Kebakaran Hingga Suhu Capai 37,7 Derajat Celcius, Kota-kota di Eropa Terdampak dan Alami Ini
Temperatur Kota London mencapai 100 derajat Fahrenheit atau 37,7 derajat Celsius pada Jumat (27/7/2018) kemarin.
TRIBUNJAMBI.COM - Gelombang panas masih melanda berbagai wilayah di dunia.
Sebagian besar kawasan Eropa kini mengalami temperatur ekstrem.
Dilansir Tribunjambi.com dari laman Travel and Leisure, temperatur Kota London mencapai 100 derajat Fahrenheit atau 37,7 derajat Celsius pada Jumat (27/7/2018) kemarin.
Baca: Kisah Ekspedisi Kopassus yang Dianggap Manusia Burung oleh Suku Asli yang Disebut Pemakan Manusia
Tak heran kemarin disebut-sebut sebagai Furnace Friday (tungku pembakaran di hari Jumat).
Akibatnya, pekan ini sejumlah perjalanan kereta api dari dan ke Kota London dibatalkan akibat temperatur ekstrem.
Dampak gelombang panas juga menjangkau Swiss.
Beberapa kota di Swiss membatalkan pertunjukan kembang api tahunan untuk Hari Kemerdekaan negara tersebut yang jatuh pada tanggal 1 Agustus.
Pasalnya, pertunjukan kembang api dikhawatirkan akan memicu kebakaran besar.
Sementara itu, temperatur di sepanjang Lingkar Arktik di Swedia bagian utara mencapai 86 derajat Celsius.
Bahkan, telah terjadi lebih dari 50 kebakaran besar di beberapa wilayah Lingkar Arktik.
Baca: Mulai Voodoo di Afrika Sampai Kanibalisme di Solomon, Ini 7 Ritual Tak Biasa yang Masih Dilakukan
Yakni Swedia, Finlandia, dan Norwegia.
Kebakaran yang terjadi di Yunani telah menewaskan setidaknya 80 orang.
Beberapa minggu terakhir telah disebut-sebut sebagai awal musim panas paling kering sejak Inggris mulai mencatat curah hujan pada 1961.
Temperatur di Inggris juga memecahkan rekor tertinggi yakni 38,5 derajat Celsius pekan ini.
Suhu ekstrem yang tinggi di Eropa disebabkan oleh sistem tekanan tinggi yang stagnan.
Selama dua bulan terakhir, arus jet (arus yang menimbulkan perubahan cuaca di wilayah Eropa) berada di bagian lebih jauh ke utara dibandingkan biasanya.
"Tahun 2018 menjadi satu di antara tahun-tahun terpanas yang pernah dicatat, dengan rekor temperatur baru bermunculan di berbagai negara," kata Deputi Sekretaris Umum WMO (World Meteorological Organization), Elena Manaenkova.
"Ini bukanlah hal yang mengejutkan."
Baca: Bermimpi Jadi Anggota Kopassus? Lihat Dulu Latihan Mengerikan Pasukan Khusus ini yang Sangat Keras
"Gelombang panas dan suhu tinggi yang ekstrem yang kita alami saat ini sejalan dengan dampak perubahan iklim yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca."
"Ini bukanlah skenarion yang akan terjadi di masa depan."
"Hal ini kini sedang benar-benar terjadi."
Gelombang panas besar terakhir dialami Eropa pada 2003.
Saat itu, temperatur mencapai rekor terpanas sejak tahun 1540.
Bahkan, ada lebih dari 200 ribu kasus kematian yang terkait dengan suhu tinggi saat gelombang panas melanda benua tersebut.
Gelombang panas pun tidak hanya melanda kawasan Eropa, tetapi juga berbagai negara di seluruh dunia.
Setidaknya 155 orang tewas akibat gelombang panas di Jepang.
Sementara, Gurun Sahara di Algeria dilaporkan mengalami suhu tertinggi di Afrika, yakni 51,1 derajat Celsius pada 5 Juli 2018 lalu.
Lalu, adanya kebakaran di California, AS menyebabkan Yosemite National Park ditutup pekan ini. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribuntravel.com dengan judul Gelombang Panas Landa Berbagai Wilayah di Dunia, Ini Dampak yang Ditimbulkannya