Tsunami Selat Sunda

Letusan Krakatau 1883 Timbulkan Gelombang Laut 40 Meter, Tsunami Selat Sunda Telan 36.000 Jiwa

Letusan Krakatau 1883, pernah mengakibatkan tsunami Selat Sunda setinggi 40 meter, yang menghantam daratan.

Editor: Duanto AS
Kolase/Tribun Jambi
Letusan Krakatau 1883 mengakibatkan tsunami Selat Sunda yang menelan korban 36.000 jiwa. 

Letusan Krakatau 1883, pernah mengakibatkan tsunami Selat Sunda setinggi 40 meter, yang menghantam daratan.

TRIBUNJAMBI.COM - Tsunami yang menghantam Banten dan Lampung pada Sabtu (23/12/2018) malam, mengingatkan pada peristiwa 135 tahun lalu.

Letusan Krakatau 1883, pernah mengakibatkan tsunami Selat Sunda setinggi 40 meter, yang menghantam daratan Banten dan Lampung.

Tsunami di Selat Sunda yang menerjang pesisir pantai Banten dan Lampung (Tsunami Banten dan Lampung), pada Sabtu (23/12/2018) pukul 21.33 WIB diawali dengan surutnya air laut.

Badan Geologi mendeteksi pada hari Sabtu (22/12/2018) pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/49/Krakatoa_eruption_lithograph.jpg/250px-Krakatoa_eruption_lithograph.jpg
Litografi letusan (circa 1888).
Gunung api Super kaldera Krakatau
pada 26-27 Agustus 1883

Saat itu, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus, namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigaikan.

Kemungkinan, material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan secara resmi bahwa tsunami telah terjadi dan menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda.

Baca Juga:

 Update Jumlah Korban Tsunami Selat Sunda, 281 Orang Tewas, 57 Orang Hilang, Ini Rinciannya

 Daftar Artis yang Jadi Korban Tsunami Selat Sunda, 222 Orang Tewas di Banten dan Lampung

 Jenderal Mad Dog yang Jiper saat Lihat Kopassus Minum Darah Kobra, Mundur

 7 Fakta Aneh tentang Yesus, dari Tren Rambut Gondrong hingga Aturan Diet Kristen yang Dihapus

Tsunami terjadi Sabtu (22/12/2018) malam sekitar pukul 21.33 WIB, menerjang pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.

Letusan Gunung Krakatau pada 1883

Perlu diketahui, erupsi Krakatau kini terjadi hampir setiap hari sejak 29 Juni 2018.

Hal itu mengingatkan kita pada letusan dahsyat gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883.

Saat itu, letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 Km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.

Dilansir dari kompas.com, jauh sebelum peneliti asing menulis tentang meletusnya Gunung Krakatau (Krakatoa, Carcata) tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, seorang pribumi telah menuliskan kesaksiaan yang amat langka dan menarik, tiga bulan pascameletusnya Krakatau, melalui Syair Lampung Karam.

Peneliti dan ahli filologi dari Leiden University, Belanda, Suryadi mengatakan hal itu kepada Kompas di Padang, Sumatera Barat, dan melalui surat elektroniknya dari Belanda, Minggu (31/8).

Perahu naik terhempas ke daratan di  Way Muli
Perahu naik terhempas ke daratan di Way Muli (Tribunlampung.co.id/Perdiansyah)

"Kajian-kajian ilmiah dan bibiliografi mengenai Krakatau hampir-hampir luput mencantumkan satu-satunya sumber pribumi tertulis, yang mencatat kesaksian mengenai letusan Krakatau di tahun 1883 itu. Dua tahun penelitian, saya menemukan satu-satunya kesaksian pribumi dalam bentuk tertulis, " katanya.

Sebelum meletus tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883.

Letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.

 Jadwal Misa Natal di Jambi Tahun 2018, Seluruh Gereja Katolik di Provinsi Jambi, Catat Waktunya

 Terungkap 4 Penyebab Tsunami di Selat Sunda Menurut Vulkanolog ITB yang menelan Korban 222 Orang

Sebelum meletus tahun 1883, Gunung Krakatau telah pernah meletus sekitar tahun 1680/1. Letusan itu memunculkan tiga pulau yang saling berdekatan; Pulau Sertung, Pulau Rakata Kecil, dan Pulau Rakata.

Suryadi menjelaskan, selama ini yang menjadi bacaan tentang letusan Gunung Krakatau adalah laporan penelitian lengkap GJ Symons dkk, The Eruption of Krakatoa and Subsequent Phenomena: Report of the Krakatoa Committee of the Royal Society (London, 1883).

Tsunami Selat Sunda, Sabtu 23 Oktober 2018

Tsunami di Selat Sunda yang menerjang pesisir pantai Banten dan Lampung, Sabtu (23/12/2018) ternyata diawali surutnya air laut.

Seorang saksi mata yang merupakan warga setempat, Kamila Aprianti (18), menyebut pantai di belakang Hotel Marina Anyer sempat surut sekitar pukul 19.00 WIB.

"Ombak dari sore sudah besar, tapi pas jam 7 malam itu sempat menghilang dan air laut surut banget, saya sih belum berpikir macam-macam saat itu," cerita Kamila kepada Kompas.com, Minggu (23/12/2018) dini hari.

Namun, selang 10 menit kemudian, ombak besar datang, mengempas ke darat dan diikuti oleh air laut yang terus naik hingga ke pekarangan hotel.

Kamila yang saat itu tengah bersama belasan temannya di hotel berhamburan keluar bersama pengunjung hotel lain.

 PREDIKSI Bencana yang akan Melanda Indonesia Tahun 2019, Ini yang Terdahsyat

 Terungkap 4 Penyebab Tsunami di Selat Sunda Menurut Vulkanolog ITB yang menelan Korban 222 Orang

"Saya lihat di jalan sudah ramai sekali warga dan wisatawan lain, ada teriakan tsunami-tsunami, semua panik, jalan raya sudah tergenang air setinggi tumit saya, banyak yang berlarian dan bawa kendaraan masing-masing menuju arah bukit," kata dia.

Kamila yang juga merupakan warga setempat, memilih untuk menyelamatkan diri ke rumahnya, di Kampung Kosambi, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, yang berada sekitar 500 meter dari hotel.

Menurut penuturannya, air laut mulai surut dari daratan sekitar pukul 24.00 WIB.

Namun warga belum berani untuk kembali ke arah pantai karena khawatir terjadi gelombang susulan.

"Apalagi sekarang tengah hujan deras, kami para perempuan tetap terjaga di dalam rumah, sementara pemuda dan bapak-bapak ronda di halaman depan," tutup dia.

Peringatan Dini dari BMKG

Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG mengatakan tsunami di Pantai Barat Banten tak dipicu oleh gempa bumi.

Dwikorita menyatakan jika gelombang tinggi terjadi karena faktor cuaca.

"Gelombang tinggi terjadi karena cuaca," ujar Dwikorita dalam keterangan resmi yang dilansir dari Kompas.com, Sabtu (23/12).

Sebenarnya BMKG juga telah mendeteksi dan mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang mulai diberlakukan pada tanggal 22 Desember 2018 puku 07.00 WIB sampai 25 Desember 2018 pukul 07.00 WIB di wilayah perairan Selat Sunda.

Hal ini berarti sudah ada peringatan dini sekitar 14 jam sebelum tsunami menerjang pukul 21.30 WIB.

Selain faktor cuaca, BMKG juga menyebut adanya tsunami karena erupsi Gunung Anak Krakatau.

Tapi karena seismometer rusak maka dugaan adanya tsunami jadi tak terduga.

"BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan bahwa pada 21.03 WIB Gunung Krakatau erupsi kembali sehingga peralatan seismometer setempat rusak, tetapi seismic Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus," jelas Dwikorita.

Kerusakan terparah di Way Muli, Seorang ayah menggendong anaknya di Way Muli
Kerusakan terparah di Way Muli, Seorang ayah menggendong anaknya di Way Muli (Tribunlampung.co.id/Perdiansyah)

Rekaman seismik dan laporan dari masyarakat menjadi dasar bagi BMKG untuk memastikan jika tsunami Banten tidak disebabkan aktivitas gempa bumi tektonik.

Namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi waktu kurang lebih 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pukul 21.03 WIB.

Berdasarkan hasil pengamatan tidegauge Serang di Pantai Jambu, Desa Bulakan, Cinangka, Serang, tercatat pukul 21.27 WIB ketinggian gelombang 0,9 meter.

"Kemudian tidegauge Banten di pelabuhan Ciwandan, tercatat pukul 21.33 WIB ketinggian 0.35 meter," kata Dwikorita.

Selanjutnya, lewat tidegauge Kota Agung di Desa Kota Agung, Kota Agung, Lampung tercatat pukul 21.35 WIB ketinggian 0.36 meter.

Terakhir tidegauge Pelabuhan Panjang, Kota Bandar Lampung tercatat pukul 21.53 WIB ketinggian 0.28 meter.

"Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Juga diimbau untuk tetap menjauh dari pantai perairan Selat Sunda, hingga ada perkembangan informasi dari BMKG dan Badan Geologi," kata Dwikorita.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Tahun 1883 Krakatau Pernah Meletus Sebabkan Tsunami Banten dan Lampung Setinggi 40 Meter

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

 Penyerbuan di Hutan Papua, Kopassus Pardjo Tidur di Antara Mayat hingga Selamat

 Kejadian Alam yang Mendahului, Sebelum Tsunami Selat Sunda Menewaskan Ratusan Orang

 Daftar Danjen Kopassus sejak 1952-Sekarang, Ungkap Misi Rahasia dengan CIA

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved