Kopi Sore
Refleksi Hari Pahlawan 10 November: Dulu Kita Ditindas Penjajah, Kini Ditindas Koruptor. Lawan!
Hari Sabtu besok, kita semua mengenang Hari Pahlawan 10 November. Bagaimana kita mengisi kemerdekaan yang telah "diwujudkan" para pahlawan tersebut?
Hari Sabtu, 10 November 2018, esok kita kembali akan memperingati mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perjuangan.
Bicara Hari Pahlawan, tentu tidak bisa dilepaskan dari dua ikon penting dalam sejarah revolusi Indonesia itu, yakni Bung Tomo dan pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Pada tanggal tersebut 73 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian melawan tentara Inggris di Surabaya. Mereka bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Melalui agitasi yang begitu masif lewat siaran-siaran radio, Bung Tomo mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat mengusir penjajah yang hendak mencengkeram kembali Indonesia.
Baca: Hasil Survei Litbang Kompas, Jawaban Milenial tentang Pahlawan, Jelang Hari Pahlawan 10 November
Baca: Fakta di Balik Pertempuran 10 November, Ini Awal Mula Penetapan jadi Hari Pahlawan
Nilai-nilai luhur semangat kepahlawanan para pahlawan mengusir penjajah demi kemerdekaan Republik Indonesia sangat relevan untuk ditransformasikan dalam bentuk perjuangan baru. Tak cukup hanya dengan kegiatan yang cenderung bersifat seremonial, yakni dengan melaksanakan upacara pengibaran bendera yang disertai mengheningkan cipta.
Setelah itu selesai, tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Sejumlah pertanyaan patut kita kedepan, misalnya, makna apakah yang dapat kita tangkap dari Hari Pahlawan? Dapatkah kita mengaktualkan Hari Pahlawan yang dapat kita gunakan dalam kehidupan kita saat ini?
Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran?
Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, dan kerelaan berkorban?
Saat ini pahlawan jauh lebih kompleks tantangannya. Bila dahulu tantangan penjajah riil, hari ini kita menghadapi penjajah yang juga ada dalam diri bangsa kita. Bangsa Indonesia membutuhkan pahlawan-pahlawan baru untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan partisipatif secara budaya.
Dalam konteks kekinian, semangat kepahlawanan salah satunya bisa ditransformasikan atau diarahkan dalam perjuangan baru untuk memerangi korupsi. Korupsi sebagai kejahatan luar biasa adalah musuh bersama karena terbukti merusak kehidupan bangsa, tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga merusak sektor politik, sosial budaya, pendidikan, dan lainnya.
Baca: Yusril: Habib Rizieq pun Tak Bisa Menelepon Pak Prabowo, Jadi Memang Agak Susah Dihubungi
Baca: Sudah Disediakan Kursi Khusus, Jokowi Bakal Nonton Konser Guns N Roses, ini Jawabannya
Maraknya praktik korupsi terlihat dari banyaknya pejabat publik yang terlibat dalam kejahatan itu. Data Litbang Kompas mencatat, kasus korupsi melibatkan setidaknya 77 anggota DPR dan DPRD (2007-2014), 10 menteri dan mantan menteri (2002-2015), 10 kepala daerah (2013-2015), dan 9 politisi dari sejumlah parpol (2009-2014). Data KPK selama 11 tahun hingga Agustus 2015 setidaknya sudah ada 56 kepala daerah yang terjerat kasus hukum di KPK.
Sesudah itu, hingga saat ini, ada lebih dari 98 kepala daerah yang sudah diproses oleh KPK dalam 109 perkara korupsi dan pencucian uang.
"Selain melanggar sumpah jabatan, korupsi kepala daerah berarti mengkhianati masyarakat yang telah memilih secara demokratis," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Sejak Januari hingga pertengahan Juli 2018, 19 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah itu, sebanyak 15 di antaranya berawal dari operasi tangkap tangan
Baca: Walau Kesal Diperiksa Imigrasi Bali, Miyabi Ternyata Juga Senang Karena Terkenal di Indonesia
Baca: Pamer Foto Sarapan dengan Irwan Mussry, Maia Estianty Tulis Breakfast dengan Teman Hidup
Nilai kepahlawanan dalam konteks perang melawan 'penjajahan' korupsi, juga berarti upaya menangkal hal-hal negatif itu sekaligus mengembangkan perilaku positif. Caranya, generasi muda bisa berjuang dari hal yang sederhana, tetapi berpengaruh positif terhadap masyarakat.
Kita harus meniru semangat pahlawan dengan tidak korupsi, jujur bekerja, dan hanya mengambil apa yang menjadi haknya.
Upaya memerangi korupsi itu bisa dimulai dari diri sendiri, lingkungan terdekat, hingga organisasi atau institusi yang dipimpinnya. Kita juga harus melawan nafsu ingin cepat berkuasa dan kaya dengan cara-cara yang korup, dan berjuang untuk mengubah pola pikir masyarakat yang kian nyaman terhadap budaya korup. Sebab cita-cita pahlawan itu adalah berjuang untuk bangsa bukan untuk diri sendiri.
Baca: Akui Manipulasi Dukungan, Misgianto Sebut Ada Intervensi
Baca: Komandan Taliban Diringkus
Saat perjalanan bangsa masih tersengal-sengal seperti sekarang, perubahan hanya jadi menu diskusi, saat itulah gerakan progresif kaum intelektual terpelajar untuk memberikan gagasan-gagasan tentang perubahan juga menjadi satu kebutuhan mendesak.
Solusi-solusi baru dan tindakan konkrit untuk perubahan sosial mutlak dibutuhkan. Semoga ini bisa menjadi bahan refleksi kita bersama dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur semangat kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan ini dengan penuh makna. (*) (RHR Dodi Sarjana)