Tegang! Baku Tembak Kopassus Dengan Teroris, Achmad Kirang Gugur, Perusuh Tewas di Bahu Pramugari
Prajurit Kopassandha yang penuh pengalaman tempur dan Pemegang Sabuk Hitam Karateka Dan-I itu langsung jatuh tersungkur
TRIBUNJAMBI.COM - Operasi pembebasan sandera penumpang pesawat Garuda Woyla dari tangan teroris yang dilakukan oleh Kopassus melahirkan seorang pahlawan.
Letnan Satu Anumerta Achmad Kirang gugur di medan laga saat operasi pembebasan sandera.
Nama Achmad Kirang merupakan satu diantara tokoh yang menjadi cikal bakal berdirinya Detasemen 81 Kopassus yang merupakan pasukan 'Super' Kopassus untuk menanggulangi teror.
Dikutip Tribunjambi.com dari berbagai sumber, Achmad Kirang gugur setelah peluru menembus peluru di perut bagian bawah.
Kirang yang saat itu pangkatnya Calon Perwira termasuk satu diantara 35 pasukan Kopassandha sekarang ini Kopassus yang diberangkatkan dari Jakarta menuju bandara Don Muang di Thailand.
Kisah berawal saat pesawat DC-9 Woyla dari Jakarta tujuan Medan dibajak dan dibawa ke Thailand. Para teroris berencana membawa pesawat tersebut ke Libya.
Mereka menuntut uang tebusan dan juga pembebasan kawan-kawan mereka sebelumnya yang telah tertangkap.
Achmad Kirang saat penyerbuan ke dalam pesawat berada di tim hijau.
Kirang diikuti oleh Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing.
Baca: 30 Pasukan Hantu Kopassus yang Mengobrak-abrik Markas Pemberontak Hingga Bikin Kagum Panglima PBB
Tim hijau ini mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla dan menyergap masuk melalui pintu belakang.
Dua orang yang belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang ini dengan gagah berani menyergap masuk menghadapi risiko pembajak yang sudah siap menghamburkan pelurunya kepada siapapun penerobos yang akan membebaskan para sandera.
Setelah penyergapan dari pintu utama dilakukan dan anggota teroris satu persatu dilumpuhkan, seorang bintara yang berdiri diatas tangga lipat menekan tombol tangga hidrolik untuk menurunkan tangga pintu belakang pesawat secara elektrik.
Proses turunnya tangga belakang pesawat yang memakan waktu, memberi kesempatan bagi pembajak yang duduk di bagian belakang kanan pesawat untuk bersiap menembak.
Begitu tangga turun, Achmad Kirang selaku Penyergap-1 diikuti Penyergap-2 Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing dengan cepat menaiki anak tangga pesawat untuk menyerbu masuk.

Ketika Achmad Kirang muncul di dalam kabin pesawat, pembajak yang belakangan diketahui bernama Mahrizal melepaskan tembakan pistol ke Kirang.
Ia terkena tembakan pistol pada bagian perut diatas kemaluan yang tidak terlindungi oleh rompi anti peluru.
Prajurit Kopassandha yang penuh pengalaman tempur dan Pemegang Sabuk Hitam Karateka Dan-I itu langsung jatuh tersungkur.
Rompi anti peluru yang dikenakan Kirang bukan yang versi militer, sehingga hanya melindungi bahagian badan sampai ke pinggang.
Tak berhenti menembak Kirang, Mahrizal juga menghamburkan peluru untuk Pontas.
Akibatnya penyergap-2 yang menyusul dibelakang Capa Kirang juga terkena tembakan pembajak di dada, tetapi tembakan itu hanya mengenai rompi anti peluru yang dikenakannya.
Ia hanya mengalami mamar di balik rompi anti pelurunya.
Pontas kemudian membalas tembakan pembajak yang berada di dekat pramugari itu dengan tembakan semi-otomatik H&K MP5 SD-2.
Tembakan itu langsung melumpuhkannya.
Baca: Kisah Marinir Kebal yang Tak Luka-luka Walau Kena Bacokan Parang Begal dan Buat Heboh Medsos
Ia tersungkur bersandar pada bahu pramugari yang membeku ketakutan disampingnya.
Dalam waktu singkat, pasukan lain yang berada di luar pesawat melakukan evakuasi medik terhadap Kirang yang masih sadar, namun mengalami luka-luka tembak menuju Dearah Persiapan 1.
Dalam briefing terakhir kepada Capa Kirang, Sintong memerintahkan, “Kirang, setelah ketiga pintu terbuka, kamu masuk terakhir.
Kalau pembajak kesitu, kamu nda usah tergesa-gesa.”
Menurut evaluasi Sintong, Kirang terlalu cepat berlari menaiki tangga. Hal itu disebabkan oleh sifat prajurit Komando yang penuh pengalaman tempur itu, sangat agresif.
Ketika Kirang masuk, ia langsung berhadapan dengan pembajak yang berada dibelakang dengan sikap siap menembak.
Firasat gugurnya Achmad sudah dirasakan oleh rekannya yang lain.
Mereka menceritakan Ahmad Kirang sempat menukar rompi anti peluru dengan yang lebih pendek karena merasa tidak nyaman.
Barangkali memang sudah menjadi takdirnya gugur di medan laga menjalankan tugas.
Nama Achmad Kirang menjadi pahlawan bagi Kopassus.
Baca: Komandan Marinir AS Sampai Geleng Kepala, Lihat Atraksi Denjaka dengan Peluru Tajam di Hadapannya
Bahkan di Kampung Halamannya itu juga dibuat Monumen Ahmad Kirang di jantung Kota Mamuju, Sulbar.
Ahmad Kirang adalah prajurit TNI kelahiran Mamuju, kebanggaan Sulbar.
Nama Ahcmad Kirang juga diabadikan menjadi lapangan tempat latihan Sat-81 Kopassus di Cijantung,Jakarta Timur.
35 Prajurit Kopassus Buru Teroris
Tanggal 29 Maret, 35 anggota Kopassandha meninggalkan Indonesia dalam sebuah DC-10 yang disewa.
Tujuan mereka adalah ke Bandara Don Muag di Thailand.
Pasukan ini mengemban misi khusus untuk melumpuhkan para teroris yang menyandera 36 penumpang pesawat DC-9 Woyla.
Para anggota pasukan elite TNI ini hanya mengenakan pakaian sipil.
Tujuan penggunaan pesawat DC-10 dikarenakan terdapat kemungkinan bahwa para pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke Libya.
Sampai di Thailand Persiapan pun dilakukan.
Latihan terakhir telah usai ketua tim Operasi Letkol Sintong Panjaitan sempat "menipu" anak buahnya sebelum operasi digelar.
Berpura-pura operasi gagal, Sintong meminta semua anak buahnya tidur.
Ini semata-mata dilakukannya agar anak buahnya cukup istirahat dan segar saat melakukan operasi berbahaya ini.
Dan waktunya pun tiba, tengah malam seluruh pasukan dibangunkan, sekitar Pukul 02.30 tanggal 31 Maret, prajurit bersenjata mendekati pesawat.
Berpakaian loreng dan mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, mereka telah siap tempur.
Sebagian pasukan Menyandang senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 mm para tentara Kopassus ini siap menyergap para teroris.
Para pelaku penyanderaan telah teridentifikasi, ada 6 orang.
Belakangan identitas mereka diketahui yakni Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan. Kelimanya tewas ditembak mati saat operasi.
Tim pun telah dibagi, ada tim merah, tim biru dan tim hijau.
Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.
Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang.
Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.
Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos.
Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau
Mahrizal lalu menembak dan mengenai Achmad Kirang, salah seorang anggota Tim Hijau di bagian bawah perut yang tidak terlindungi.
Mahrizal, sepertinya teroris yang paling keras memberikan perlawanan. Selain menembak Achmad Kirang. Tembakan Mahrizal juga mengenai rekan Ahmad Kirang. Beruntung peluru mengenai rompi anti peluru.
Pasukan Komando segera membalas Mahrizal pun tewas di dekat Pramugari.
Aksi tim biru dan tim merah juga mendapat perlawanan.
Di dalam pesawat tim bertemu dengan Zulfikar teroris yang sempat melemparkan granat.
Beruntung granat tersebut tak meledak karena saat dilemparkan pin pemicunya belum dibuka secara sempurna.
Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar.
Sementara itu Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata anggota Kopassus.
Namun upaya tersebut tidak berhasil, pelaku teror ini ditendang keluar pesawat dan lansung disambut rentetan peluru pasukan Komando yang telah disiagakan di luar pesawat.
Nasib serupa tertembjs peluru juga dialami oleh Wendy Mohammad Zein, Ia berhasil dilumpuhkan ditembak di dekat pintu darurat.
Para penumpang kemudian disuruh keluar.
Namun satu diantara pelaku yang bernama Abu Sofyan juga turut turun dengan berpura-pura sebagai penumpang.
Abu Sofyan teridentifikasi setelah penumpang yang mengenalinya memberikan kode kepada pasukan Komando yang berada di landasan.
Abu Sofyan yang berlari menjauhi pesawat langsung ditembak.
Imran bin Muhammad Zein pimpinan teroris selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh Satuan Kopassus.
Tim medis kemudian datang untuk menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak salah satu teroris dalam serangan tersebut.
Dalam aksi kilat tiga menit tersebut Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.
Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.
Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.
Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.
Kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.
Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia.
Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini.
Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.
Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit.
Keberhasilan ini membuat dunia tercengang.
Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.
Bahkan Kepala Operasi Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.
Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.
Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
Perkiraan yang ternyata meleset karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror seperti dikutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.