Tertembak di Lengan Kiri, Prajurit Kopassus Ini Terus Menekan GAM, Hingga Kehabisan Banyak Darah

Sepertinya kisah Koppasus tidak ada habisnya untuk diceritakan. Satu diantaranya adalah kisah Praka Soeprapto.

Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Indo Polhukam
Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Sepertinya kisah Koppasus tidak ada habisnya untuk diceritakan.

Satu diantaranya adalah kisah Praka Soeprapto yang merupakan Grup 1 Kopassus TNI AD.

Saat itu dirinya bermarkas di Serang sedang ditugaskan dalam tour of duty ke Aceh.

Penugasan ini bukanlah yang pertama, Praka Soeprapto sudah beberapa kali wilayah konflik tersebut.

Baca: Jadwal (LIVE) Siaran Langsung SCTV, Timnas U-23 Indonesia vs Uni Emirat Arab Asian Games 2018

Baca: Target Jadi Lumbung Suara Jokowi-Maruf di Pilpres, PDIP Rencana Hadirkan Jokowi ke Jambi

Dalam penugasan ke tiga inilah Praka Soeprapto mengalami kisah hidup yang membekas hingga kini.

Kisah Praka Soeprato, prajurit Grup 1 Kopassus, meski sudah 2 kali menjalani operasi, operasi ke tiga ini yang paling membekas hingga kini.

Beliau tertembak peluru senjata GAM (Gerakan Aceh Merdeka) saat melakukan operasi rutin di Kampung Mereu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar pada 24 April 2005.

Saat itu Praka Soeprato sebagai anggota Tim 2 Dharma 14 mendapat tugas untuk melakukan patroli dan penyisiran.

Setelah mendapat informasi dari Koramil Indrapuri dan masyarakat sekitar yang melaporkan.

Ada sekelompok pemberontak GAM bersenjata berkekuatan tiga hingga empat orang yang berada di gubuk-gubuk kebun kosong dan berusaha merapat ke perkampungan untuk menambah pembekalan logistik.

Baca: Target Jadi Lumbung Suara Jokowi-Maruf di Pilpres, PDIP Rencana Hadirkan Jokowi ke Jambi

Praka Soeprapto di hari kedua operasi pengejaran, saat itu bersama tim sekitar jam enam pagi melakukan penyisiran.

Namun ketika sudah mau pulang ke markas, beliau melihat dua orang di sebuah gubuk berpakaian sipil tanpa senjata.

Anehnya, ketika didekati mereka langsung lari saat pasukan akan menuju gubuk tersebut.

Karena dianggap mencurigakan, Dantim 2 Dharma 14, Serda Lasdiyanto langsung memerintahkan empat orang anggotanya untuk mengejar dan menangkap kedua orang tersebut.

Baca: Kisah Kopassus yang Melegenda, Turun ke Sungai yang Dikabarkan Dipenuhi Buaya

Ketika melakukan pengejaran, tiba-tiba dari arah semak-semak keluar rentetan tembakan yang gencar.

Tembakan tersebut dilakukan oleh sekelompok anggota GAM, yang diperkirakan berjumlah 35 orang dan bersenjata campuran sekitar 15 pucuk.

Mereka berada dalam jarak pandang sekitar 200 meter.

“Sesuai dengan perintah kami mengejar dan melakukan kontak tembak jarak dekat, sekitar 75 meter," papar Soeprapto.

Setelah beberapa saat lamanya dirinya baru tersadar kalau lengan kiri saya tertembak.

Baca: Bata Promo 1 Juta Pasang Sepatu, Ada Harga Spesial Hingga Diskon 70 Persen

Baca: BSM Jambi Siap Layani Nasabah Untuk Dapatkan Kartu ATM GPN, Target Selesai 2020

Secara insting Ia langsung melindungi diri dengan melompat dan berlindung ke parit sambil terus membalas tembakan.

Arena serbuan tembakan dari para prajurit Kopassus itu, kelompok GAM secara berangsur-angsur mundur melarikan diri ke arah perbukitan.

Pasukan pun mengejar, namun karena sulitnya medan, mereka kemudian kehilangan jejak.

“Pada saat itu saya mengalami pendarahan yang lumayan. Rekan saya membantu dengan menekan dan mengikat pangkal lengan saya agar pendarahannya tidak parah, sambil mengangkut saya dari tempat kejadian ke Puskesmas Indrapuri," papar Soeprapto yang masuk Secatam Kopassus di Batujajar, Cimahi Jabar, pada 1999.

Setiba di Puskesmas, tiba-tiba dirinya lemas dan setengah sadar, karena sudah kehilangan banyak darah.

Baca: Kisah Kopassus yang Melegenda, Turun ke Sungai yang Dikabarkan Dipenuhi Buaya

Pria asal Kediri, kelahiran 3 Desembar 1978 ini mengalami luka yang cukup serius di lengan kirinya.

Peluru sempat menembus tulang lengan kirinya, yang hingga saat ini pun kondisi tangan kirinya sudah tidak normal seperti dulu.

“Sekarang kalau saya push up atau latihan fisik lainnya, tangan kiri saya masih sering kesemutan dan tidak sekuat dulu. Selain itu, untuk memanggul dan menembak pun sudah tidak sebaik dulu,” kata prajurit Komando yang menikah pada 2006 lalu.

Dari pengalaman ini, Praka Soeprato semakin yakin bahwa di tengah medan pertempuran memang segala sesuatu bisa saja terjadi menimpa dirinya.

Baca: Gelar Festival Batanghari Tahun 2018, Dinas Pariwisata Kerjasama Dengan Pihak Ketiga

Meski 2002-2003 dia bertugas sampai 15 bulan di Aceh dalam operasi Baladika, tidak menjamin dirinya lolos dari tembakan lawan.

Dalam pertempuran hukum ditembak atau menembak memang sudah berlaku umum.

Sumber : Dikutip dari berbagai Sumber

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved