosial.

Sulit sekali kabar bohong itu terbendung.

Celakanya, banyak orang yang 'termakan' kabar bohong itu, bahkan mempercayainya seolah itu adalah kebenaran.

Ini tak luput dari strategi yang digunakan pasangan calon pilpres dan calon legislatif yang lebih suka mengarah penyebaran informasi ke media sosial.

Terlepas dari content benar atau tidak, mereka melepas banyak informasi di media sosial.

Mereka juga menggiring para pengikutnya atau calon pengikut untuk tak lagi mempercayai berita yang sudah terverifikasi seperti berita di media masa, berita yang sudah melalui verifikasi.

Cara-cara seperti ini memang menjadi tren global.

Di awali kampanye Doland Trump saat Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2016, strategi sama juga dipakai Jair Bolsonaro di Pilpres Brasil 2018.

Cara sama mengalir ke Indonesia.

Strategi ini biasanya disebut strategi selang pemadam kebohongan alias firehose of falsehood.

Teknik ini membutuhkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan secara repetitif dan terus- menerus.

Jika merujuk aneka peristiwa, kebohongan bahkan sudah dimulai jauh-jauh hari.

Strategi kampanye seperti ini dilakukan untuk memelintir fakta dan juga membentuk informasi yang membutakan publik

Dikutip dari Berbagai sumber Ini ciri-ciri berita hoaks selang kebohongan

1. Pelakunya berusaha mendapatkan perhatian media melalui pernyataan dan tindakan yang mengundang kontroversi.

2. Pelakunya juga melemparkan pernyataan yang misleading atau bahkan bohong.

3. Pernyataan bohong itu diulang terus menerus agar menjangkau banyak orang.

4. Penyebarannya masih melalui banyak sumber pemberitaan terutama di media sosial

5. Disebarkan dengan maksud tertentu tak memperdulikan kenyataan yang ada

6. Penyebarannya cepat, terus menerus dan berulang

7. Tidak konsisten pada Informasi

8. Mempengaruhi melalui sisi ketakutan manusia

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved