Demi Bahan Baku Margarin, Hitler Lakukan Ekspedisi Rahasia ke Antartika

Keinginan Reich Ketiga untuk mendapatkan bahan baku margarin membuatnya meluncurkan ekspedisi rahasia ke Antartika 80 tahun lalu.

via History.com
Pria Jerman memegang bendera Nazi saat ekspedisi di Antartika 

TRIBUNJAMBI.COM - Adolf Hitler menggunakan konsep Lebensraum – hak suatu bangsa atas ruang hidup – untuk membenarkan tindakan invasi yang dilakukannya di Polandia, Rusia, dan timur Eropa.

Namun, ada bagian kecil dari keinginan Hitler untuk mencari tanah baru yang jarang diketahui. Keinginan Reich Ketiga untuk mendapatkan bahan baku margarin membuatnya meluncurkan ekspedisi rahasia ke Antartika 80 tahun lalu.

Kisah ini bermula pada musim panas 1936. Hitler telah menyelesaikan rencana empat tahunnya untuk memperbaiki militer Jerman dan ekonomi domestik untuk berperang pada 1940.

Ia memilih Hermann Göring sebagai penanggung jawab dan kemudian mengembangkan “German Fat Plan”. Rencana ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi konsumsi mentega, susu, krim, keju, margarin, lemak babi, minyak salad, lilin, deterjen, dan cat.

Ide utama “German Fat Plan” adalah mencari pengganti produk berbahan dasar minyak dan lemak tersebut – untuk bersiap-siap apabila sumber impor terputus selama perang.

Pada masa itu, minyak ikan paus merupakan salah satu bahan baku utama untuk margarin. Dan perlu diketahui bahwa penduduk Jerman banyak mengonsumsi margarin.

“Untuk mempersiapkan perang, mereka memerlukan minyak ikan paus,” ujar Cornelia Ludecke, profesor sejarah sains di Hamburg University dan salah satu pengarang buku The Third Reich Antartica: The German Antarctic Expedition 1938-39.

“Sebelumnya, Jerman membeli minyak ikan paus dari Norwegia. Namun, mereka tidak ingin lagi menghabiskan uang untuk negara tersebut hingga akhirnya memutuskan memproduksi minyak ikan paus sendiri,” paparnya.

Jadi, Jerman mulai membuat kapal penangkap ikan sekaligus pabrik untuk menjelajahi samudra bagian selatan. Waktu itu, penangkapan ikan secara komersial telah dilarang di Atlantik dan Pasifik Utara. Oleh sebab itu, ide untuk mendirikan markas di Antartika tampaknya adalah hal yang baik.

Pada Agustus 1936, Kantor Luar Negeri Jerman telah menemukan beberapa wilayah di Antartika yang belum diklaim siapa pun.

Ekspedisi pun langsung diatur pada musim panas 1938, dipimpin oleh Kapten Alfred Ritscher, komandan angkatan laut Perang Dunia I yang menikahi seniman Yahudi. Ia memilih kru ekspedisi rahasia ini berdasarkan pengalaman mereka di kutub, bukan keanggotaan partai Nazi.

Kapal Schwabenland.
Kapal Schwabenland. (Institute of Regional Geography, Leipzig, Ritscher)

Setelah tiga bulan perbaikan untuk mengubah Schwabenland menjadi kapal pemecah es, kapten memulai pelayaran dari Hamburg pada 17 Desember 1938. Dia berangkat bersama krunya yang terdiri dari 82 ilmuwan, petugas dan tentara.

“Meski begitu, ada satu pejabat Nazi di atas kapal, sesuai dengan permintaan rezim. Ia mewajibkan semua yang ada di sana untuk mendengarkan siaran radio dan pidato Hitler sekitar waktu Natal,” jelas Lüedecke.

Kapal mencapai garis pantai Antartika sebulan kemudian. Mereka lalu mulai melakukan pengintaian udara menggunakan kapal terbang. Ini memiliki dua tujuan: memotret area demi penelitian ilmiah dan kartografi, serta mengklaim wilayah tersebut sebagai milik Nazi.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved