2 Tahun Usai Reformasi 98, "Kalau Memegang Uang Soeharto Jadi Sial"
Semenjak Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, segala hal yang berhubungan dengan Soeharto seolah-olah tak laku lagi.
TRIBUNJAMBI.COM - Semenjak Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, segala hal yang berhubungan dengan Soeharto seolah-olah tak laku lagi.
Salah satunya adalah para pejabat negara yang berusaha menjauhkan hubungannya dengan keluarga Soeharto.
Bahkan, uang pecahan Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto pun tak laku dan dijauhi masyarakat.
Seperti dikutip dari artikel Kompas yang terbit pada 31 Agustus 2000, 2 tahun setelah Soeharto jatuh.
Baca: Ketika Strategi Penggulingan Ahok Dibocorkan Prabowo, Ketua Progress 98: Makin Suram
Baca: Dosen Matematika FST Unja Gelar Pengabdian Masyarakat di SMP Rayon 1
Diceritakan bahwa para pedagang hingga pegawai kafe menolak dibayar atau menerima tips uang yang bergambar Soeharto.
Di wilayah Palmerah Barat misalnya, seorang pedagang nasi tak mau dibayar pembelinya dengan uang keluaran tahun 1993 atau 1995 yang masih bergambar Soeharto.
Pedagang nasi itu minta pelanggannya membayar memakai uang lain atau pecahan lain.
"Kalau gambar Soeharto beginian udah kagak laku lagi. Di mane-mane juga ditolak," kata pemilik warung nasi.
Tak mau sial
Saat kejadian itu, uang tersebut memang sudah ditarik ileh Bank Indonesia sejak 21 Agustus 2000.
Namun, masa penarikan uang bergambar Soeharto itu berlaku 10 tahun.
Artinya, uang bergambar Soeharto itu baru benar-benar tak dapat digunakan sebagai alat transaksi pada 20 Agustus 2010.
Namun, tetap saja warga menolak menerima uang bergambar Soeharto itu.
Baca: Honda Brio Generasi Kedua Hadir di Jambi, Lihat Makin Dinamis dan Sporty
Baca: Pawai Bisu Keliling Benteng Kuno Yogyakarta, Tulisan P Swantoro tentang PKI
Hal serupa juga terlihat di kawasan hiburan di Jalan Manggabesar.
Di sebuah coffee shop yang juga menyediakan jasa pijat, kasir menolak uang Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto.
Tidak hanya itu, bahkan terdapat pengumuman di loket: "Tidak menerima pembayaran pakai uang bergambar Soeharto".
Para pelayan juga enggan menerima tips dari pengunjung dengan uang bergambar Soeharto.
Tak jarang hal ini menyebabkan pertengkaran antara kasir atau pramuria dengan pengunjung.
"Alah, kalian, kan, bisa nukerin uang ini di bank. Jangan mempersulit pengunjung dong," ujar seorang pengunjung.
Namun, tetap saja tidak ada yang bersedia menerima uang pecahan Rp 50.000 bergambar Soeharto itu.
"Saya kalau memegang uang Soeharto jadi sial," ujar seorang pelayan.

Penolakan yang sama juga dilakukan oleh pedagang televisi yang berjualan di kawasan Glodok, Jakarta Barat.
Mereka bahkan rela membatalkan transaksi jika sang pembeli hanya memiliki uang bergambar Soeharto.
Meski begitu, alasan pedagang di Glodok ini lebih masuk akal.
Mereka tidak mau repot untuk menukarkannya ke Bank Indonesia.
Selain itu, para pembeli juga banyak yang tidak mau menerima kembalian uang bergambar Soeharto.
Hal ini tentu saja merepotkan calon pembeli. Apalagi, banyak dari mereka yang tidak tahu kalau uang bergambar Soeharto itu akan ditolak.
Baca: Didengar Ribuan Orang, Mamah Dedeh Ingatkan Allah Tak Suka Manusia Sombong
Salah satunya dirasakan Muslih, pria asal Mauk, Tangerang
Saat itu Muslih membawa sekitar 13 lembar uang kertas bergambar Soeharto.
Namun, dia terpaksa menunda membeli televisi, karena uang yang ia bawa tidak cukup lagi.
"Saya heran, di mana-mana uang Soeharto ditolak sebagai alat membayar. Padahal, saya, kan, orang kampung yang tidak pernah membaca koran atau dengerin berita," ujar Muslih (47).
Detik-detik Menjelang Soeharto Lengser
Dua belas hari sebelum lengser, tepatnya 9 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk pergi ke Mesir.
Kepergiannya bukan tanpa alasan, ia akan menghadiri pertemuan kepala negara-negara G-15.
Kepergiannya itu sempat menjadi permasalahan, sebab saat itu kondisi menjelang Reformasi sudah menunjukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan.
Baca: Rencana Akan Terjun ke Perkebunan Teh, Pasukan Khusus TNI AU Malah Turun di Markas Belanda
Kepergian kepala negara ke luar negeri di tengah kondisi darurat tentu menimbulkan banyak tanda tanya.
Dikutip dari buku 'Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto'
Kepergian Pak Harto ke Mesir sempat dicegah oleh sang adik, Probosutedjo.
Probosutedjo yang meminta agar kakaknya itu tak meninggalkan Indonesia.
"Sebetulnya, sebelum Mas Harto berangkat ke Mesir saya sudah berusaha mencegahnya untuk berangkat," ungkap Probosutedjo
"Karena saat itu sudah tercium gelagat buruk di Jakarta," sambungnya
Baca: Honda Brio Generasi Kedua Hadir di Jambi, Lihat Makin Dinamis dan Sporty
Namun, permintaan Probosutedjo ditolak.
Soeharto bersikeras untuk berangkat dengan alasan sudah terlanjur menyanggupi akan hadir di pertemuan kepala negara-negara G-15.
Tak habis akal, Probosutedjo lalu meminta tolong kepada Ketua MPR Harmoko untuk mencegah agar Soeharto tak berangkat.
Saat itu, ia yakin kakaknya akan berpikir ulang untuk berangkat ke Mesir bila yang memintanya adalah Ketua MPR.
Harmoko menyanggupinya dan menjanjikan akan mengatakan hal itu kepada Soeharto pada malam harinya.
"Benar, Harmoko kemudian datang menemui Mas Harto," ucap Probosutedjo
Pagi harinya, Harmoko menelepon Probosutedjo. Namun justru kabar yang tak diharapkan itu datang.
Baca: Hartini Kaget saat Soeharto Tunjuk Langit, Semenit Kemudian Hujan Turun
Harmoko mengungkapkan bahwa ia telah gagal mencegah Soeharto pergi ke Mesir.
Tak hanya itu, Harmoko juga mengatakan kepada Soeharto bahwa Probosutedjo lah yang meminta agar ia tak berangkat ke Mesir.
"Saat itu saya katakan kepada Harmoko, kenapa tidak bilang rakyat yang menginginkan. Harmoko tak menjawab. Maka, pergilah Mas Harto," tutur Probosutedjo.
Tak dapat dicegah, Soeharto pun tetap berangkat ke Mesir
Namun, kekhawatiran Probosutedjo kemudian terbukti.
Pada 12 Mei 1998, terjadilah peristiwa Trisakti, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.
Empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap peserta demonstrasi yang melakukan aksi damai.
Sedangkan korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Baca: Kelompok yang Diduga Aliran Sesat Muncul Lagi di Muarojambi
Tragedi Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru.
Menurut Probosutedjo, Tragedi Trisakti sangat mengejutkan. Apalagi dua hari setelah itu terjadi kerusuhan yang besar.
Hari itu pula, Probosutedjo menelepon Soeharto dan menceritakan kondisi di Jakarta.
"Saya akan segera kembali. Tanggal 15 Mei sudah ada di Jakarta," kata dia menirukan jawaban Pak Harto.
Enam hari pasca menginjakkan kaki di Indonesia, tekanan kepada Soeharto kian dahsyat.
Baca: Ketika Strategi Penggulingan Ahok Dibocorkan Prabowo, Ketua Progress 98: Makin Suram
Gerakan mahasiwa menduduki Gedung MPR-DPR menuntut bapak Orde Baru itu lengser.
Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan diri mundur dari kursi presiden setelah 32 tahun mendudukinya.
Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB.
Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah ini dia ambil setelah melihat "perkembangan situasi nasional" saat itu.
Tuntutan rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang, terutama permintaan pergantian kepemimpinan nasional, menjadi alasan utama mundurnya Soeharto.
"Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto, dilansir dari buku Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006) yang ditulis Bacharuddin Jusuf Habibie.
Dengan pengunduran diri ini, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepresidenan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.
"Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof H BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003," ucap Soeharto.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Baru 2 Tahun Reformasi, Uang Bergambar Soeharto Ditolak Sejumlah Pedagang, 'Gak Laku,', http://surabaya.tribunnews.com/2018/09/14/baru-2-tahun-reformasi-uang-bergambar-soeharto-ditolak-sejumlah-pedagang-gak-laku?page=all.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta
Editor: Adrianus Adhi