Pengawal Khusus Beberkan Keseharian Soeharto Saat Tak Lagi Jadi Presiden, Kaget di Luar Dugaan

Usai tak lagi menjabat sebagai Presiden, tak banyak yang tahu dengan kehidupan sehari-hari Seoharto.

Editor: bandot
Soeharto 

TRIBUNJAMBI.COM - Usai tak lagi menjabat sebagai Presiden, tak banyak yang tahu dengan kehidupan sehari-hari Seoharto. 

Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto akhirnya dilengserkan melalui gerakan mahasiswa pada tahun 1998. 

Soeharto lengser pada tanggal 23 Mei 1998 setelah terjadinya desakan mahasiswa dan juga kisruh di berbagai penjuru tanah air. 

Meski telah lengser sosok bersahaja tersebut masih mendapat pengawalan khusus dari militer. 

Cerita sosok 'The Smiling General' sebutan orang barat untuk presdien ke-2 RI karena raut mukanya yang selalu tersenyum ini disampaikan oleh Maliki Mift.

Maliki Mift menyimpan kenangan berarti selama mendampingi presiden ke-2 RI Soeharto setelah lengser pada 1998.

Ia diperintahkan Kepala Staf Angkatan Darat kala itu menjadi pengawal khusus Soeharto.

Baca: Kisah Soekarno Dilempar 5 Granat, Tak Selamatkan Diri Malah Menjadi Tameng Bagi Anak-anak

Kesan tersebut ia tulis dalam salah satu bab di buku berjudul Soeharto: The Untold Stories (2011).

Pak Harto, begitu Maliki menyebut Soeharto, kerap mendapat pandangan miring selama memimpin Indonesia.

Namun, ia mendapati sisi lain Soeharto yang jarang terekspos, yakni kesederhanaan.

Salah satunya adalah soal pengawalan.

Soeharto sangat anti dikawal setelah tak lagi menjadi presiden.

Presiden ke-2 Soeharto
Presiden ke-2 Soeharto (Tribun)

Padahal, hak mendapat pengawalan dari polisi masih melekat kepada mantan presiden.

"Tetapi, begitu satgas polisi datang dan mengawal di depan mobil kami, Pak Harto mengatakan, 'Saya tidak usah dikawal. Saya sekarang masyarakat biasa. Jadi, kasih tahu polisinya'," tulis Maliki dalam buku tersebut, menirukan ucapan Soeharto waktu itu.

Baca: Dibalik Wajah Ganteng dan Kalem, Paspamres Jago Bertempur yang Siap Jadikan Tubuhnya Tameng Hidup

Maliki mencoba memahami keinginan Soeharto, tetapi ia tetap merasa pengawalan sangat penting.

Ia pun memutar otak, mencari cara agar Soeharto tetap dikawal, tetapi tanpa terlihat.

Akhirnya, Maliki meminta polisi mengawal di belakang saja, bukan di depan untuk membuka jalan.

Jika jalanan macet, barulah petugas pengawal maju ke depan.

Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. | kompas.com
Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. | kompas.com ()

"Namun, tetap saja Pak Harto mengetahui siasat itu. Beliau pun bertanya, 'Itu polisi kenapa ikut di belakang? Tidak usah'," kata Maliki.

Hari berikutnya, ide baru melintas di benak Maliki.

Ia meminta pihak kepolisian agar tidak lagi mengawal mobil Soeharto.

Sebagai gantinya, ia akan berkoordinasi dengan petugas lewat radio.

Jadi, setiap kali mobil Soeharto melewati lampu lalu lintas, petugas harus memastikan lampu hijau menyala.

Kalau lampunya merah, harus berubah menjadi hijau.

Akhirnya, hari itu, Soeharto berangkat tanpa pengawalan polisi.

Baca: Buat Ibu Tien Cemburu, Begini Peristiwa Pertemuan Soeharto dan Dewi Soekarno Hingga Salah Penafsiran

Setiap kali melewati lampu lalu lintas di persimpangan, lampu hijau selalu menyala agar mobilnya tidak berhenti menunggu rambu berganti.

Namun, lagi-lagi Soeharto mengendus keanehan.

Ia mempertanyakan mengapa setiap persimpangan yang ia lewati tidak pernah ada lampu merah.

Ia pun menegur Maliki agar jangan memberi tahu polisi untuk mengatur lalu lintas.

"Sudah, saya rakyat biasa. Kalau lampu merah, ya, biar merah saja," ujar Pak Harto sebagaimana ditulis Maliki.

Maliki, saat itu, hanya terdiam dengan perasaan malu.

Kesederhanaan Soeharto, menurut Maliki, juga terlihat dari cara berpakaian.

Sewaktu awal-awal menjadi pengawal khusus Soeharto, Maliki berpikir bahwa ia harus punya baju bagus untuk mendampingi Soeharto, paling tidak batik berbahan sutra.

Di hari pertama bertugas, Maliki mengenakan pakaian terbaiknya untuk mendampingi Soeharto keluar rumah.

Namun, apa yang dikenakan Soeharto sama sekali berbeda dengan bayangannya.

Soeharto hanya mengenakan baju batik sederhana yang biasa dia pakai sehari-hari di rumah.

"Diam-diam saya langsung balik ke kamar ajudan untuk mengganti batik sutra yang saya kenakan dengan batik yang sederhana pula," kata Maliki.

Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “
Cerita Paspampres Soeharto dan Lampu Hijau yang Tak Pernah "Merah"...
”.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved