Kisah Soeharto yang Ubah Nama Irian Barat ke Irian Jaya, Berawal dari Bir dan Kencing

Melalui perjuangan bersenjata dengan sandi Operasi Trikora dan diplomasi tahun 1963, Irian Barat berhasil kembali dalam

Editor: Suci Rahayu PK
kolase/wikipedia/Welt-Atlas.de
Presiden RI ke-2 Soeharto dan peta Irian jaya 

TRIBUNJAMBI.COM - Melalui perjuangan bersenjata dengan sandi Operasi Trikora dan diplomasi tahun 1963, Irian Barat berhasil kembali dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejumlah negara pun turut mendukungnya.

Salah satu negara yang berperan penting dalam memberi dukungan Irian Barat ke pangkauan RI adalah Papua Nugini.

Baca: Kebakaran Hingga Suhu Capai 37,7 Derajat Celcius, Kota-kota di Eropa Terdampak dan Alami Ini

Seperti diketahui Papua Nugini adalah negara yang berbatasan langsung dengan Irian Barat.

Menteri Penerangan Papua Nugini pada tahun 1968 berkunjung ke Indonesia.

Ia mendapat sambutan yang hangat oleh Menteri Penerangan RI saat itu, Boediardjo.

Acara khusus untuk memberikan jamuan makan malam pun seperti dikutip dalam buku biografi Boediardjo, Siapa Sudi Saya Dongengi, digelar di salah satu gedung milik Kedutaan Besar Australia untuk menghormati Menteri Penerangan Papua Nugini itu.

Boediardjo pun berbincang akrab dengan Menteri Penerangan Papua Nugini itu.


Peta Irian Jaya.
Peta Irian Jaya. (Welt-Atlas.de)

Dalam jamuan juga disediakan minuman bir untuk menyambut tamu.

Tampaknya, Menteri Penerangan Papua kebanyakan minum bir dan mulai agak mabuk.

Ia pun mengajak Boediardjo masuk kamar kecil untuk kencing sambil terus mengobrol.

Sambil kencing Menteri Penerangan Papua Nugini itu tiba-tiba berkata kepada Boediardjo.

"Mengapa dinamai Irian Barat.

Apakah nanti juga ada Irian Timur?" tanyanya.

Maksud politisnya adalah jika Indonesia memiliki Irian Barat, jangan-jangan nanti juga menginginkan Irian Timur.

Dalam kaitan penamaan itu yang dimaksud adalah Papua Nugini sendiri.

Baca: Kisah Ekspedisi Kopassus yang Dianggap Manusia Burung oleh Suku Asli yang Disebut Pemakan Manusia

Menteri Boediardjo pun merasa tersindir namun juga memahami kekhawatiran Menteri Penerangan Papua Nugini itu.

Ia lalu menjamin bahwa Papua Nugini akan aman-aman saja.

Keesokan harinya Boediardjo langsung bertindak cepat dengan menemui Presiden Soeharto.

Ia menyampaikan kekhawatiran Papua Nugini terkait penamaan Irian Barat.

Soeharto yang kemudian tanggap lalu mengganti nama Irian Barat menjadi Irian Jaya.

Tapi sesungguhnya warga Papua ternyata tidak menyukai nama Irian Jaya.

Maka setelah Pak Harto lengser oleh Presiden Gusdur nama Irian Jaya kemudian diganti dengan nama Papua.

Supertasmar, Surat Sakti Soekarno untuk Koreksi Kekeliruan Soeharto Menginterpretasi Supersemar

Polemik Surat Perintah 11 Maret 1966 selama ini lebih tertuju pada peristiwa yang terjadi di Istana Bogor.

Jenderal Soeharto (kiri) dilantik menjadi anggota Kabinet Indonesia oleh Presiden Soekarno, 29 Juli 1966. | Kompas.com
Jenderal Soeharto (kiri) dilantik menjadi anggota Kabinet Indonesia oleh Presiden Soekarno, 29 Juli 1966. | Kompas.com ()

Ketika itu, Presiden Soekarno memberi Supersemar kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto melalui tiga jenderal, yakni Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.

Namun, ada sejumlah misteri yang belum terjawab selain keberadaan naskah asli atau beda interpretasi antara Soekarno dan Soeharto tentang Supersemar.

Salah satunya adalah Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret.

Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar.

Keberadaan Supertasmar ini diungkap kali pertama oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998).

AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno.

Kelahiran Supertasmar disebut berawal ketika Soekarno marah mendengar kabar bahwa Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Soeharto.

Soekarno menganggap Soeharto melampaui wewenangnya sebagai pengemban Supersemar.

Kekeliruan langkah Soeharto dalam menginterpretasi Supersemar itulah yang memicu Soekarno mengeluarkan Supertasmar.

AM Hanafi menjelaskan, Supertasmar itu berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik.

Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar ke publik. Namun, upaya itu gagal.

"Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Namun, dia tidak punya jalur lagi," tutur Asvi saat ditemui Kompas.com, beberapa saat lalu.

Hanafi sempat menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara, Suryadharma. Namun, Suryadharma mengaku tidak lagi punya saluran untuk menyebarkan surat perintah baru dari Presiden Soekarno itu.

"Pers pun tidak mau memberitakan," tutur Asvi Warman.

Hingga saat ini, keberadaan Supertasmar pun tidak jelas.

Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan juga mengakui, lembaganya tidak memiliki naskah atau salinan mengenai Supertasmar itu.

"Kalau Supertasmar, kami tidak ada," ucap Mustari ketika ditemui Kompas.com di kantornya dua tahun yang lalu.

Namun, Arsip Nasional RI juga melacak keberadaan Supertasmar, bersamaan dengan pelacakan Supersemar yang masih misterius.

Pelacakan dilakukan, salah satunya dengan mencari di Sekretariat Negara.

"Kami juga terus cari di Sekretariat Negara, kan juga menyimpan dokumen," tuturnya. (Intisari)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved