Pilpres 2019
'Perang Algoritma Medsos' Hacker Rusia yang Jadi Think Tank Donald Trump Disebut Tiba di Indonesia
Tidak hanya di Amerika Serikat, para peretas ini juga pernah terlibat di dalam delapan pilpres negara lainnya.
TRIBUNJAMBI.COM - Jauh hari sebelum masa kampanye Pilpres 2019 dimulai, sejumlah peretas atau hacker asal Rusia disebut telah berada di Indonesia.
Genderang kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 di Indonesia dimulai, seiring pembukaan dan deklarasi kampanye damai oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Silang Monas Jakarta pada Minggu, 23 September 2019.
Para hacker disebut telah tiba pada saat pencalonan presiden sedang berjalan.
Peretas Rusia yang dimaksud juga merupakan 'think-tank' saat kampanye pemenangan Donald Trump di Amerika Serikat pada 2016.
Tidak hanya di Amerika Serikat, para peretas ini juga pernah terlibat di dalam delapan pilpres negara lainnya.
Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Intelijen, Nuruddin Lazuardi kepada Tribun di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Data yang dimilikinya, menjelaskan bahwa para peretas tersebut sudah bertemu dengan beberapa petinggi partai politik di Indonesia.
Baca: Tunggakan PDAM di Tanjab Barat, Sebelum 2010 akan Dihapuskan
Baca: Hacker Think-tank Pemenangan Donald Trump Disebut Masuk Indonesia untuk Perang Pilpres 2019
Baca: Sumber Kekayaan Ahok, Duit Tetap Mengalir Meski Dalam Penjara, Punya Investasi
"Iya saya sudah tahu soal itu. Ada pembicaraan antara mereka dengan beberapa politisi. Tim ini sudah ada sejak lama dan itu hal yang biasa saja," ungkapnya.
Namun, dia masih belum tahu apakah dalam pembicaraan tersebut agen Rusia ini mengatasnamakan pemerintah Rusia atau bergerak membawa institusi perusahaan.
"Nah yang itu saya belum tahu. Apa mereka atas nama pemerintah Rusia atau murni bisnis, saya tidak paham," ujarnya.
Dalam pekerjaannya, peretas dari Rusia ini akan lebih banyak bermain di media sosial, sama halnya saat kampanye Trump di Amerika Serikat.
Mereka, lanjutnya, akan bermain di algoritma media sosial.
"Mereka akan mengandalkan teknologi yang dimiliki untuk pilpres 2019 ini. Mereka main di Facebook dan Twitter khususnya. Kalau Instagram saya pikir tidak," jelas dia.
Caranya, agen tersebut akan 'memotong' algoritma di jejaring Facebook dan Twitter yang mengunggah konten tidak menyenangkan bagi pasangan calon yang dibela.
Selain itu, mereka juga akan memviralkan pasangan calon yang dibela di semua media sosial.
Ketika sudah viral, maka konten tersebut akan diangkat menjadi pemberitaan oleh media arus utama.
"Mainnya di viral. Kalau ada konten yang menyudutkan, biasanya oleh mereka di "cut" langsung. Kalau sudah viral, nanti kan jadi berita juga di media mainstream," urainya.
"Untuk siapa mereka bekerja?"
Nuruddin enggan menjawab saat ditanya untuk siapa para agen tersebut bekerja.
"Ya lihat saja nanti lah. Siapa yang beri jatah banyak untuk Rusia kalau menang, ya itu dia yang pegang," tukasnya.
Tribun mencoba mengklarifikasi informasi tersebut ke dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung dalam Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Wakil Direktur Informasi dan Teknologi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Vasco Ruseimy, membantah adanya peran agen yang menaungi hacker asal Rusia itu.
Menurutnya, tidak ada akses kubu mereka ke peretas asal Rusia tersebut.
Terlebih, pasangan nomor urut 02 sudah merasa cukup dengan adanya bantuan dari relawan yang bergerak selama ini di media sosial.
"Enggak lah. Kita cukup dengan relawan saja. Lagian, enggak ada akses ke mereka," ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa terlalu jauh mengaitkan pilpres 2019 kali ini dengan hadirnya peretas Rusia yang pernah terlibat dalam kampanye Donald Trump di Amerika Serikat.
"Terlalu jauh lah. Saya kira tidak ada yang seperti itu di pilpres Indonesia," imbuhnya.
Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Raja Juli Antoni mengatakan sejauh ini timnya masih percaya dengan kemampuan anak bangsa.
Masyarakat, kata dia, menjadi konsultan politik pasangan nomor urut 01 itu.
"Tidak lah. Kami masih percaya dengan anak bangsa. Tidak perlu konsultan politik dari luar negeri," tegasnya.
Dia menyatakan, apabila benar ada pihak yang menggunakan jasa asing, maka sudah dapat dipastikan akan diintervensi kebijakan-kebijakannya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus memperhatikan informasi tersebut.
"Itu kan berarti ada intervensi dari asing. Kalau benar ada, ya Bawaslu harus bisa mengawasi ini," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Think Tank Donald Trump Disebut Masuk Pilpres Indonesia, Perang Algoritma Media Sosial
Baca: Microsoft Office 2019 Resmi Meluncur, Ini Perbedaan dengan Seri Sebelumnya
Baca: The Blue Jeans Soldiers Legenda Kopassus di Timor Timur, Tak Pakai Baret Merah Hajar Pemberontak
Baca: Video Viral Jokowi-Maruf Kampanye dengan Biskuit Khong Guan, Terungkap Asal-usul Sang Ayah